Pustaha adalah sebuah buku atau surat dalam budaya Batak yang berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib, keterangan tentang cara menolak hal-hal yang jahat (poda), mantra, ramalan-ramalan baik yang baik maupun yang buruk, serta ramalan mimpi. Buku ini biasa ditulis dengan aksara Batak. Secara fisik, pustaha terdiri dari lampak (sampul) dan laklak (kulit kayu sebagai media penulisan). Sampul buku ini sering dihiasi dengan motif llik, seekor kadal yang melambangkan dewa Boraspati Ni Tano.
Istilah pustaha disebut sebagai buku ramalan masyarakat Batak yang telah dikenal di dunia Barat sejak 200 tahun yaitu saat Van der Tuuk menjadikan isi pustaha sebagai objek penelitiannya. Akan tetapi artikel yang ditulis oleh Rene Teygeler ini tidak akan mengulas isi penelitian Van der Tuuk, melainkan untuk merekonstruksi proses produksi dari pustaha berdasarkan beberapa studi literatur serta mengkaji beberapa alat tulis dan bahan naskah yang digunakan olehnya. Heterogenitas masyarakat suku Batak (Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing) menimbulkan asumsi beragamnya tata cara pembuatan pustaha pada masing-masing kelompok masyarakat. Akan tetapi, Teygeler menegaskan bahwa terdapat keseragaman dalam pembuatan pustaha meskipun terdapat perbedaan latar belakang etnis pada tiap kelompok.
Secara umum, istilah pustaha merupakan sebuah istilah untuk menyebutkan sebuah produk tradisi tulis dari suku Batak. Meskipun demikian, setiap kelompok masyarakat Batak memiliki definisi masing-masing terkait makna istilah ini. Kelompok Batak Toba misalnya menyebutkan bahwa Pustaha berasal dari bahasa kelompok Batak Toba yang merupakan istilah untuk menyebutkan buku ramalan suku Batak. Kelompok Batak Karo menyebut buku mereka dengan istilah pustaka atau pustaka laklak yang berarti ‘buku yang terbuat dari kulit kayu’, sedangkan kelompok Batak Pakpak menyebutnya dengan istilah lapihin atau lopijan untuk merujuk benda yang sama.
Menurut Voorhoeve, teks yang tertulis di dalam pustaha biasanya adalah ilmu magis, ramalan, dan obat-obatan meskipun demikian terkadang ditemukan pula pustaha yang berisi tentang peristiwa sejarah, legenda, serta beberapa bentuk pengakuan atas Eropa pada teks-teks tersebut. Pustaha dibuat oleh seorang dukun yang disebut datu dengan tujuan membuat bahan rujukan yang berfungsi sebagai buku petunjuk yang melengkapi petunjuk lisan yang telah dipelihara sejak lama. Pustaha ditulis di atas kulit kayu yang dilipat menggunakan mode concertina (semacam akordion) dan terkadang dilengkapi dengan papan. Meskipun bahasa Batak memiliki banyak dialek, akan tetapi bahasa tulis yang digunakan dalam pustaha tetap seragam tanpa mengurangi ciri khas lokalnya. Ketidakjelasan aksara pada bahasanya ini membuat bahasa Batak memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi pada saat dilakukan proses transkripsi dan transliterasi terhadap teks dalam pustaha.
Pada dasarnya ilmu pengetahuan yang tertulis di dalam pustaha dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu ilmu yang menyambung hidup, ilmu yang menghancurkan hidup dan ilmu nujum. Pustaha digunakan oleh seorang datu atau seorang murid yang belajar untuk menjadi seorang datu. Pustaha biasa dibuat dari kayu atau kulit kayu pohon alim yang dikupas. Panjang kulit kayu bisa mencapai 7 meter dan lebar 60 cm. Meski demikian, sebuah pustaha yang disimpan di perpustakaan Universitas Leiden memiliki panjang hingga 15 meter lebih. Selain dari kulit kayu, terdapat juga pustaha yang dibuat dari bambu atau bahan lainnya.
#OSKMITB2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja