Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno dan Prasasti
Bahasa DKI Jakarta Melayu, Betawi, Surabaya
Bahasa Petjo / Bahasa Pecok
- 22 September 2014
Van Wely (1906: 47) mengungkapkan bahwa bahasa Belanda-Indo di Hindia-
Belanda lahir sekitar abad ke-18 sebagai pengganti kreol Portugis dan digunakan
sebagai bahasa pergaulan antara tentara Belanda dengan penduduk asli.
Cress (1998: 23) mengartikan bahasa Pecok sebagai sebuah variasi dari bahasa
Belanda yang kosa kata, pengucapan dan penerapan aturan tata bahasanya
dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa atau bahasa setempat lainnya – kadang
secara langsung, kadang turunan dari bahasa itu dan kadang dalam bentuk
campuran hingga membuat kata-kata dan aturan sendiri.
 
Seperti yang telah dinyatakan oleh De Gruiter (1990: 17), bahasa Belanda-
Indo merupakan bahasa yang lahir akibat persentuhan bahasa Belanda dengan
bahasa lain di tempat lahirnya bahasa Indo tersebut. Contohnya adalah bahasa
Krojo, bahasa Belanda-Indo yang lahir akibat persentuhan bahasa Belanda dengan
bahasa Jawa di Semarang dan Petjo – bahasa Belanda-Indo yang lahir akibat
persentuhan bahasa Belanda dengan bahasa Melayu di Betawi, dan juga bahasa
Belanda dengan bahasa Jawa di Surabaya.
 
Dari pengertian-pengertian tersebut ciri-ciri bahasa Pecok ini terlihat jelas,
yaitu bahasa Belanda dengan ucapan Melayu atau Jawa dengan penyimpanganpenyimpangan
kaidah-kaidah bahasa Belanda. Dari sudut ilmu bahasa dapat
dikatakan bahwa bahasa Pecok ini mengalami proses asimilasi dari bahasa
Belanda dan Melayu.
 
Di dalam masyarakat terdapat cukup banyak prasangka yang berkembang
mengenai bahasa Pecok dan penuturnya. Bahasa Pecok terutama dituturkan oleh
orang Indo yang berasal dari lingkungan sosial rendah, yang di Hindia-Belanda
disebut juga paupers. Bahasa Pecok dianggap sebagai “pelesetan” dari bahasa
Belanda atau bahasa bengkok (kromtaal) di mana perubahan kalimat bahasa
Belanda digunakan dengan ‘keliru’. Bahasa Pecok yang didasarkan pada bahasa
Melayu-Rendah, dianggap oleh Europeanen merusak perkembangan kejiwaan
anak-anak. Bahasa ini tidak memperlihatkan intelegensi seseorang seperti bahasa
Belanda (Paasman, 1994: 46).
 
Van Dale (1976) dalam Groot woordenboek der Nederlandse taal
mendefinisikan kata Pecok sebagai Petjoe’ ; m (-s. (ind) scheldnaam voor de
minste soort van kleurlingen. Istilah ini mengacu pada orang Indo-Belanda yang
berasal dari lingkungan yang miskin dengan pendidikan yang rendah. De Vries
dalam Onze Taal (1982) mengatakan bahasa Belanda-Pecuk adalah bahasa yang
dipakai masyarakat kalangan bawah di Hindia-Belanda yang merupakan bahasa
pergaulan antara tentara Belanda dengan penduduk asli. Bahasa Belanda-Pecuk
tidak cocok dipakai untuk segala macam situasi.
 
Menurut Van den Berg (Groeneboer, 1993: 91) yang pertama-tama
mempergunakan bahasa Pecok adalah anak-anak pegawai VOC yang dibesarkan
oleh pembantu-pembantu pribumi dan wanita-wanita Pribumi yang berbicara
bahasa Melayu dengan anak pegawai VOC tersebut.
 
Bahasa Pecok yang digunakan oleh anak-anak Indo-Eropa itu berkembang di
dalam rumah tempat bahasa Melayu-Betawi lebih banyak dituturkan dan hanya
ada sedikit kontak dengan bahasa Belanda. Bahasa Belanda didapatkan dari ayah
mereka yang orang Belanda dan bercampur dengan bahasa-ibu mereka, yaitu
bahasa Melayu.
 
Bahasa Pecok merupakan bahasa kelompok, artinya hanya dituturkan oleh
orang Indo dalam kelompok mereka dan tidak pernah menjadi bahasa kontak.
Pada umumnya orang Indo menguasai lebih dari satu bahasa (meertalig). Mereka
dapat berbicara dalam bahasa Melayu, Belanda dan Pecok satu sama lain,
tergantung dengan konteks sosialnya. Bahasa Pecok merupakan bahasa lisan
terutama dituturkan di jalanan dan di rumah dan tidak pernah digunakan untuk
tujuan resmi. Bahasa Pecok ini pada umumnya dituturkan oleh anak laki-laki di
jalanan, oleh karena itu bahasa ini juga dikenal sebagai ‘de kroomtaal van de
speelplaats’. Sedangkan anak-anak perempuan pada umumnya dididik lebih ketat
sehingga anak-anak perempuan kurang memiliki kesempatan untuk ikut
berpartisipasi di dalam budaya jalanan dan kurang menuturkan bahasa Pecok
(Paasman, 1994: 44).
 
Sumber: Bakti Supriadi. Penggunaan Bahasa Pecok sebagai Pembebasan Ekspresi Kelompok Indo Kecil pada Empat Belas Sketsa Piekerans Van Een Straatslijper I dan II Karya Tjalie Robinson.  Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Belanda Universitas Indonesia. 2011. Halaman 16 - 18.

Sumber: Bakti Supriadi. Penggunaan Bahasa Pecok sebagai Pembebasan Ekspresi Kelompok Indo Kecil pada Empat Belas Sketsa Piekerans Van Een Straatslijper I dan II Karya Tjalie Robinson. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Belanda Universitas Indonesia. 2011.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline