ASAL MULA LISUNG PAJAJARAN
Lisung Pajajaran pertama kali dibuat dari Kayu Jati, lisung dalam Kitab Suwasit artinya Liang Sanghiyang Agung atau Lubang kekuatan dari Yang Maha Agung, simbol pelajaran adanya kekuatan yang maha kuasa dalam kehidupan manusia.
Lisung Pajajaran sebagai simbol adanya kekuatan dari Yang Maha Agung (Allah SWT) dibuat dalam bentuk perahu sebagai simbol kehidupan manusia yang memiliki 3 lubang kekuatan, hal ini dijelaskan dalam sejarah Lisung Pajajaran yang terdapat dalam kitab Suwasit :
“Lisung anu awal didamel lisung tina kayu jati, sareng harti lisung teh LIANG SANGHIYANG AGUNG ARTINA KAKUATAN ANU MAHA AGUNG, sareng liang lisung aya tilu hartina tilu kakuatan kahiji anu tengah kakuatan tinu maha agung sareng anu dua euta teh kakuatan ti panguasa sareng katilu kakuatan ti Rahayat, jenten teutiasa dipisahkeun kedah dihijikeun.Sareng ari hasil panen ti alam keudah disukurkeun ka nu maha agung sareng diimbangkeun kupenguasa sareng rahayat. Janten sadayana upami aya hasil panen keudah di pasrahkeun kanu maha agung sareng keudah di syukuran ku rahayat sareng panguasa. Sareng kayu jati euta kayu anu kuat, sareng syukuran teh kedah kuat dipasrahkeun kanu maha Agung, ari tangkal jati akar na kuat sapertos kayakinan urang keudah kuat kanu Maha Agung, sareng dauna anu galede euta kedah jadi ngiuhan kanu dihandapeuna janten sadayana kedah dihijikeun antara rahayat Anu maha Agung sareng Panguasa. Sareung sadaya asal mula Lisung antara tilu kakuatan, Anu Maha Agung, sareng Rahayat, Sareng Panguasa, sareng bentuk Lisung sapertos perahu, euta ciri nu leumpang kahirupan teu meunang dipisahkeun antara anu tilu euta”.
Artinya “Lisung yang pertama kali dibuat dari kayu jati arti lisung adalah liang sanghiyang agung artinya kekuatan dari Yang Maha Agung , Ada 3 lubang dalam lisung artinya ada 3 kekuatan dalam lisung yaitu lubang yang pertama yang ditengah artinya kekuatan dari Yang Maha Agung, yang kedua kekuatan dari Penguasa dan ketiga kekuatan dari Rakyat, jadi tidak bisa dipisahkan harus disatukan, sedangkan hasil panen dari alam harus disyukurkan ke Yang Maha Agung Allah SWT dan harus dibarengi dengan kekuatan Penguasa dan Rakyat, jadi hasil panen yang diterima harus disyukurkan dipasrahkan ke Yang Maha Agung Allah SWT serta disyukuri oleh Penguasa dan Rakyat. Sedangkan kayu jati itu adalah kayu yang kuat, maka syukuran itu harus kuat dipasrahkan kepada Yang Maha Agung Allah SWT, selanjutnya akar pohon Jati kuat seperti keyakinan kita harus kuat kepada Yang maha Agung, daun kayu Jati itu besar itu harus menjadi peneduh bagi yang ada dibawah pohon jati, semuanya harus disatukan antara Yang maha Agung Allah SWT, dengan usaha dan ihktiar dari Penguasa dan Rakyat. Asal Mula Lisung semuanya berasal dari 3 kekuatan Yang Maha Agung, Penguasa dan Rakyat, dan bentuk lisung seperti perahu, itu seperti berjalannya kehidupan, tidak boleh dipisahkan diantara 3 kekuatan tadi.
Asal mula Lisung tadi kemudian dijadikan pelajaran yang setiap hari di ajarkan kepada rakyat Pajajaran melalui fungsi lisung sebagai alat untuk menumbuk padi dari Pare ditumbuk menjadi beras, karena beras salah satu makanan utama masyarakat pajajaran selain HUI, TALAS dan IWUNG.Sehingga Lisung sebagai alat utama untuk kehidupan manusia, maka lisung diartikan Liang Sanghiyang agung kekuatan ANU MAHA AGUNG yaitu bersyukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA Allah SWT atas rijki yang telah diberikan kepada manusia. Maka lisung pada jaman Pajajaran sebagai alat untuk bersyukur kepada Allah SWT, sehingga Lisung sendiri sebagai alat penumbuk padi juga sebagai siloka pelajaran bagi rakyat Pajajaran yag memiliki 3 lubang yang artinya adanya 3 kekuatan, dibuat dalam bentuk perahu yang artinya gambaran kehidupan masyarakat Pajajaran dan Lisung memiliki pasangannya yaitu Halu di Pajajaran disebut LULUMPANG sebagai alat penumbuk Padi yang diartikan sebagai alat pemersatu atau menguatkan 3 kekuatan yang digambarkan oleh 3 lubang dalam lisung.
Lisung Pajajaran yang di buat oleh Prabu Siliwangi dan para sesepuh Pajajaran untuk memberikan pelajaran bagi Rakyat supaya bisa hidup damai dan sejahtra dengan kepemimpinan Prabu Siliwangi, selain juga di gunakan sebagai alat penumbuk Padi. Sengaja oleh Prabu Siliwangi dibuatkan Siloka atau pelajaran kepada rakyat melalui Lisung, karena setiap hari rakyat Pajajaran menggunakan Lisung untuk menumbuk padi maka setiap hari rakyat Pajajaran di didik oleh Lisung agar hidup damai sejahtra, sehingga dalam Kitab Suwasit Lisung merupakan siloka pelajaran dari Prabu Siliwangi kepada Rakyat Pajajaran yang memiliki makna atau arti yang sangat luas, yang disimbolkan oleh Lisung dalam bentuk perahu yang memiliki 3 lubang dan Halu atau Lulumpang sebagai pasangan lisung, yang kemudian memiliki makna sebagai pelajaran hidup bermasyarakat dan berbangsa.
Makna atau arti dari lisung yang memiliki 3 Lubang yaitu Lubang lisung yang di tengah yang paling besardi pajajaran dalam Kitab Suwasit Museum Prabu Siliwangi, disebut LAWANG SANGHIYANG AGUNG yaitu lubang yang paling besar artinya kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa, lubang kedua di Pajajaran disebut LAWANG BATARA SUNGKIlubang lisung yang ada didepan artinya kekuatan dari Penguasa (Birokrat) sebagai Pemimpin Masyarakat, lubang ketiga yang ada dibelakang, di Pajajarn disebut LAWANG PANJANANG artinya kekuatan dari Rakyat. Ke 3 lubang tadi kemudian di kuatkan oleh pasangan Lisung yaitu LULUMPANG (HALU)
LULUMPANG (HALU) sebagai alat penumbuk padi, di jaman Pajajaran dalam Kitab Suwasit mengandung siloka sebagai Alat untuk menguatkan mempersatukan kekuatan Dari Allah SWT, Kekuatan Penguasa (Pemerintah) dan Kekuatan dari Rakyat, Ketiga kekuatan tadi dipersatukan oleh Halu atau dalam bahasa Pajajaran disebut LULUMPANG. Maka kemudian Lisung dibuat dalam bentuk perahu yang menggambarkan kehidupan masyarakat atau kehidupan suatu bangsa, digambarkan dalam Lisung Pajajaran.
Secara keseluruhan Lisung yang dibuat dalam bentuk Perahu yang memiliki 3 lubang kekuatan yang kemudian dikuatkan oleh Halu atau Lulumpang dapat diartikan sebagai suatu siloka pelajaran yang berarti LISUNG PAJAJARAN yaitu menggambarkan kehidupan masyarakat akan berjalan dengan baik, damai dan sejahtra apabila selaras, seimbang dan bersatu 3 kekuatan yang utama yaitu kekuatan dari Sang Maha Kuasa, kedua Kekuatan Penguasa dan ketiga Kekuatan Rakyat, yang dipersatukan, dikokohkan oleh kepemimpinan dari raja yang agung Prabu Siliwangi.
Berdasarkan makna dari LISUNG PAJAJARAN tersebut, maka Prabu Siliwangi membuat Lisung Pajajaran agar dapat menjadi pelajaran bagi rakyat Pajajaran, sehingga setiap hari Rakyat Pajajaran memahami arti menjaga keseimbangan tiga kekuatan yang menjamin roda kehidupan berjalan dengan baik dengan kepemimpinan Sang Maha Raja Prabu Siliwangi.
SUMBER: BUKU NGAGOTONG LISUNG DAN MAEN BOLES PAJAJARAN, Karya Muhammad Fajar Laksana.
Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi.
Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...
Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...
Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...
Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...