Prasasti Dawangsari merupakan utpala praÅasti yang terbuat dari batu andesit dengan tinggi 68,5 cm, lebar 34 cm, dan tebal 13 cm. Prasasti ini tidak berangka tahun dengan menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno sebanyak 23 baris. Bentuk Sloka terdiri atas 9 bait. Setiap bait terdiri atas 4 baris dan jumlah suku kata dalam satu baris ada 8 buah, jadi bermetrum anustubh. Secara keseluruhan, aksara masih jelas kecuali pada baris 16, 17, 18, dan 19 ada beberapa aksara yang kabur. Hurufnya bulat dan miring ke kanan besarnya tidak sama yang digolongkan ke dalam aksara Kawi Awal.
Prasasti ini ditemukan pada 16 November 1979 oleh Pak Wongsorejo ketika hendak mengolah tanahnya di Dukuh Dawangsari, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prasasti Dawangsari kini disimpan di Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta dengan nomor inventaris BG 355.
Sebelumnya, prasasti ini pernah ditelaah secara singkat oleh Rita Margaretha S dalam salah satu artikelnya yang berjudul “Telaah Singkat Prasasti Dawangsari” dalam Proceedings Pertemuan Ilmiah Arkeologi V Jilid IIa Tahun 1989. Pembacaan prasasti juga pernah dilakukan oleh Riboet Ds dan Cahyono P.
Prasasti Dawangsari berisi petuah dan pemujaan orang-orang sÄdhu (pendeta) kepada WinÄyaka, nama lain dari GaÅeÅa. Selain itu, disebutkan juga bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini semua dilihat oleh dewa. Sesuai dengan peranannya dengan nama WinÄyaka yang biasa disebut dalam bagian sapathapada prasasti, yaitu dewa yang dapat melihat segala perbuatan manusia.
Alih aksara:
i wulatta kita sÄdhu ttiá¹...hali
guÅa dosa waih wulati citta tan
wyartha tiÅon sad adikamnika //1// HaywÄ
gya umudi nuaÅ len Åuni waiḥ yat
chalan naya acintya buddhi nin satwa wisti
rna gaganopama //2// Nahan tinonta
salawas wuÅkal kewala tekana tuwi Ä
sta ikaÅ satwa masotya malaku hurip //3//
nihan saphala rupanyan katon pra
tyaká¹£a dewatÄ wismaya ÅuaÅ manon
saksÄt winÄyaka di parwata //4// wÅ--ddhi bu
ddha niraÅ sÄdhu tustha deni gawai hayu hilaÅ
haÅkÄra ni nÄ«ca manon atyanta dÄruÅa //5//
mataÅya rasike lingku sira sarwaña ri ja
gat mawaiḥ bara ri saÅ sÄdhu mÅ--tyu tulya
nireÅ khela //6// anuÅ nastika buddhinya darpa
aÅkara kewala manon dewata sanindya
hilaÅ darpanya tan hana //7// Apa tan ta wnaÅ
nica de ning wÄkya .. krodha daÅá¸a
makoliḥ ya bheda siksan niken khala //8//
menarkan dosa ni ÅuaÅ len upaka
.. ya manon guÅa wiÒ«sah artha tan
tonan ya teka yan ta durjana //9//
Alih bahasa:
//Saat melihatmu pendeta, akan kelihatan
semua kebaikan dan keburukan, yang akan member gambaran pada pikiran
tidak sia-sia dilihat oleh orang kebanyakan // Janganlah
tergesa-gesa mencela orang lain lebih-lebih jika
tidak senang akan tingkah lakunya, tidak bisa dibayangkan kesulitan orang
yang luas seperti langit // Jadi, lihatlah
selama keinginan dasarnya untuk mencapai tujuan
orang akan sungguh-sungguh menjalani kehidupannya//
itu akan berhasil baik seperti perwujudan yang nyata
dari dewa yang menimbulkan kekaguman orang yang melihatnya
seolah-olah dewa WinÄyaka ada di gunung //Pikiran
baik dari seorang pendeta, memberikan kepuasan bagi yang berbuat baik, hilang
kesombongan yang hina yang selalu melihat kekerasan//
karena itu kataku, Ia serba mengetahui, di
dunia menindas pendeta saat itu juga akan menemui
kematian // Adapun orang yang tidak beriman sifatnya sombong
dan congkak, hanya dengan melihat dewata yang sempurna
hilang tidak ada lagi kesombongannya //Karena ia tidak
terhina oleh ucapan yang baik, tersiksa oleh kemarahan
ia akan memperoleh weda siksa di saat itu//
melebihi dosa orang lain menertawakan
segala yang dilihat hasil dari keinginan jahat tidak
kelihatan jika itulah kejahatan
Kepustakaan:
Ariesta Sicilia, 2010, Prasasti Dawangsari: Tinjauan Ulang, dalam Skripsi Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Tim Penyusun, 2007, Pusaka Aksara Yogyakarta: Alih Aksara dan Alih Bahasa Prasasti Koleksi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta