×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Ukir Batu

Elemen Budaya

Naskah Kuno dan Prasasti

Provinsi

Jawa Tengah

Asal Daerah

Dinasti Syailendra

Relief Lalitavistara Candi Borobudur

Tanggal 15 Jan 2013 oleh hokky saavedra. Revisi 10 oleh Suparmin pada 15 Jan 2013.

Lalitavistara: Kitab yang menceritakan Kisah kehidupan Sang Buddha. Di dalam candi Borobudur, tepatnya di sekeliling lantai kedua, di panel bagian atas di sebelah dalam, diilustrasikan kisah lengkap Lalitavistara. Berikut ini adalah hasil dokumentasi yang dilakukan disertai dengan kisahnya terkait kitab Lalitavistara.

Catatan:

1. Halaman ini memuat beberapa puluh gambar, tunggu beberapa saat untuk bisa me-load semua gambar

2. Keterangan tentang adegan yang digambarkan dalam relief terdapat dalam keterangan tiap gambar.

Di surga Tusita makhluk-makhluk srgawi memberi petunjuk bahwa setelah Sang Buddha terus-menerus menyempurnakan diri sebagai Bodhisativa, telah tiba waktu baginya untuk lahir... Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Dewa-dewa di seluruh tempat mmendengarkan tentang kedatangan Bodhisativa yang akan segera terjadi di bumi. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Terlihat dewa-dewa yang turun ke bumi dan mengambil benntuk dan peran sebagai brahmana membantu persiapan kelahiran Boddhisativa ke bumi. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Boddhisativa akan lahir di daerah Waranasi (Benares, India) dan dalam relief terlihat dewa-dewa (sisi kiri) pun turun ke sana untuk mewartakan kelahiran Yang Agung kepada ratusan pertapa (pratyekabuddha) yang menetap di tempat tersebut untuk mempersiapkan penyambutan. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Relief ini menggambarkan ketika sebelum dilahirkan ke bumi, Boddhisativa mengajarkan dasar-dasar dharma, yaitu 108 Pintu Berkilau ke Dalam Dharma. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Relief ini menggambarkan keadaan di Surga Tusita sesaat sebelum lahirnya Buddha ke bumi di mana sang Boddhisativa menobatkan (memberi mahkota) pada Boddhisatia Maitreya sebagai Buddha selanjutnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Para dewa bermusyawarah bagaimana cara Boddhisativa akan masuk ke rahim ibunya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Buddha akan lahir di keluarga Raja Suddhodana di Kapilawastu dari rahim istrinya Ratu Mayadewi. Relief ini menggambarkan saat Ratu belum menyadari takdirnya dan tengah meminta izin pada raja untuk menyepi dan berpuasa. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Para dewa turun beramai-rama ke bumi untuk memberikan penghormatan pada Sang Ratu yang akan menjadi ibunda sang Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Relief ini menggambarkan persiapan para dewa yang turun ke bumi, membicarakan siapa yang akan mendampingi Boddhisativa turun ke bumi dan memberi penghormatan terakhir terhadap calon Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Relief ini menggambarkan penghormatan banyak Boddhisativa dari berbagai dimensi yang memberikan penghormatan pada calon Buddha yang akan turun ke bumi. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Relief ini menggambarkan momen keberangkatan Boddhisativa yang akan turun ke bumi dengan beragam makhluk surgawi yang melepasnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Ratu Mayadewi digambarkan tidur dan sedang bermimpi bahwa Boddhisativa masuk ke dalam rahimnya dalam bentuk gajah putih, dan saat itu pula teratai raksasa yang merupakan perwujudan seluruh saripati mencapai surga Brahma. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Relief ini menggambarkan suasana di dalam rahim ibunda Buddha, di mana Buddha bersemayam dan memancarkan Dharma pada dewa-dewa yang mengunjunginya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Sang Ratu Mayadewi berjalan diiringi pengawalan kerajaan menuju taman Ashoka. Digambarkan di sisi kiri, ia sedang berbicara pada seorang pembantunya untuk memanggilkan suaminya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Relief ini menggambarkan Raja Suddhodana yang setiba di taman merasa tak kuat melanjutkan perjalanan, karena isterinya sedang mengandung sang Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Sang ratu menceritakan pada suaminya tentang mimpinya, seekor gajah putih yang masuk ke dalam tubuhnya. Di belakang sang raja adalah para Brahmana yang memberikan tafsir mimpi itu. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
<p> Seorang Brahmana lalu menafsirkan mimpi tentang kedatangan seorang raja, sang Buddha, dari rahim ratu. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Relief ini menunjukkan raja yang memberikan persembahan pada Brahmana oleh rasa bahagia mendengar tafsir mimpi itu. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Relief ini menggambarkan Dewa Indra dan raja Suddhodana yang mempersiapkan kelahiran sang Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> <span style="box-sizing: border-box; font-weight: 700; color: rgb(110, 110, 110); font-family: 'Open Sans', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.6000003814697px; background-color: rgb(250, 250, 250);">Reliefs 21<br style="box-sizing: border-box;" /> Ratu Maya berada di lebih dari satu istana</span><br style="box-sizing: border-box; color: rgb(110, 110, 110); font-family: 'Open Sans', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.6000003814697px; background-color: rgb(250, 250, 250);" /> <span style="color: rgb(110, 110, 110); font-family: 'Open Sans', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.6000003814697px; background-color: rgb(250, 250, 250);">Lalitavistara, South Wall, Panel 21</span></p> <p> <span style="color: rgb(110, 110, 110); font-family: 'Open Sans', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.6000003814697px; background-color: rgb(250, 250, 250);">Melalui kekuatan meditasi, Bodhisattva membuat Ratu terlihat secara bersamaan di semua istana. Hal ini dilakukan untuk menghindari kecemburuan. Sang Makhluk Agung yang belum lahir menciptakan keajaiban penampakan serentak ibu-Nya di semua istana-istana berbeda yang dibangun untuk menghormati permaisuri</span></p>
Karena mengandung sang Buddha, ibunda ratu menjadi mampu melakukan banyak mujizat. Di sini ia digambarkan mampu menyembuhkan orang-orang sakit. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Relief ini menggambarkan pangeran-pangeran Sakhya yang memberikan bantuan pada banyak orang-orang miskin demi menyambut kelahiran Sang Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Relief ini menggambarkan sang Raja yang menjalani ritual berpuasa dan menyepi untuk merenungkan peristiwa kelahiran Sang Buddha yang akan segera terjadi. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Di bulan kesepuluh kandungan sang Buddha, tiba-tiba muncullah singa-singa yang mengelilingi kota tapi tak mnenyakiti siapapun, juga kawanan gajah putih yang ditunjukkan bersujud pada sang Raja. Alam semesta menyambut kelahiran sang Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Menjelang waktu bersalin yang mendekat, sang Ratu memohon izin pada suaminya untuk berangkat ke Taman Lumbini, tempat di mana banyak pohon Sala di musim semi. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Dewa dan manusia menyertai perjalanan sang Ratu mengendarai kereta menuju Taman Lumbini. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Gadis-gadis muda dari desa mengantarkan makanan pada Sakyamuni, yang lalu memulihkan kekuatan dan pancaran cahaya dari wajahnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Potongan kain yang dipakainya selama enam tahun terakhir sudah sepenuhnya usang Sakyamuni pergi ke suatu makam dimana ia memungut selembar kain berdebu yang bar saja membungkus mayat seorang anak perempuan kecil. ketika mencuci kain tersebut di kolam, Mara, Iblis yang jahat, berupaya mempermaiknanya dengan tiba-tiba meninggikan tepi kolam, hingga Sakyamuni tidak bisa keluar dari kolam. Seorang dewi pohon datang menyelamatkannya, dengan membengkokan cabang-cabang pohon kakhuba yang dihuninya jauh ke dalam sehingga Sakyamuni bisa menarik dirinya keluar dari dalam air. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Dewa merasa iba dan memberikan kain pakaian yang lebih pantas pada Sakyamuni. Kain itu dicelpu ke dalam kunyit sehingga berwarna kuning jingga. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sujata, putri kepala desa, diam-diam berdoa agar Bodhisattwa berhenti mempraktikkan puasa yang menyiksa diri. Sekarang setelah doanya terkabul, ia mempersiapkan sari- sari yang bergizi yang berasal dari seribu sapi, mencampurkanya dengan madu, dan mengirimkan pembantunya untuk menjemput sang Pertapa yang terlihat mendekati dari semua arah pada saat bersamaan. Berikut susu, ia bersikeras mempersembahkan mangkuk emas kepada Sakyamuni yang digunkan untuk menyajikan makanan istimewa tersebut. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sakyamuni membasuh diri di sungai sambil membawa bubur susu dari Sujata. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Para dewaputera menyertai Sakyamuni mandi di sungai, dan mereka mengambil air basuhannya untuk dibawa ke istana surga. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Seusai mandi, puteri Naga menawarkan takhta penuh hiasan pada Sakyamuni untuk beristirahat. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sakyamuni menikmati hidangan yang diberikan Sujata dan ia memikirkan gadis itu dan merasa sangat berterimakasih. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Setelah makan, Sakyamuni melemparkan mangkuk emas ke dalam Sungai Nairanjana, dan mangkuk tersebut mulai hanyut melawan arus, satu lagi pertanda bahwa pencerahan sudah dekat. Sagara, raja para naga, memungut mangkuk itu, tapi tak berapa lama bergumul dengan Dewa Indara, yang, setelah mengambil wujud seekor Garuda, merebut mangkuk itu untuk dirinnya sendiri dan membawanya ke Surga Tiga Puluh Tiga Dewa. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sakyamuni hendak duduk di bawah Pohon Bodhi, dan meminta seorang pemotong rumput bernama Swastika untuk memberikan rumput Kusa sebagai alas duduknya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Bunga mekar dan pohon membungkuk menyambut kemenangan Sakyamuni, juga dewa-dewa yang dipimpin oleh Brahma dan Indra. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Dewa-dewa menghias pohon Bodhi agar Sang Tercerahkan memilihnya menjadi pohon kebijaksanaan sempurna. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sang Tercerahkan tak mau membuat para dewa kecewa, ia melakukan samadi Lalitawyuha, sehingga ia bisa terlihat duduk serempak di bawah semua pohon yang dihias dewa-dewa. Semua dewa memberi hormat pada Sang Tererahkan. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Dalam upaya mencegah Sakyamuni mencapai pencerahan, Mara, Iblis yang jahat, mengerahkan pasukan setan, yang dipimpin oleh jenderal-jenderal bertampang seram yang melambangkan segala bentuk nafsu keinginan, kemalasan, dan kemarahan, dalam serangan pemungkas melawan Sakyamuni yang duduk bermeditasi di bawah pohon Bodhi. Mara sendiri telah menghabiskan tak terhingga banyak kehidupan untuk menyempurnakan keterampilan jahatnya, dan-berkebalikan dengan Sakyamuni-ia mampu mengumpulkan sejumlah saksi untuk menyaksikan perbuatan jahatnya. Sakyamuni menjawab dengan menyentuh Bumi dengan tangan kanannya dan memanggil Bumi sebagai saksinya terhadap air pengorbanan yang tak terhingga jumlahnya yang telah ia kumpulkan selama kehidupan Saat ini dan kehidupan-kehidupan lampaunya. Sthavara, Dewa Bumi, datang untuk menolong Sakyamuni, membawa serta sejumlah besar pasukannya yang jauh melampaui jumlah pasukan Mara untuk kemudian mengalahkan pasukan Mara. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Mara tidak menyerah dalam upayanya mencegah Sakyamuni mencapai pencerahan. setelah pasukannya gagal, Mara mengimkan tiga putrinya yang cantik-Rati (Kemelekatan), Arati (kebencian), dan Trsna (Nafsu Keinginan) untuk mengalihkan perhatian Sakyamuni dari pencapaian langkah terakhir yang akan menuntunnya pada kebuddhaan. Ketiga wantia berikut dayang-dayangnya melakukan segala macam upaya yang terpikirkan untuk menggoda Sakyamuni, tapi upaya mereka gagal, dan Sakyamuni, setelah menaklukkan semua bentuk nafsu keinginan, dengan lembut mengusir mereka. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Setelah menaklukan Mara, Sakyamuni, duduk di bawah pohon Bodhi, meraih empat tingkat meditasi. Menetap dalam keseimbangan batin yang sempurna, dengan mata surgawi yang murni, ia kemudian memfokuskan perhatian pada malam pertama pencapaian pencerahannya untuk mendapatkan pemahaman langsung terhadap prinsip-prinsip karma yang dikendalikan oleh berubahnya karma seseorang. Selama pemusatan perhatian malam kedua, Bodhisttwa mengingat kembali semua kelahiran-kelahiran lampaunya, mengalami dan memahami bagaimana ia bergerak dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya dalam kelahiran kembali yang tak terhingga jumlahnya. Pada pemusatan perhatian malam ketiga, Bodhisattwa pada akhirnya meraih pemahaman langsung tentang sebab penderitan universal dan memahami mekanisme "sebab-akibat yang saling bergantung" atau "Hukum Sebab-Akibat" yang mengendalikan hidup kita. Demikian ia meraih Pencerahan yang lengkap sempurna dan menjadi seorang "Buddha", "Makhluk Tercerahkan." Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Para dewa menyirami dan memayungi Buddha dengan bunga surgawi dan payun berhias permata. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Tathagata (salah satu gelar Buddha) duduk diatas takhta "Raja Dharma" dan dipuji oleh tak terhingga makhluk-makhluk surgawi sebagai "Raja diantara para Penyembuh," ia yang mengobati seluruh alam semesta dari segala jenis penyakit memberikan pembebasan dari segala penderitaan, serta menuangkan nektar keabadian. Seiring tibanya para Bodhisattwa dan dewa-dewa dari semesta tak berhingga untuk mengakui pencapaian pencerahaan sempurna seorang Buddha, dan seiring dengan mereka mengelilinginya tiga kali, Buddha menyaksikan terkuaknya pertunjukan Agung seorang Buddha (Lalitawistara): bumi meregang selembut telapak tangan, di mana-mana teratai bermekaran, memancarkan cahaya-cahaya murni yang tak terucapkan, dan semua pepohonan di alam semesta merunduk di hadapan Tathagata yang mulia memancarkan ratusan ribu pancaran cahaya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Setelah Pencerahannya, Buddha duduk dalam posisi wajrasana selama seminggu penuh di bawah pohon Bodhi Agung, menatap kenikmatan tertinggi langsung di matanya tanpa berkedip, di pohon kebijaksanaan dan mencapai meditasi Prityaharawyuha, "Perolehan Santapan Sukacita". Tangan kananya telah berubah posisi untuk mengambil sikap "abhayamudra", yang melambangkan "penaklukan ketakutan". Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Selama seminggu ke dua dan keempat setelah pencerahan, Tathagata menempuh perjalanan mental yang jauh melalui "tiga ribu besar dunia" dan dari lautan timur ke lautan barat, namun selalu kembali ia mengambil posisi duduknya pada pohon-pohon yang berbeda di sekitar pohon Bodhi Agung. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Selama minggu kelima setelah Pencerahan Buddha, muncullah satu badai besar. untuk melindunginya dari hujan lebat, Raja Naga Mucilinda melengkungkan tubuhnya memayungi sang Tathagata, dan mengembangkan ketujuh kepalanya yang berubah wujud menjadi seperti payung yang melindungi kepala Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Dalam perjalanan menuju sebatang pohon beringin di sekitar Pohon Bodhi Agung, Buddha bertemu sejumlah petapa yang menanyakan bagaimana beliau menghabiskan minggunya saat terjadi badai. Beliau memberitahukan mereka bahwa dirinya menikmati ketenangan setelah kondisi kebahagian yang amat sangat yang dialaminya ketika mempersiapkan Dharma. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
<p> Sebuah karavan, yang dipimpin oleh pedagang Trapusa dan Bhallika, dipaksa berhenti tanpa sabab yang tampak oleh mata ketika mendekati pohon yang menjadi tempat Buddha bermeditasi. Setelah diyakinkan oleh dewi pohon, kedua pedagang mempersembahkan sedikit makanan kepada Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012</p>
Merasa tidak pantas menerima makanan dengan tangannya, Buddha merefleksikan bagaimana para Tathagata di masa lampau menerima persembahan makanan. "Para Pelindung Keempat Penjuru" mendekatinya, masing-masing mempersembahakan satu mangkuk. Supaya tidak menyinggung siapa pun di anatara keempatnya, Buddha menerima keempat mangkuk dan menyatukan keempatnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Pedagang Trapusa dan Bhallika mempersembahkan makanan yang disarikan dari susu dan madu kepada Buddha. Sang Tathagata dengan hangat menghargai mereka selaku dua orang pertama yang mempersembahkan makanan kepadanya setelah Pencerahan dan memberkahi mereka. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Ketika merenungkan pengalaman mendalam akan Pencerahannya, Buddha meraskan kebijaksanaan yang tidak diperoleh terlampau rumit untuk disampaikan kepada siapa pun kecuali kepada orang-orang yang sudah sangat terpelajar dan ahli dalam meditasi. "Tanpa kata-kata. ucapan menjadi murni" Membaca pikiran Buddha, Brahma Agung, diikuti oleh sejumlah dewa yang tak terkira banyaknya, lalu mendekati Tathagata untuk mengingatkanya, bahwa pada mulanya ia berjuang untuk mengeluarkan semua makhluk dari lingkaran kebodohan mereka. Mereka membujuk Buddha untuk nmembagikan pengetahuan yang sudah didapatkannya kepada dunia. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Walaupun para dewa memohonnya untuk mengajarkan Dharma, karena kalau tidak, maka dunia akan musnah, pada mulanya Buddha enggan melakukannya dan merenungkan : "Dharma yang telah kudapatkan begitu mendalam, halus dan tidak mudah dipahami, ia berada di luar apa yang bisa dicerap oleh kecerdasan pikiran, dan di luar penalaran, ia bersifat sunya tanpa inti, penghentian segala bentuk nafsu keinginan, ia adalah Nirwana." Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Buddha memutuskan untuk mengajarkan Dharma pertama kali kepada dua mantan gurunya, tapi dengan mata batinnya, ia melihat bahwa keduanya telah meninggal dunia. Terlintas di benak Buddha bahwa ia harus menyesuaikan ajarnnya menurut kapasitas pendengarnya, yang ia bandingkan dengan teratai yang bermekaran pada tahap-tahap berbeda; ada makhluk yang bodoh dan tertutup debu matanya; mereka akan membusuk dan dimakan oleh kura-kura, tanpa pernah mencapai permukaan air: ada pula makhluk lain, yang hampir mencapai permukaan air, dengan demikian berkesempatan mencerap sedikit kebijaksanaan yang akan disamapaikannya; dan ada pula makhluk yang telah muncul dari dalam air dan terbuka seperti kelopak teratai yang indah, siap untuk menerima Dharma dengan kejayaan penuhnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Buddha berangkat menuju "Taman Rusa" dekat Waranasi tempat ia berniat "memutar Roda Dharma," yakni memulai pembabaran Dharma, pertama-tama kepada lima mantan rekan petapanya. Ketika ditanya mengapa memilih Waranasi, ia menjelaskan bahwa telah tak terhitung berapa kali orang-orang suci mengunjungi tempat itu dan ia sendiri juga pernah melakukan banyak persembahan di sana pada saat kehidupan lampaunya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Dalam perjalanan menuju Wanasari, Buddha bertemu seorang petapa yang bertanya siapa gurunya dan mempertanyakan dirinya untuk menegaskan apakah ia-lah Sang Makhluk yang Tercerahkan Sempurna, Buddha, Arhat-guru semesta dunia-seorang Jina, yang sudah menghancurkan segala halangan. Buddha menjawab bahwa ia tidak memiliki guru dan menjawab benar bagi semua pertanyaan lainnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sebelum meninggalkan wilayah tersebut, Raja Naga Sudarsana mengundang Buddha ke istananya di Gunung Gaya. Sejumlah besar naga, ditunjukkan di sini dengan hiasan kepada yang khas yang terdiri dari beberapa kepala ular, memberikan penghormatan kepada Yang Tercerahkan. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Selama melewati kota Rohitawastu, jamuan selamat datang yang meriah digelar di istana setempat yang dipersembahkan untuk menghormati Buddha. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Perjalanan Buddha menuju Waranasi ditandai dengan sejumlah perayaan dimana penguasa-penguasa setempat memberikan penghormatan kepada Tathagata. Takhta kehormatan raja diberikan kepada kembang teratai mekar sebagai simbol penghormatan kepada yang Tercerahkan. Anggota istana naga terlihat memegang payung di atas kepala Buddha yang pencerahannya dilambangkan dengan kaki yang menginjak mahkota teratai yang sedang mekar. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Sepanjang jalan menuju Waranasi, Buddha disambut dengan penghormatan dan penghargaan luar biasa. Hadiah-hadiah luar biasa dipersembahkan kepadanya, tapi ia menolak untuk menerima itu semua. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Ketika Buddha akhirnya tiba di tepi Sungai Gangga di seberang Waranasi, ia meminta pengemudi kapal penyeberang untuk menyeberangkannya. Ketika sang pengemudi menolak melakukannya tanpa bayaran,yang Tercerahkan kemudian menyeberangi sungai lewat udara, yang menyebabkan pengemudi kapal pingsan tak sadarkan diri. Belakangan pengemudi kapal melaporkan kejadian ajaib itu kepada Raja Bimbisara yang sejak saat itu menghapuskan segala biaya untuk semua petapa. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Setelah mencapai kota suci Waranais, Buddha mengenakan jubah biksunya dan keluar untuk menerima dana makanan. setelah memakan apa yang diberikan kepadanya, ia melanjutkan perjalan ke Taman Rusa di Rispatana, di tempat ia berharap bertemu dengan lima mantan muridnya. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Ketika Buddha bertemu dengan lima mantan muridnya di Taman Rusa, Rsipatana, pertama-tama mereka menolak menyapanya karena mereka tidak bisa menerima bagaimana ia bisa mencapai pengetahuan unggul tanpa berpuasa. Tapi seiring dengan mendekatnya Tathagata, mereka tidak mampu untuk tidak terpukau oleh kecermelangannya dan kemudian berdiri memberi hormat. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Tak berapa lama Sang Buddha dan para mantan muridnya bertukar sapa beberapa kata dan kemudian kelima petapa bersedia menerima intruksi dari yang Tercerahkan, lalu penampilan Sadhu mereka sepenuhnya lenyap, berganti dengan penampilan para biksu, dengan kepala dicukur dan sebuah mangkuk makan. Mantan petapa ini kemudian menjadi lima murid Buddha yang pertama, yang membantunya menyebarkan Dharma kemana-mana. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Ketika mereka memandikan sang Guru di sebuah kolam air jernih yang dikelilingi para naga, kelima murid menyirami Buddha dengan air yang bersumber dari pot air mereka. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012
Di tempat dimana para Tathagata terdahulu telah memutar Roda Dharma, menucullah seribu takhta. Buddha duduk di atas salah satu takhta dan seiring dengan ia mulai berbicara, Sejumlah berkas cahaya luar biasa memancar keluar dari sudut-sudut alam semesta, mengatur semua dewa dan manusia untuk mendengarkan yang Tercerahkan, yang memutar Roda Dharma dengan memberikan Khotbah pertama,merangkum ajaran mendasra pada keyakinan Buddhis. Foto: Hokky Situngkir Candi Borobudur Lt. 1 Sisi Relief Bagian dalam panel atas Tanggal: 27 April 2012

DISKUSI



  • Informasi

    Ada ngak Relief tentang perahu bertiang dua di data Anda ?.

    Diskusi oleh Zulengka_tangallilia . 24 Jan 2016, 00:50:46.


  • TERBARU


    Tradisi Sekaten...

    Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
    Tradisi Sekaten Surakarta

    Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

    Seni Tari di Ci...

    Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
    Seni Tari Banyumasan

    Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

    Wayang Banyumas...

    Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
    Wayang Banyumasan

    Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

    Ekspresi Muda K...

    Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
    Ekspresi Muda Kota

    Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

    Refleksi Realit...

    Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
    Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

    Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

    FITUR


    Gambus

    Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
    Alat Musik

    Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

    Hukum Adat Suku...

    Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
    Aturan Adat

    Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

    Fuu

    Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
    Alat Musik

    Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

    Ukiran Gorga Si...

    Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
    Ornamen Arsitektural

    Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...