Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno dan Prasasti
Candi Jawa Barat Kabupaten Karawang
Situs Batujaya ( candi Jiwa )
- 1 Juni 2014

 

Di kawasan situs Batujaya terdapat peninggalan dari masa klasik. Kawasan Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” - 107°09’05,91” Bujur Timur. Secara administratif kawasan ini termasuk di wilayah Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya. Situs berada tidak jauh dari dari garis pantai utara Laut Jawa, pada areal persawahan dan sebagian pada areal pemukiman penduduk. Di sebelah selatan situs terdapat aliran Sungai Citarum. Sungai dan persawahan tidak pernah mengalami masa kering. Sepanjang tahun basah oleh genangan dan air resapan. Penelitian di kawasan situs Batujaya dimulai tahun 1975-1976 berupa penelitian penjajagan. Selanjutnya pada 1984 dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Sejak itu kemudian dilakukan peneitian lebih intensif yang dilakukan oleh berbagai lembaga antara lain FS UI, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah (Ditlinbinjarah(, Universitas Tarumanagara (Untar), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), dan Balai Arkeologi (Balar) Bandung. Tinggalan arkeologis di Batujaya hingga tahun 2000 telah ditemukan 24 situs tersebar di Desa Segaran dan Telagajaya. Di Desa Segaran ditemukan 13 situs dan di Telagajaya 11 situs. Dari ke-24 situs ini terdapat beberapa situs yang telah diekskavasi dan menampakkan sisa bangunan candi. Gundukan tanah yang di dalamnya berisi reruntuhan bata-bata kuno masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘unur’. Situs tersebut antara lain Segaran I (SEG I atau Unur Jiwa), Segaran III (SEG III atau Unur Damar), Segaran IV (SEG IV), Segaran V (SEG V atau Unur Blandongan), Segaran IX (SEG IX atau Situs Kolam), Telagajaya I (TLJ I atau Unur Serut), Telagajaya V (TLJ V atau Unur Asem), dan Telagajaya VIII (TLJ VIII). Unur Jiwa telah berhasil diekskavasi semuanya dan pemugaran dimulai sejak tahun 1997 hingga 2004. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 427" Lintang Selatan dan 107° 09' 287" Bujur Timur. Bangunan candi yang ada tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas sisa tubuh candi. Bangunan candi berdenah bujursangkar berukuran 19x19 m. Tinggi bagian yang tersisa 4,7 m. Orientasi bangunan ke arah tenggara – baratlaut. Karena tidak ditemukan adanya tangga atau pintu masuk maka arah hadapnya tidak diketahui. Di bagian atas bangunan terdapat susunan bata yang membentuk bujur sangkar dan susunan bata yang melingkar konsentris membentuk menyerupai kelopak bunga teratai. Bangunan di Unur Jiwa ini sekarang sudah selesai dipugar. Pada papan nama yang terdapat di lokasi itu disebut dengan nama Candi Jiwa. Dengan selesainya pemugaran tampak bahwa profil kaki terdiri pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah lingkaran (kumuda). Sambungan bata pada bagian kaki menunjukkan penggunaan lapisan perekat tipis berwarna putih. Lapisan ini biasa disebut dengan stuco. Pada permukaan bata juga ada yang masih menyisakan lapisan stuco. Berdasarkan jejak seperti itu diperkirakan bahwa dinding bangunan dahulu ditutup dengan lapisan stuco. Di bagian atas terdapat struktur bata melingkar berdiameter sekitar 6 m. Bagian ini mungkin merupakan dasar stupa atau lapik suatu teras. Bagian yang menakjubkan juga terdapat di permukaan atas, yaitu pada sisi-sisinya dibuat bergelombang sehingga memunculkan kesan kelopak bunga teratai yang sedang mekar. Di Unur Damar (SEG III) terdapat sisa bangunan berupa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang berukuran 20 X 15 m. Pada sisi barat laut terdapat bagian tangga yang kondisinya sudah melesak. Di situs SEG IV juga terdapat sisa bangunan berdenah bujur sangkar berukuran 6,5 X 6,5 m dengan tinggi yang tersisa 1 m. Di bagian sisi tenggara terdapat struktur yang menjorok ke luar seperti sisa bagian tangga. Unur Blandongan (SEG VI) merupakan unur yang luasnya relatif sama dengan Unur Jiwa. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 351" Lintang Selatan dan 107°  09' 203" Bujur Timur. Di Unur Blandongan terdapat bangunan candi berdenah bujur sangkar dengan ukuran 25 X 25 m. Pada keempat sisinya terdapat anak tangga. Bagian bawah bangunan terdapat bagian selasar (lorong) yang memisahkan dinding selasar dengan badan bangunan yang berlapik. Lapik bangunan berukuran 12 X 12 m. Pada bagian lapik ini terdapat badan bangunan berukuran 10 X 10 m. Ekskavasi di situs ini menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa batu bergores. Unur Blandongan sekarang dalam tahap renovasi. Bangunan yang tampak di situs SEG IX berupa bangunan kolam berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 7,35 X 10,55 m. Ketebalan dinding rata-rata 1,7 m m kecuali dinding sisi timur laut dengan ketebalan lebih dari 4 m. Kedalaman kolam belum diketahui. Unur Serut (TLJ I) berada pada koordinat 06° 03' 359" Lintang Selatan dan 107° 09' 052" Bujur Timur. Di situs ini terdapat empat bangunan. Bangunan TLJ IA belum seluruhnya terungkap. Bangunan ini berupa kaki candi dengan ukuran panjang yang sudah digali 22 m dan lebar 10 m. Bangunan TLJ IB sudah sangat rusak. Dari sisa yang ada diperkirakan berdenah bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 8,5 m. Bangunan TLJ IC berdenah empat persegi dengan panjang sisi 6 m. Pada sisi timur laut terdapat tangga. Bangunan ini dilepa dan dihiasi ornamen yang terbuat dari bahan semen kapur (stucco). beberapa hiasan berupa kepala arca manusia dan binatang dari bahan stucco juga ditemukan dalam runtuhan di bagian luar kaki bangunan candi. Halaman di sekitar bangunan kemungkinan pernah mengalami pengurugan. Permukaan halaman kemudian ditutup dengan lapisan plester dari bahan stucco. Bangunan TLJ ID merupakan kolam. Struktur yang masih tersisa berupa tembok memanjang yang menyiku di dasar kolam. Bangunan di situs TLJ V (Unur Asem) berdenah bujur sangkar berukuran 10 X 10 m. Candi ini dilengkapi dua tangga berada di sisi tenggara dan timur laut. Tangga yang berada di sisi tenggara dibangun lebih kemudian dari tangga yang berada di sisi timur laut. Di bagian atas sisa bangunan nampak susunan bata yang berdenah lingkaran konsentris. Ekskavasi di situs TLJ VIII telah menampakkan sisa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang dengan ukuran panjang 6 m dan lebar 4 m. Pada sisi timur laut dilengkapi tangga. Di bagian tengah bangunan ini terdapat sumuran dengan ukuran 1,80 X 1,75 m. Berdasarkan bentuk bangunan dan beberapa tinggalan arkeologik yang ada dapat dipastikan bahwa bangunan candi di kawasan Batujaya berlatarkan pada Buddha. Kawasan situs Batujaya diperkirakan berkaitan dengan Kerajaan Tarumanegara. Analisis terhadap C14 menunjukkan umur tertua dari abad ke-2 dan termuda dari abad ke-12. Keramik asing yang ditemukan menunjukkan keramik yang diproduksi dari abad ke-9 – 14 M. Beberapa runtuhan bangunan candi tersebut sekarang dalam pemugaran. Candi Jiwa merupakan yang pertama kali selesai dipugar. Pada saat ini yang dalam proses pemugaran adalah Candi Blandongan. Beberapa candi yang lain masih dalam tahap penelitian. Karena masing-masing candi terpisahkan sawah, maka dibangunlah jalan setapak dengan lebar 1 m yang menghubungkan antara Candi Jiwa dan Blandongan. Untuk ke candi yang lain bisa melewati jalan pematang sawah. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=163&lang=#sthash.7xHMoYP6.dpufDi kawasan situs Batujaya terdapat peninggalan dari masa klasik. Kawasan Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” - 107°09’05,91” Bujur Timur. Secara administratif kawasan ini termasuk di wilayah Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya. Situs berada tidak jauh dari dari garis pantai utara Laut Jawa, pada areal persawahan dan sebagian pada areal pemukiman penduduk. Di sebelah selatan situs terdapat aliran Sungai Citarum. Sungai dan persawahan tidak pernah mengalami masa kering. Sepanjang tahun basah oleh genangan dan air resapan. Penelitian di kawasan situs Batujaya dimulai tahun 1975-1976 berupa penelitian penjajagan. Selanjutnya pada 1984 dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Sejak itu kemudian dilakukan peneitian lebih intensif yang dilakukan oleh berbagai lembaga antara lain FS UI, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah (Ditlinbinjarah(, Universitas Tarumanagara (Untar), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), dan Balai Arkeologi (Balar) Bandung. Tinggalan arkeologis di Batujaya hingga tahun 2000 telah ditemukan 24 situs tersebar di Desa Segaran dan Telagajaya. Di Desa Segaran ditemukan 13 situs dan di Telagajaya 11 situs. Dari ke-24 situs ini terdapat beberapa situs yang telah diekskavasi dan menampakkan sisa bangunan candi. Gundukan tanah yang di dalamnya berisi reruntuhan bata-bata kuno masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘unur’. Situs tersebut antara lain Segaran I (SEG I atau Unur Jiwa), Segaran III (SEG III atau Unur Damar), Segaran IV (SEG IV), Segaran V (SEG V atau Unur Blandongan), Segaran IX (SEG IX atau Situs Kolam), Telagajaya I (TLJ I atau Unur Serut), Telagajaya V (TLJ V atau Unur Asem), dan Telagajaya VIII (TLJ VIII). Unur Jiwa telah berhasil diekskavasi semuanya dan pemugaran dimulai sejak tahun 1997 hingga 2004. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 427" Lintang Selatan dan 107° 09' 287" Bujur Timur. Bangunan candi yang ada tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas sisa tubuh candi. Bangunan candi berdenah bujursangkar berukuran 19x19 m. Tinggi bagian yang tersisa 4,7 m. Orientasi bangunan ke arah tenggara – baratlaut. Karena tidak ditemukan adanya tangga atau pintu masuk maka arah hadapnya tidak diketahui. Di bagian atas bangunan terdapat susunan bata yang membentuk bujur sangkar dan susunan bata yang melingkar konsentris membentuk menyerupai kelopak bunga teratai. Bangunan di Unur Jiwa ini sekarang sudah selesai dipugar. Pada papan nama yang terdapat di lokasi itu disebut dengan nama Candi Jiwa. Dengan selesainya pemugaran tampak bahwa profil kaki terdiri pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah lingkaran (kumuda). Sambungan bata pada bagian kaki menunjukkan penggunaan lapisan perekat tipis berwarna putih. Lapisan ini biasa disebut dengan stuco. Pada permukaan bata juga ada yang masih menyisakan lapisan stuco. Berdasarkan jejak seperti itu diperkirakan bahwa dinding bangunan dahulu ditutup dengan lapisan stuco. Di bagian atas terdapat struktur bata melingkar berdiameter sekitar 6 m. Bagian ini mungkin merupakan dasar stupa atau lapik suatu teras. Bagian yang menakjubkan juga terdapat di permukaan atas, yaitu pada sisi-sisinya dibuat bergelombang sehingga memunculkan kesan kelopak bunga teratai yang sedang mekar. Di Unur Damar (SEG III) terdapat sisa bangunan berupa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang berukuran 20 X 15 m. Pada sisi barat laut terdapat bagian tangga yang kondisinya sudah melesak. Di situs SEG IV juga terdapat sisa bangunan berdenah bujur sangkar berukuran 6,5 X 6,5 m dengan tinggi yang tersisa 1 m. Di bagian sisi tenggara terdapat struktur yang menjorok ke luar seperti sisa bagian tangga. Unur Blandongan (SEG VI) merupakan unur yang luasnya relatif sama dengan Unur Jiwa. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 351" Lintang Selatan dan 107°  09' 203" Bujur Timur. Di Unur Blandongan terdapat bangunan candi berdenah bujur sangkar dengan ukuran 25 X 25 m. Pada keempat sisinya terdapat anak tangga. Bagian bawah bangunan terdapat bagian selasar (lorong) yang memisahkan dinding selasar dengan badan bangunan yang berlapik. Lapik bangunan berukuran 12 X 12 m. Pada bagian lapik ini terdapat badan bangunan berukuran 10 X 10 m. Ekskavasi di situs ini menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa batu bergores. Unur Blandongan sekarang dalam tahap renovasi. Bangunan yang tampak di situs SEG IX berupa bangunan kolam berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 7,35 X 10,55 m. Ketebalan dinding rata-rata 1,7 m m kecuali dinding sisi timur laut dengan ketebalan lebih dari 4 m. Kedalaman kolam belum diketahui. Unur Serut (TLJ I) berada pada koordinat 06° 03' 359" Lintang Selatan dan 107° 09' 052" Bujur Timur. Di situs ini terdapat empat bangunan. Bangunan TLJ IA belum seluruhnya terungkap. Bangunan ini berupa kaki candi dengan ukuran panjang yang sudah digali 22 m dan lebar 10 m. Bangunan TLJ IB sudah sangat rusak. Dari sisa yang ada diperkirakan berdenah bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 8,5 m. Bangunan TLJ IC berdenah empat persegi dengan panjang sisi 6 m. Pada sisi timur laut terdapat tangga. Bangunan ini dilepa dan dihiasi ornamen yang terbuat dari bahan semen kapur (stucco). beberapa hiasan berupa kepala arca manusia dan binatang dari bahan stucco juga ditemukan dalam runtuhan di bagian luar kaki bangunan candi. Halaman di sekitar bangunan kemungkinan pernah mengalami pengurugan. Permukaan halaman kemudian ditutup dengan lapisan plester dari bahan stucco. Bangunan TLJ ID merupakan kolam. Struktur yang masih tersisa berupa tembok memanjang yang menyiku di dasar kolam. Bangunan di situs TLJ V (Unur Asem) berdenah bujur sangkar berukuran 10 X 10 m. Candi ini dilengkapi dua tangga berada di sisi tenggara dan timur laut. Tangga yang berada di sisi tenggara dibangun lebih kemudian dari tangga yang berada di sisi timur laut. Di bagian atas sisa bangunan nampak susunan bata yang berdenah lingkaran konsentris. Ekskavasi di situs TLJ VIII telah menampakkan sisa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang dengan ukuran panjang 6 m dan lebar 4 m. Pada sisi timur laut dilengkapi tangga. Di bagian tengah bangunan ini terdapat sumuran dengan ukuran 1,80 X 1,75 m. Berdasarkan bentuk bangunan dan beberapa tinggalan arkeologik yang ada dapat dipastikan bahwa bangunan candi di kawasan Batujaya berlatarkan pada Buddha. Kawasan situs Batujaya diperkirakan berkaitan dengan Kerajaan Tarumanegara. Analisis terhadap C14 menunjukkan umur tertua dari abad ke-2 dan termuda dari abad ke-12. Keramik asing yang ditemukan menunjukkan keramik yang diproduksi dari abad ke-9 – 14 M. Beberapa runtuhan bangunan candi tersebut sekarang dalam pemugaran. Candi Jiwa merupakan yang pertama kali selesai dipugar. Pada saat ini yang dalam proses pemugaran adalah Candi Blandongan. Beberapa candi yang lain masih dalam tahap penelitian. Karena masing-masing candi terpisahkan sawah, maka dibangunlah jalan setapak dengan lebar 1 m yang menghubungkan antara Candi Jiwa dan Blandongan. Untuk ke candi yang lain bisa melewati jalan pematang sawah. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=163&lang=#sthash.7xHMoYP6.dpufDi kawasan situs Batujaya terdapat peninggalan dari masa klasik. Kawasan Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” - 107°09’05,91” Bujur Timur. Secara administratif kawasan ini termasuk di wilayah Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya. Situs berada tidak jauh dari dari garis pantai utara Laut Jawa, pada areal persawahan dan sebagian pada areal pemukiman penduduk. Di sebelah selatan situs terdapat aliran Sungai Citarum. Sungai dan persawahan tidak pernah mengalami masa kering. Sepanjang tahun basah oleh genangan dan air resapan. Penelitian di kawasan situs Batujaya dimulai tahun 1975-1976 berupa penelitian penjajagan. Selanjutnya pada 1984 dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Sejak itu kemudian dilakukan peneitian lebih intensif yang dilakukan oleh berbagai lembaga antara lain FS UI, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah (Ditlinbinjarah(, Universitas Tarumanagara (Untar), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), dan Balai Arkeologi (Balar) Bandung. Tinggalan arkeologis di Batujaya hingga tahun 2000 telah ditemukan 24 situs tersebar di Desa Segaran dan Telagajaya. Di Desa Segaran ditemukan 13 situs dan di Telagajaya 11 situs. Dari ke-24 situs ini terdapat beberapa situs yang telah diekskavasi dan menampakkan sisa bangunan candi. Gundukan tanah yang di dalamnya berisi reruntuhan bata-bata kuno masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘unur’. Situs tersebut antara lain Segaran I (SEG I atau Unur Jiwa), Segaran III (SEG III atau Unur Damar), Segaran IV (SEG IV), Segaran V (SEG V atau Unur Blandongan), Segaran IX (SEG IX atau Situs Kolam), Telagajaya I (TLJ I atau Unur Serut), Telagajaya V (TLJ V atau Unur Asem), dan Telagajaya VIII (TLJ VIII). Unur Jiwa telah berhasil diekskavasi semuanya dan pemugaran dimulai sejak tahun 1997 hingga 2004. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 427" Lintang Selatan dan 107° 09' 287" Bujur Timur. Bangunan candi yang ada tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas sisa tubuh candi. Bangunan candi berdenah bujursangkar berukuran 19x19 m. Tinggi bagian yang tersisa 4,7 m. Orientasi bangunan ke arah tenggara – baratlaut. Karena tidak ditemukan adanya tangga atau pintu masuk maka arah hadapnya tidak diketahui. Di bagian atas bangunan terdapat susunan bata yang membentuk bujur sangkar dan susunan bata yang melingkar konsentris membentuk menyerupai kelopak bunga teratai. Bangunan di Unur Jiwa ini sekarang sudah selesai dipugar. Pada papan nama yang terdapat di lokasi itu disebut dengan nama Candi Jiwa. Dengan selesainya pemugaran tampak bahwa profil kaki terdiri pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah lingkaran (kumuda). Sambungan bata pada bagian kaki menunjukkan penggunaan lapisan perekat tipis berwarna putih. Lapisan ini biasa disebut dengan stuco. Pada permukaan bata juga ada yang masih menyisakan lapisan stuco. Berdasarkan jejak seperti itu diperkirakan bahwa dinding bangunan dahulu ditutup dengan lapisan stuco. Di bagian atas terdapat struktur bata melingkar berdiameter sekitar 6 m. Bagian ini mungkin merupakan dasar stupa atau lapik suatu teras. Bagian yang menakjubkan juga terdapat di permukaan atas, yaitu pada sisi-sisinya dibuat bergelombang sehingga memunculkan kesan kelopak bunga teratai yang sedang mekar. Di Unur Damar (SEG III) terdapat sisa bangunan berupa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang berukuran 20 X 15 m. Pada sisi barat laut terdapat bagian tangga yang kondisinya sudah melesak. Di situs SEG IV juga terdapat sisa bangunan berdenah bujur sangkar berukuran 6,5 X 6,5 m dengan tinggi yang tersisa 1 m. Di bagian sisi tenggara terdapat struktur yang menjorok ke luar seperti sisa bagian tangga. Unur Blandongan (SEG VI) merupakan unur yang luasnya relatif sama dengan Unur Jiwa. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 351" Lintang Selatan dan 107°  09' 203" Bujur Timur. Di Unur Blandongan terdapat bangunan candi berdenah bujur sangkar dengan ukuran 25 X 25 m. Pada keempat sisinya terdapat anak tangga. Bagian bawah bangunan terdapat bagian selasar (lorong) yang memisahkan dinding selasar dengan badan bangunan yang berlapik. Lapik bangunan berukuran 12 X 12 m. Pada bagian lapik ini terdapat badan bangunan berukuran 10 X 10 m. Ekskavasi di situs ini menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa batu bergores. Unur Blandongan sekarang dalam tahap renovasi. Bangunan yang tampak di situs SEG IX berupa bangunan kolam berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 7,35 X 10,55 m. Ketebalan dinding rata-rata 1,7 m m kecuali dinding sisi timur laut dengan ketebalan lebih dari 4 m. Kedalaman kolam belum diketahui. Unur Serut (TLJ I) berada pada koordinat 06° 03' 359" Lintang Selatan dan 107° 09' 052" Bujur Timur. Di situs ini terdapat empat bangunan. Bangunan TLJ IA belum seluruhnya terungkap. Bangunan ini berupa kaki candi dengan ukuran panjang yang sudah digali 22 m dan lebar 10 m. Bangunan TLJ IB sudah sangat rusak. Dari sisa yang ada diperkirakan berdenah bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 8,5 m. Bangunan TLJ IC berdenah empat persegi dengan panjang sisi 6 m. Pada sisi timur laut terdapat tangga. Bangunan ini dilepa dan dihiasi ornamen yang terbuat dari bahan semen kapur (stucco). beberapa hiasan berupa kepala arca manusia dan binatang dari bahan stucco juga ditemukan dalam runtuhan di bagian luar kaki bangunan candi. Halaman di sekitar bangunan kemungkinan pernah mengalami pengurugan. Permukaan halaman kemudian ditutup dengan lapisan plester dari bahan stucco. Bangunan TLJ ID merupakan kolam. Struktur yang masih tersisa berupa tembok memanjang yang menyiku di dasar kolam. Bangunan di situs TLJ V (Unur Asem) berdenah bujur sangkar berukuran 10 X 10 m. Candi ini dilengkapi dua tangga berada di sisi tenggara dan timur laut. Tangga yang berada di sisi tenggara dibangun lebih kemudian dari tangga yang berada di sisi timur laut. Di bagian atas sisa bangunan nampak susunan bata yang berdenah lingkaran konsentris. Ekskavasi di situs TLJ VIII telah menampakkan sisa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang dengan ukuran panjang 6 m dan lebar 4 m. Pada sisi timur laut dilengkapi tangga. Di bagian tengah bangunan ini terdapat sumuran dengan ukuran 1,80 X 1,75 m. Berdasarkan bentuk bangunan dan beberapa tinggalan arkeologik yang ada dapat dipastikan bahwa bangunan candi di kawasan Batujaya berlatarkan pada Buddha. Kawasan situs Batujaya diperkirakan berkaitan dengan Kerajaan Tarumanegara. Analisis terhadap C14 menunjukkan umur tertua dari abad ke-2 dan termuda dari abad ke-12. Keramik asing yang ditemukan menunjukkan keramik yang diproduksi dari abad ke-9 – 14 M. Beberapa runtuhan bangunan candi tersebut sekarang dalam pemugaran. Candi Jiwa merupakan yang pertama kali selesai dipugar. Pada saat ini yang dalam proses pemugaran adalah Candi Blandongan. Beberapa candi yang lain masih dalam tahap penelitian. Karena masing-masing candi terpisahkan sawah, maka dibangunlah jalan setapak dengan lebar 1 m yang menghubungkan antara Candi Jiwa dan Blandongan. Untuk ke candi yang lain bisa melewati jalan pematang sawah. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=163&lang=#sthash.7xHMoYP6.dpufDi kawasan situs Batujaya terdapat peninggalan dari masa klasik. Kawasan Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” - 107°09’05,91” Bujur Timur. Secara administratif kawasan ini termasuk di wilayah Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya. Situs berada tidak jauh dari dari garis pantai utara Laut Jawa, pada areal persawahan dan sebagian pada areal pemukiman penduduk. Di sebelah selatan situs terdapat aliran Sungai Citarum. Sungai dan persawahan tidak pernah mengalami masa kering. Sepanjang tahun basah oleh genangan dan air resapan. Penelitian di kawasan situs Batujaya dimulai tahun 1975-1976 berupa penelitian penjajagan. Selanjutnya pada 1984 dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Sejak itu kemudian dilakukan peneitian lebih intensif yang dilakukan oleh berbagai lembaga antara lain FS UI, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah (Ditlinbinjarah(, Universitas Tarumanagara (Untar), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), dan Balai Arkeologi (Balar) Bandung. Tinggalan arkeologis di Batujaya hingga tahun 2000 telah ditemukan 24 situs tersebar di Desa Segaran dan Telagajaya. Di Desa Segaran ditemukan 13 situs dan di Telagajaya 11 situs. Dari ke-24 situs ini terdapat beberapa situs yang telah diekskavasi dan menampakkan sisa bangunan candi. Gundukan tanah yang di dalamnya berisi reruntuhan bata-bata kuno masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘unur’. Situs tersebut antara lain Segaran I (SEG I atau Unur Jiwa), Segaran III (SEG III atau Unur Damar), Segaran IV (SEG IV), Segaran V (SEG V atau Unur Blandongan), Segaran IX (SEG IX atau Situs Kolam), Telagajaya I (TLJ I atau Unur Serut), Telagajaya V (TLJ V atau Unur Asem), dan Telagajaya VIII (TLJ VIII). Unur Jiwa telah berhasil diekskavasi semuanya dan pemugaran dimulai sejak tahun 1997 hingga 2004. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 427" Lintang Selatan dan 107° 09' 287" Bujur Timur. Bangunan candi yang ada tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas sisa tubuh candi. Bangunan candi berdenah bujursangkar berukuran 19x19 m. Tinggi bagian yang tersisa 4,7 m. Orientasi bangunan ke arah tenggara – baratlaut. Karena tidak ditemukan adanya tangga atau pintu masuk maka arah hadapnya tidak diketahui. Di bagian atas bangunan terdapat susunan bata yang membentuk bujur sangkar dan susunan bata yang melingkar konsentris membentuk menyerupai kelopak bunga teratai. Bangunan di Unur Jiwa ini sekarang sudah selesai dipugar. Pada papan nama yang terdapat di lokasi itu disebut dengan nama Candi Jiwa. Dengan selesainya pemugaran tampak bahwa profil kaki terdiri pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah lingkaran (kumuda). Sambungan bata pada bagian kaki menunjukkan penggunaan lapisan perekat tipis berwarna putih. Lapisan ini biasa disebut dengan stuco. Pada permukaan bata juga ada yang masih menyisakan lapisan stuco. Berdasarkan jejak seperti itu diperkirakan bahwa dinding bangunan dahulu ditutup dengan lapisan stuco. Di bagian atas terdapat struktur bata melingkar berdiameter sekitar 6 m. Bagian ini mungkin merupakan dasar stupa atau lapik suatu teras. Bagian yang menakjubkan juga terdapat di permukaan atas, yaitu pada sisi-sisinya dibuat bergelombang sehingga memunculkan kesan kelopak bunga teratai yang sedang mekar. Di Unur Damar (SEG III) terdapat sisa bangunan berupa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang berukuran 20 X 15 m. Pada sisi barat laut terdapat bagian tangga yang kondisinya sudah melesak. Di situs SEG IV juga terdapat sisa bangunan berdenah bujur sangkar berukuran 6,5 X 6,5 m dengan tinggi yang tersisa 1 m. Di bagian sisi tenggara terdapat struktur yang menjorok ke luar seperti sisa bagian tangga. Unur Blandongan (SEG VI) merupakan unur yang luasnya relatif sama dengan Unur Jiwa. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 351" Lintang Selatan dan 107°  09' 203" Bujur Timur. Di Unur Blandongan terdapat bangunan candi berdenah bujur sangkar dengan ukuran 25 X 25 m. Pada keempat sisinya terdapat anak tangga. Bagian bawah bangunan terdapat bagian selasar (lorong) yang memisahkan dinding selasar dengan badan bangunan yang berlapik. Lapik bangunan berukuran 12 X 12 m. Pada bagian lapik ini terdapat badan bangunan berukuran 10 X 10 m. Ekskavasi di situs ini menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa batu bergores. Unur Blandongan sekarang dalam tahap renovasi. Bangunan yang tampak di situs SEG IX berupa bangunan kolam berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 7,35 X 10,55 m. Ketebalan dinding rata-rata 1,7 m m kecuali dinding sisi timur laut dengan ketebalan lebih dari 4 m. Kedalaman kolam belum diketahui. Unur Serut (TLJ I) berada pada koordinat 06° 03' 359" Lintang Selatan dan 107° 09' 052" Bujur Timur. Di situs ini terdapat empat bangunan. Bangunan TLJ IA belum seluruhnya terungkap. Bangunan ini berupa kaki candi dengan ukuran panjang yang sudah digali 22 m dan lebar 10 m. Bangunan TLJ IB sudah sangat rusak. Dari sisa yang ada diperkirakan berdenah bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 8,5 m. Bangunan TLJ IC berdenah empat persegi dengan panjang sisi 6 m. Pada sisi timur laut terdapat tangga. Bangunan ini dilepa dan dihiasi ornamen yang terbuat dari bahan semen kapur (stucco). beberapa hiasan berupa kepala arca manusia dan binatang dari bahan stucco juga ditemukan dalam runtuhan di bagian luar kaki bangunan candi. Halaman di sekitar bangunan kemungkinan pernah mengalami pengurugan. Permukaan halaman kemudian ditutup dengan lapisan plester dari bahan stucco. Bangunan TLJ ID merupakan kolam. Struktur yang masih tersisa berupa tembok memanjang yang menyiku di dasar kolam. Bangunan di situs TLJ V (Unur Asem) berdenah bujur sangkar berukuran 10 X 10 m. Candi ini dilengkapi dua tangga berada di sisi tenggara dan timur laut. Tangga yang berada di sisi tenggara dibangun lebih kemudian dari tangga yang berada di sisi timur laut. Di bagian atas sisa bangunan nampak susunan bata yang berdenah lingkaran konsentris. Ekskavasi di situs TLJ VIII telah menampakkan sisa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang dengan ukuran panjang 6 m dan lebar 4 m. Pada sisi timur laut dilengkapi tangga. Di bagian tengah bangunan ini terdapat sumuran dengan ukuran 1,80 X 1,75 m. Berdasarkan bentuk bangunan dan beberapa tinggalan arkeologik yang ada dapat dipastikan bahwa bangunan candi di kawasan Batujaya berlatarkan pada Buddha. Kawasan situs Batujaya diperkirakan berkaitan dengan Kerajaan Tarumanegara. Analisis terhadap C14 menunjukkan umur tertua dari abad ke-2 dan termuda dari abad ke-12. Keramik asing yang ditemukan menunjukkan keramik yang diproduksi dari abad ke-9 – 14 M. Beberapa runtuhan bangunan candi tersebut sekarang dalam pemugaran. Candi Jiwa merupakan yang pertama kali selesai dipugar. Pada saat ini yang dalam proses pemugaran adalah Candi Blandongan. Beberapa candi yang lain masih dalam tahap penelitian. Karena masing-masing candi terpisahkan sawah, maka dibangunlah jalan setapak dengan lebar 1 m yang menghubungkan antara Candi Jiwa dan Blandongan. Untuk ke candi yang lain bisa melewati jalan pematang sawah. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=163&lang=#sthash.7xHMoYP6.dpufvvv

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya