Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno Sumatera Selatan Sumatera Selatan
Surat Ulu
- 17 Mei 2018
Surat Ulu merupakan kumpulan beberapa aksara yang berkerabat di Sumatra sebelah selatan. Yang termasuk kelompok Surat Ulu adalah aksara Kerinci, aksara Rejang-Rencong, dan aksara Lampung. Istilah “kaganga” diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926-1975), antropolog di University of Hull di Inggris dalam buku Folk Literature of South Sumatra, Redjang Ka-Ga-Nga texts (Canberra, The Australian National University, 1964) untuk merujuk kepada Surat Ulu.
Jaspan menggunakan istilah Kaganga berdasarkan tiga huruf pertama dalam urutan dalam sistem Surat Ulu. Surat Ulu sendiri merupakan istilah asli yang dipakai oleh masyarakat di Sumatra sebelah selatan. Disebut Surat Ulu karena yang kelompok yang menggunakan aksara ini berada di kawasan ulu (pegunungan) Sumatra, khususnya di Kerinci, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung.
Aksara Surat Ulu diperkirakan berkembang dari aksara Pallawa dan Kawi yang digunakan oleh Kerajaan Sriwijaya. Contohnya dapat kita lihat pada Prasasti Kota Kapur di Kota Kapur, Bangka Barat. Aksara ini berkerabat dengan Batak, yang sama-sama diturunkan dari proto aksara Sumatra, yang berhulu ke aksara India. Diperkirakan, dahulu seluruh Pulau Sumatra, dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok Surat Ulu ini.
 
Mula-mulanya, para peneliti Belanda memakai istilah aksara Rencong untuk merujuk pada aksara-aksara yang beredar di kawasan selatan Sumatra ini. Menurut sebuah sumber, aksara ini telah digunakan sebelum abad ke-3 M. Orang-orang Melayu Kuno menulisnya di atas kulit-kulit kayu, kulit binatang, daun-daun rontal, kepingan-kepingan logam, bambu, tanduk kerbau, dan kulit kayu, juga batu.
Kebanyakan teks-teks naskah Surat Ulu menceritakan kepahlawanan, hukum, surat resmi untuk mengesahkan hak kepemilikan tanah tradisional, mantra, sihir, guna-guna, obat-obatan, hingga syair mistik Islam. Ada pula syair percintaan, yang dikenal sebagai bandung atau hiwang di Lampung dan juarian di Rencong. Syair percintaan yang berbentuk dialog ini ditulis pada keping atau lembar bambu—disebut gelumpai—diikat jadi satu dengan tali melalui lubang di ujung satu serta diberi nomor berdasarkan urutan abjad. Ada pula yang menorehkannya pada tabung bambu dan kulit kayu berlipat.
Ketika berhadapan dengan teks Al Quran, mereka mendapati aksara Surat Ulu tidak sesuai dengan sistem bunyi aksara Arab, aksara tersebut tak mampu merekam bunyi kosa kata baru dari Al Quran dan Hadis dengan tepat. Jadi, daripada mencipta atau menambah huruf baru pada aksara Rencong, mereka memilih untuk meninggalkan aksara tersebut. Sebaliknya, mereka bereksperimen dengan huruf-huruf Arab dalam mengeja bahasa Melayu. Lahirlah jenis tulisan baru, yaitu Jawi, yang berasaskan huruf-huruf Arab dengan beberapa huruf tambahan dan digunakan dalam dunia persuratan bahasa Melayu. Walau begitu, Surat Ulu tetap digunakan di Minangkabau, Sumatra Selatan, dan Bengkulu hingga abad ke-18, sebelum Belanda berhasil menaklukkan wilayah-wilayah tersebut.
Aksara Rencong-Renjang dan Aksara Kerinci Aksara Rencong-Rejang dan aksara Kerinci tak banyak perbedaan. Secara geografis, wilayah Rejang-Lebong terletal di Provinsi Bengkulu, sedangkan Kerinci terletak di Provinsi Jambi. Dari bentuknya, kedua aksara ini hampir sama, hanya jumlah aksara yang berbeda. Untuk aksara Kerinci, hanya ada satu naskah beraksara ini yang berada di luar Indonesia.
Rencong adalah kata Melayu yang berarti “serong”. Maka dari itu, tampilan grafis aksara ini miring atau serong. Ada yang berpendapat bahwa aksara ini diciptakan oleh orang-orang Melayu dengan meniru bentuk-bentuk cabang, ranting, potongan kayu, dan bentuk aliran sungai. Ada pula yang mengatakan, salah satunya sarjana Belanda bernama Petrus Voorhoeve, bahwa aksara ini merupakan turunan aksara Pallawa yang disederhanakan bentuknya. Penyederhanaan ini terlihat dari bentuknya yang bersudut daripada garis melengkung, untuk menyesuaikan dengan media tulis bambu atau tanduk tempat aksara ditorehkan. Disebutkan pula bahwa ada pengaruh Arab pada aksara-aksara Sumatra Selatan.

Aksara Rencong (dan juga aksara-aksara Sumatra dan Jawa) masih memperlihatkan ciri kesukataannya dari Indianya, di mana setiap huruf mewakili pembuka suku kata konsonan-vokal. Artinya, vokalnya adalah a, vokal lain dibedakan oleh diakritik yang ditempatkan sebelum, sesudah, di bawah, atau di atas huruf konsonannya.
 
Aksara Lampung serta Bahasanya Dari semua aksara Surat Ulu, aksara Lampung lain sendiri. Aksara ini telah dibahas oleh Prof. Karel Frederik Holle, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Batavia, 1882), dan walau selintas disinggung juga oleh Prof. Johannes Gijsbertus de Casparis, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia (Leiden, 1975). Prof. K.F.Holle berpendapat, cuma sedikit suku-suku di Nusantara yang memiliki aksara sendiri, dan sebagian besar suku-suku tidak memiliki aksara, dan baru mengenal aksara setelah menerima Islam, yaitu huruf Arab-Melayu.

Aksara Lampung terdiri dari dua puluh huruf: ka–ga–nga–pa–ba–ma–ta–da–na–ca–ja–nya–ya–a –la–ra–sa–wa–ha–gha. Aksara Lampung ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan. Aksara ini terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka, dan tanda baca.
Bentuk, nama, dan urutan huruf induk bisa dilihat pada tabel di bawah.


Bentuk tulisan yang masih berlaku di daerah Lampung pada dasarnya berasal dari aksara Pallawa, India Selatan, yang diperkirakan masuk ke Pulau Sumatra semasa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Macam-macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam aksara Arab, dengan menggunakan penanda fathah di baris atas dan kasrah di baris bawah, tetapi tidak memakai penanda dammah di baris depan melainkan di belakang. Masing-masing tanda memunyai nama tersendiri. Dengan begitu, aksara Lampung dipengaruhi dua unsur, yakni aksara Pallawa dan huruf Arab.

Aksara Lampung memiliki banyak kesamaan dengan aksara Batak, Bugis, dan Sunda Kuno. Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan aksara-aksara tersebut memang bersaudara, sama-sama diturunkan dari aksara India. Persis sama halnya dengan aksara Latin dan aksara Rusia yang sama-sama diturunkan dari aksara Yunani, yang pada mulanya berasal dari aksara Phoenisia. Jadi di dunia ini tidak ada aksara yang murni, sebab pembauran antarbudaya di muka bumi berlangsung sepanjang masa.

Karya-karya ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung semuanya memakai “r” untuk menuliskan huruf atau fonem ke-16 aksara Lampung. Gelar (adok) dan nama tempat harus dituliskan dengan ejaan r, meski dibaca mendekati bunyi kh, misalnya Pangiran Raja Purba, Batin Sempurna Jaya, Radin Surya Marga, Minak Perbasa, Kimas Putera, Marga Pertiwi. Penulisan “radu rua rani mak ratong” merupakan ejaan baku, sedangkan penulisan “khadu khua khani mak khatong” tidaklah baku.
 
Sementara itu, penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung dipelopori oleh Prof. Dr. Herman Neubronner van der Tuuk melalui artikel “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, serta artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156, kemudian diikuti oleh penelitian Prof. Dr. Charles Adrian van Ophuijsen melalui artikel “Lampongsche Dwerghertverhalen” dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46, 1896, hal. 109-142. Juga Dr. Oscar Louis Helfrich pada 1891 menerbitkan kamus Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu ada tesis Ph.D. dari Dale Franklin Walker pada Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973).
 
Menurut Prof. C.A. van Ophuijsen, bahasa Lampung tergolong bahasa tua dalam rumpun Melayu-Austronesia, sebab masih banyak melestarikan kosakata Austronesia purba, seperti: apui, bah, balak, bingi, buok, heni, hirung, hulu, ina, ipon, iwa, luh, pedom, pira, pitu, telu, tuha, tutung, siwa, walu, dsb. Prof. H.N. van der Tuuk meneliti kekerabatan bahasa Lampung dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya. Bahasa Lampung dan bahasa Sunda memiliki kata awi (bambu), bahasa Lampung dan bahasa Sumbawa memiliki kata punti (pisang), bahasa Lampung dan bahasa Batak memiliki kata bulung (daun). Hal ini membuktikan bahwa bahasa-bahasa Nusantara memang satu rumpun, yaitu rumpun Austronesia yang meliputi kawasan dari Madagaskar sampai pulau-pulau di Pasifik.
 

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline