Ramayana sebuah karya sastra bertembang yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. kitab Ramayana diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung. Beliau adalah raja yang menguasai wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 820-830 Saka. Angka tersebut didapat atau diperkirakan dari penggunaan bahasa pada kitab Ramayana itu sendiri yang dibandingkan dengan tembang atau prasasti yang ada di tanah Jawa. Menurut Zoetmulder, Ramayana adalah kakawin yang paling populer. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya jumlah salinan yang ditemukan. Kakawin Ramayana terdiri dari duapuluh enam pupuh.
Ramayana bercerita tentang kehidupan antara Rama dan Sita. Ada beberapa versi cerita Ramayana yang berkembang di India. Salah satu yang paling populer adalah karangan Walmiki. Namun, Ramayana yang ada di Indonesia rupanya tidak berpatokan dengan cerita Ramayana yang dikarang oleh Walmiki. Kakawin Ramayana yang ada di Indonesia, menurut seorang sarjana India Manomohan Gosh mirip dengan kitab Bhati-kavya. Penelitian itu lalu disetujui oleh Hooykas dan Bulcke. Namun kedua peneliti tadi memberi catatan bahwa sejak pupuh ke 17 ada perbedaan yang jelas antara kakawin Ramayana dengan Bhati-kavya. Memang belum ada kepastian yang jelas kenapa ada perbedaan yang jauh di sepertiga isi kakawin terakhir. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyair menggunakan kreativitasnya, ada yang mengatakan bahwa penyair awal meninggal sebelum kakawin itu selesai dan kakawin tersebut dilanjutkan oleh penyair lain.
Pengarang dari kakawin Ramayana sendiri belum bisa dibuktikan secara jelas. Menurut cerita di Bali, kakawin ini dibuat oleh Yogiswara. Mungkin pendapat ini berdasarkan dari suatu bagian di akhir kakawin Ramayana itu sendiri yang berbunyi :
“Hati guru yoga (yogiswara), dia yang unggul dalam keutamaan. . .”
Namun, masih belum ada bukti yang cukup valid untuk membenarkan pendapat tersebut.
Zoetmulder memberikan catatan mengenai pendapat yang mengatakan bahwa relief relief yang ada di candi Prambanan berasal dari kakawin Ramayana. Namun ia menarik kesimpulan bahwa kakawin Ramayana belum ada ketika candi-candi itu diselesaikan.
Daftar Pustaka
Poerbatjaraka, Tardjan hadidjaja, 1952, Keputakaan Djawa. Jakarta: Djambatan.
Zoetmulder, P.J, 1983, Kalangwan “Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang”. Jakarta: Djambatan.
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.