Permainan ancak-ancak alis berasal dari bahasa Jawa yaitu dari kata ancak-ancak dan alis. Kata ancak berarti bujur sangkar dengan berbingkai pelepah daun pisang untuk lempar sesaji sedangkan kata alis dalam lagu permainan ini yang dimaksud adalah nama seekor kerbau. Dengan demikian antara nama permainan dan permainannya sendiri tidak ada sangkutpautnya. Permainan ancak-ancak alis dapat dilakukan sewaktu-waktu atau pada saat istirahat serta memerlukan halaman yang agak luas.
Latar belakang permainan ancak·ancak alis ini menitikberatkan kepada kehidupan pertanianyang sebagian besar merupakan mata pencaharian penduduk di Indonesia. Oleh sebab itu secara tidak langsung permainan ini mendidik anak-anak untuk mengetahui dunia pertanian. Misalnya, mengenalkan nama-nama tanaman, nama hama tanaman, cara– cara bertani dan sebagainya. Dilihat dari ini dari lagu yang mengiringnya dapat disimpulkan bahwa permainan ancak-ancak alis dapat digunakan untuk membina anak terhadap pengenalan alam lingkungan.
Lalar belakang sejarah perkembangan permainan ancak-ancak alis ada yang berpendapat bahwa permainan ini berasal dari pedesaan yang akhimya meluas ke daerah perkotaan. Pada saat ini permainan ancak-ancak alis masih dikenal oleh anak-anak lerutama di desa, sedangkan untuk daerah perkolaan sudah sangat jarang sekali anak-anak yang mengetahui.
Untuk dapat bermain ancak-ancak alis diperlukan peserta yang relatif besar yaitu sekilar 10 anak. Semakin banyak peserta yang mengikutinya maka permainan akan semakin meriah, namun dengan demikian tentu saja diperlukan pula tempat bermain yang agak luas. Usia para peserta permainan ini adalah mereka yang berusia sekitar 6 – 15 tahun atau seusia anak-anak sekolah dasar. Anak yang berperan sebagai petani dipilih diantara peserta yang paling besar, badannya kuat serta linggi, dan dipilih sebanyak dua orang. Para pesertanya dapat anak-anak perempuan maupun anak laki-Iaki,namun kebanyakan yang sering melalukan permainan ini adalah anak-anak perempuan. Di dalam permainan ini tidak membutuhkan peralatan apapun, hanya berupa gerak-gerik saja. Adapun iringan dalam permainan ini berupalagu ancak-ancak alis lanpa menggunakan bunyi-bunyian. Syair tersebutadalah sebagai berikut:
“ancak-ancak alis, si alis kebo janggitan, anak-anak kebo dhungkul, si dhungkul bang-bang teyo, tiga rendheng, enceng-enceng gogo beluk, unine pating cerepluk, ula sawa ula dumung, gedhene salumbang bandhung, sawahira lagi apa?”
Jalannya Permainan
Pertama-tama dipilih dua orang anak diantara peserta yang sama besarnya,tinggi dan kuat untuk dijadikan petani. Kemudian kedua petani tersebut menyingkir sebentar, atau menjauhi para peserta lainnya untuk berunding. Dalam perundingan itu kedua petani memilih salah satu nama alat pertanian untuk dirinya, misalnya garu, luku, pacul, dan sebagainya. Setelah menemukan nama diri masing-masing lalu kembali ke tempat para peserta yang lain. Dengan kembalinya ke dua petani tersebut mulailah permainan ancak-ancak alis.
Kedua petani berdiri berhadapan sambil tangannya diangkat ke alas dan kedua telapak tangan masing-masing ditempelkan satu sama lain sehingga berbentuk seperti pintu gerbang. Kemudian kedua telapak tangan mereka saling bertepuk tangan sambil bernyanyi ancak-ancak alis. Sementara itu anak-anak peserta yang lain berjalan berkeliling berurutan saling memegang ikat pinggang atau pinggang atau baju teman yang berada di depannya. Anak yang paling depan dipilih diantara para peserta yang terbesar. Pertama-tama barisan tadi berada di sebelah barat kedua petani. Setelah selesai maka anak yang terdepan dalam barisan itu menjawab: lagi mluku.
Setelah menjawab, maka barisan tersebut berjalan diantara kedua petani dengan cara menyusup di bawah kedua tangan mereka, seperti layaknya orang masuk dalam gapura. Sekarang barisan itu berada di sebelah timur kedua petani, lalu berjalan berkeliling lagi. Selama barisan berkeliling kedua petani bernyanyi ancak-ancak alis. Sesampainya pada kaiimat terakhir dalam lagu itu, maka anak yang terdepan dalam barisan menjawab: lagi angler.
Sesudah menyahut maka barisan tersebut berjalan menyusup di bawah kedua tangan petani yang berada di alas kepalanya, dan sekarang barisan berada kembali di sebelah barat kedua petani. Demikianlah seterusnya, berulang-ulang sampai beberapa kali. Adapun jawaban dalam pertanyaan dalam kalimat terakhir lagu tersebut bergantl-ganti, antara lain lagi tandur (sedang menanam), lagi ngilir (tanamannya mulai menghijau), lagi ijo (sedang menghijau) dan seterusnya yang pada dasarnya merupakan istilah dalam pertanian. Setelah jawaban lagi wiwit,maka anak yang terakhir dalam barisan tersebut mengambil dedaunan. Kemudian ia masuk ke dalam barisan lagi dan kedua petani tersebut juga ikut berbaris di depan sendiri. Barisan tersebut jalannya berbelitan seperti angka delapan sambil menyanyikan lagu: Menyang pasar Kadipaten, leh-olehe jadah manten, menyang pasar Ki Jodog, leh-olehe Cina bidhug.
Setelah selesai menyanyikan lagu tersebut maka posisinya kembali seperti semula. Kedua petani berdiri berhadapan sambil kedua tangan mereka diangkat ke alas, sedang para peserta lainnya berbaris lagi seperti semula. Kemudian kedua petani bernyanyi ancak-ancak a1is.Sekarang jawaban alas lagu tersebut hanya satu saja yaitu lagi panen (sedang panen). Selanjutnya barisan menyusup di bawah tangga kedua Petani dan anak yang terakhir dalam barisan itu ditangkap kemudian ditanya dengan berbisik supaya para peserta lainnya tidak mendengar. Pertanyaannya hendak membeli apa setelah panen, garu atau luku,· dan jawab anak tersebut juga berbisik.
Seperti pada perjanjian semula antara kedua petani, barang siapa yang jawabannya memilih salah satu nama dari kedua petani tersebut akan menjadi anak semang petani yang dipilih nama dirinya. Misalnya, petani I memilih nama garu, sedang petani II namanya luku. Kemudian anak yang ditangkap menjawab garu, maka anak tersebut menjadi anak semang petani I dan selanjutnya ia berdiri di belakangnya. Selanjutnya kedua petani tersebut bernyanyi ancak-ancak alis. Nyanyian ini dinyanyikan secara berulang-ulang sampai tinggal satu peserta yang belum menjadi anak semang kedua petani tersebut yaitu anak terdepan dalam barisan. Selama itu nama dari kedua petani tersebut tetap menjadl rahasia. Setelah peserta tinggal satu, anak yang terdepan dalam barisan tersebut dinyanyikan sebuah lagu oleh kedua petani dengan lagu sebagai berikut: dikekuru, dilelemu, dicecenggring, digegering.
Setelah anak tersebut ditangkap oleh kedua petani tersebut, maka posisi tangan kedua petani tersebut berubah yaitu tangan yang sepasang masih di atas sedang tangan yang sepasang lagi berada di bawah sehingga berbentuk huruf 0 dan kedua petani berkata: kidang lanang apa wadon. yen lanang mlumpata, yen wadon mbrobosa. Mendengar itu si kijang atau anak yang terakhir ditangkap akan menerobos atau mlumpat Biarpun ia berusaha keras untuk keluar dari tangkapan kedua petani tidak berhasil, kemudian ia ditanyai seperti peserta yang lain. Setelah memilih iapun keluar mengikuti petani yang memiliki nama dari alat pertanian yang sesuai dengan pilihannya, lalu berkumpul dengan anak semang yang lain. Menang kalah dalam permainan ini tergantung jumlah anak semang. Siapa yang jumlah anak semangnya lebih banyak maka dianggap dialah yan gmenang dan sebaliknya dianggap yang kalah. Namun ada juga penentuan kalah dan menang berdasarkan kepada adu kekuatan. Adapun caranya dengan tari-menarik antara kedua petani dengan dibantu oleh anak semangnya masing-masing. Karena belum tentu yang mempunyai anak semang sedikit itu pasti kalah dengan yang mempunyai anak semang yang banyak. Apabila sudah diketahui yang menang dan kalah maka berakhirlah permainan ancak-ancak alis tersebut.
Sumber: https://m2indonesia.com/budaya/mengenal-permainan-ancak-ancak-alis.htm
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...