|
|
|
|
Prasasti Tuhanaru Tanggal 03 Jan 2019 oleh Roro . |
Entah dari mana dan kapan pemakaian nama sejenis ikan hewan laut dipakai sebagai nama orang pada zaman Majapahit. Yang jelas pada zaman Majapahit beberapa nama orang sekelas bangsawan apapun tingkatannya tidak ada yang memakai nama atau gelar yang mengambil nama sejenis ikan. Rata-rata mereka memakai nama hewan darat atau hewan terbang/angkasa. Selebihnya jika dikaitkan dengan nama hewan melata adalah sejenis ular atau buaya.
Orang-orang pada zaman Majapahit kebanyakan memakai nama sejenis hewan darat dengan sifat-sifat yang mencitrakan kekuatan, keberanian, kegarangan, dan kelincahan seperti kidang telangkas, kuda sempana, jaran panoleh, sima rodra, singa yudha, mahesa cempaka, lembu sora, kebo kenongo, dan gajah mada. Sedangkan hewan sejenis burung seperti Hayam Wuruk, Sawung Galing, Gagak Seta, dan jenis hewan air seperti Bajul Sengara, Sawer Wulung, atau yang lainnya jarang dipakai. Apalagi hewan air sejenis ikan,tampaknya sulit atau tidak ditemukan pada orang-orang sezaman yang memakainya. Tidak ada orang-orang Majapahit yang memakai nama depan dari jenis ikan seperti lele, bader, bandeng, apalagi Tombro, tampaknya
janggal.
Kalaupun ada, konon hanya seorang yang memakai nama jenis ikan yaitu Adipati Pati yang bernama Tombronegoro. Nama ini jelas tertulis dalam Babad Pati local (pupuh 646, halaman 113) dan Buku Pakem Jilid II, Sejarah Pati, Djoewana lan Rembang (Halaman 130). Tapi dalam Babad Pati terbitan Balai Pustaka tidak ada tertulis nama Tombronegoro. Diceritakan Tombronegoro Adipati Pati hadir dalam pertemuan di Majapahit pada masa Brawijaya II bernama Jaka Pekik, putra Jaka Suruh.
Oleh Tim Hari Jadi Pati 1994 (THJP 1994) dinyatakan dengan pembuktian adanya kehadiran Adipati Pati Tombronegoro di Majapahit yang tertulis dalam prasasti Tuhanaru yang dikeluarkan oleh Raja Majapahit bergelar Prabu Jayanegara tahun 1323 di Desa Sidateka (sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati, 1994, halaman 48).
Akan tetapi setelah dibaca dan diamati dengan teliti dalam prasasti Tuhanaru yang teks aslinya dicantumkan dalam lampiran 1, halaman 58-67, dan terjemahannya pada lampiran 2 halaman 68-71, pada Buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati 1994 oleh Tim Penyusun Hari Jadi, tidak ditemukan nama Adipati Pati Tombronegoro tercantum dalam prasarti Tuhanaru.
Pada lampiran 1, halaman 60-61, butir 1b, 2a, 2b, atau pada lampiran 2, halaman 68 butir 1b, 2a, 2b. Dalam buku tersebut tercatat dalam prasasti Tuhanaru sejumlah 24 orang pejabat Kerajaan Majapahit yang hadir dalam penutupan prasasti Tuhanaru. Di antara mereka ada dua orang pejabat yang memakai nama atau gelar yang beridiom “Pati” yaitu Sang Wredhamantri Sang Aryya Patipati Pu Kapat (teks asli: San Matri Wrddhengtajna San Aryya Patipati Pu Kapat) dan Sang Aryya Jayapati Pu Pamor (teks asli: San Aryya Jayapati, Pu Pamor) yang mana di antara mereka dianggap sebagai Adipati Pati Tombronegoro ?
Kalau logika yang dipakai karena ada nama “Pati”-nya sehingga dianggap sebagai Adipati Pati, lantas apakah semua Adipati dan Senopati berasal dari Pati? Yang jelas memang Pragola Pati adalah Adipati Pati, termasuk Najib Kertapati dan Soleh Pati berasal dari Pati.
Dalam Kamus Kawi-Jawa oleh CF. Winter SR. dan R. Ng. Ronggowarsito, halaman 20, diartikan “Patipati” adalah “Kalangkung-langkung”. Jadi Sang Aryya Patipati Pu Kapat dapat diartikan “Pu Kapat ingkang linangkung”, maksudnya Pu Kapat adalah orang yang kesaktiannya sanagat tinggi. Orang yang berkemampuan demikian paling tidak beliau adalah seorang Senopati perang, Sang Wedhamantri Sang Aryya Patipati.
Oleh Prof Dr Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakertagama, halaman 185, dijelaskan pada zaman Majapahit, para pegawai pemerintahan disebut “tanda”, masing-masing diberi sebutan atau gelar sesuai dengan jabatan yang dipangkunya. Para tanda Majapahit dapat dibagi atas tiga golongan, yakni: 1) Golongan Rakyan, 2) Golongan Arya, 3) golongan Dang Acarya.
Dilihat dari gelarnya,Pukapat termasuk golongan Arya, lebih rendah dari golongan Rakyan. Lebih lanjut,Prof Dr Slamet Muljana menjelaskan pada halaman 187dibukunya tersebut, karena jasa-jasanya seorang Arya dapat dinaikkan menjadi Wreddhamantri atau Menteri Sepuh.
Pada buku tersebut, di atas pada halaman 208 disebutkan penjelasan tentang siapa sebenarnya Pukapat, diuraikan pada piagam Raja Kertarajasa yang dikeluarkan pada tahun 1296. Pada piagam itu, dijelaskan bahwa Panji Patipati Pu Kapat,sahabat karib dan sahabat karib dan pengawal setia Raja Kertarajasa Jayawardhana. Sejak muda beliau di istana Singasari. Panji Patipati Pu Kapat mendapatkan anugerah tanah di Sukamerta dari Sri Baginda Kertarajasa sebagai balas jasa. Pada hakikatnya, piagam penanggungan di atas dikeluarkan sebagai pengukuhan anugerah tanah Sukamerta kepada Pu Kapat.
Sekarang apakah mungkin Panji Patipati Pu Kapat seorang Wreddhamantri (menteri sepuh) di masa Raja Kertarajasa (Raden Wijaya), ayah Jayanegara diidentikkan sebagai Adipati Tombronegoro. Apakah mungkin Pu Kapat yang sedang sepuh dalam waktu yang sama juga menjabat sebagai Adipati Pati? Yang jelas dalam piagam penanggungan tersebut, Pu Kapat tinggal di Sukamerta, lereng Gunung Penanggungan, Jawa Timur, bukan di Pati Jawa Tengah.
Lebih jelasnya, berikut daftar nama 24 orang pejabat Majapahit yang tertera dalam Prasasti Tuhanaru. Dalam lampiran 2, halaman 62, butir 1b, 2a,2b (terjemahan) pada buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati, nama-nama pejabat Majapahit yang diketik ada yang tidak sesuai dengan yang tertulis di Prasasti Tuhanaru. Oleh karena itu, kami sertakan daftar 24 orang pejabat Majapahit tersebut yang langsung kami kutipdari teks asli Tuhanaru dengan sedikit penyesuaian huruf dan pembacaannya.
Daftar Nama Pejabat Majapahit dalam Prasasti Tuhanaru :
Sri Sundarapandyadewa Dhiswara Wirakramattunggadewa
Smaranatha
(Dikutip dari buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati, 1994, lampiran 1, naskah asli Piagam Tuhanaru dalam Bahasa Jawa Kuno, halaman 60-61, butir 1a/b dan 2a/b).
Dari 24 nama pejabat Majapahit tersebut dalam daftar di atas, adakah tercantum nama Adipati Pati Raden Tombronegoro ? Seperti apa yang diceritakan Babad Pati tentang Tombronegoro dalam pertemuan di Majapahit pada masa Brawijaya II atau Jayanegara (1309-1328).
Sumber : https://argakencanacom.wordpress.com/2018/08/30/identifikasi-tombronegoro-dalam-prasasti-tuhanaru/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |