Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno dan Prasasti
Bahasa Jawa Tengah Jawa
Bahasa Jawa
- 4 Oktober 2014

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan Suku Jawa, baik yang bermukim di belahan Utara Pulau Jawa (sekarang Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta) sebagai tempat lahir bahasa tersebut, maupun di berbagai tempat lainnya, yang dihuni secara signifikan oleh para pendatang dari tanah Jawa, dengan berbagai latar belakang. Artikel ini mengulas sejumlah isu populer yang berkenaan dengan bahasa Jawa, dan tidak menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tatabahasa.

Persebaran

Bahasa Jawa (basa Jawa) termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesian, yang hari ini menjadi bahasa ibu bagi lebih dari 40 persen penduduk dari populasi masyarakat Indonesia, yang tersebar hampir di seluruh penjuru tanah air. Sensus tahun 1980 menunjukan, bahasa Jawa digunakan di Yogyakarta oleh 97,6% dari populasi penduduk, di Jawa Tengah (96,9%), di Jawa Timur (74,5%), di Lampung (62%), di Sumatera Utara (21%), di Sumatera Utara (17%), di Bengkulu (15,4%) di Sumatera Selatan (12,4%), di Jawa Barat (13%), dan dituturkan oleh kurang dari 10% dari populasi penduduk di tempat-tempat lainnya di Indonesia. Selain di Indonesia, bahasa Jawa dengan penutur yang terbilang signifikan juga bisa ditemui di sejumlah negara, yakni di Malaysia, Singapura, Suriname, Kaledonia Baru, dan Belanda.  

Dialek

Sebagai salah satu bahasa besar dengan banyak penutur, bahasa Jawa memiliki sejumlah dialek, seperti misalnya Jawa Tengahan, yang terutama di bawah pengaruh dialek Surakarta dan dialek Yogyakarta, yang dianggap sebagai standar. Berikut sejumlah dialek dalam ‘rumpun’ dialek Jawa Tengahan:

  1.  Dialek Pekalongan, yang dituturkan di daerah Pekalongan (kabupaten dan kotamadya), serta di Pemalang.
  2. Dialek Kedu, yang dituturkan di daerah-daerah bekas keresidenan Kedu, yakni Temanggung, Kebumen, Magelang, dan Wonosobo.
  3. Dialek Bagelen, yang dituturkan di Purworejo.
  4. Dialek Semarang, yang dituturkan Semarang (kabupaten dan kotamadya), Salatiga, Demak, dan Kendal.
  5. Dialek Pantai Utara, atau dialek Muria, dituturkan di Jepara, Rembang, Kudus, Pati, dan juga di Tuban dan Bojonegoro.
  6. Dialek Blora, yang dituturkan di Blora, bagian Timur Grobogan dan bagian Barat Ngawi.
  7. Dialek Surakarta, yang dituturkan di Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sukoharjo, dan Boyolali
  8. Dialek Yogyakarta, yang dituturkan di Yogyakarta dan Klaten.
  9. Dialek Madiun, yang dituturkan di Provinsi Jawa Timur, termasuk Madiun, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, dan Magetan

Kemudian, dikenal juga istilah Jawa Kulonan , yang dituturkan di bagian Barat Jawa Tengah dan di sejumlah wilayah Barat Pulau Jawa, yang meliputi:

  1. Dialek Banten Utara (Jawa Serang), yang dituturkan di Serang, Cilegon, dan bagian Barat Tangerang
  2. Dialek Cirebon (Cirebonan atau Basa Cirebon), yang dituturkan di Cirebon dan Losari, Sementara dialek Indramayu (atau Dermayon) yang dituturkan di Indramayu, Karawang, dan Subang, oleh banyak pihak digolongkan ke dalamCirebonan.
  3. Dialek Tegal (Tegalan atau Dialek Pantura), dituturkan di Tegal, Brebes, dan bagian Barat Kabupaten Pemalang.
  4. Dialek Banyumas (Banyumasan), dituturkan di Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Bumiayu.

Oleh penutur bahasa Jawa lainnya, Dialek Jawa Kulonan ini sering disbut basa ngapak-ngapak.

Selain Jawa Tengahan dan Jawa Kulonan, dikenal juga istilah Jawa Timuran, yang dituturkan di ujung Timur Pulau Jawa, dari mulai wilayah Sungai Brantas di Kertosono, dan dari Nagnjuk hingga Banyuwangi, yang mencakup provinsi-provinsi di Jawa Timur, kecuali Pulau Madura. Dialek-dialek dalam ‘rumpun’ Jawa Timuran. Yakni:

  1. Dialek Surabaya (Suroboyoan), yang umumnya dituturkan di Surabaya, Gersik, Sidoarjo. Banyak orang Madura juga menggunakan dialek ini sebagai ‘bahasa’ kedua setelah bahasa mereka sendiri.
  2. Dialek Malang, yang dituturkan di Malang (kabupaten dan kotamadya), dan juga di Mojokerto.
  3. Dialek Jombang, yang dituturkan di Jombang.
  4. Dialek tengger, yang digunakan oleh orang-orang Tengger di sekitar Gunung Bromo.
  5. Dialek Banyuwangi (Basa Osing), yang dituturkan oleh orang-orang Osing di Banyuwangi. 

Di samping tiga ‘rumpun’ dialek di atas, selebihnya, dikenal juga bahasa Jawa Suriname (Surinamese Javanese), yang umumnya berasal dari Jawa Tengah, terutama keresidenan Kedu.

Undhak-undhuk

Bahasa Jawa mengenal istilah undhak-undhuk atau aturan tatakrama dalam berbahasa, yang mencakup pertimbangan-pertimbangan relasi sosial dan peran sosial para penutur yang terlibat dalam percakapan. Setidaknya, dikenal tiga bentukundhak-undhuk, yakni:

  1. Ngoko, (Ngaka), yang merupakan bahasa informal, yang umumnya digunakan di antara teman sebaya dan kerabat-kerabat terdekat, serta juga digunakan oleh orang dengan status sosial yang lebih tinggi kepada lawan bicara yang memiliki status sosial yang lebih rendah.
  2. Madya, yang berada di antara ngoko dan krama. Jenis ini umumnya digunakan di antara para penutur yang tidak akrab, seperti penanya di jalan di mana satu sama lain tidak mengetahui kelas sosialnya, dan ketika seseorang ingin berbicara tidak terlalu formal dan juga tidak terlalu informal.
  3. Krama, yang melupakan gaya paling sopan, yang umumnya digunakan orang-orang dalam status sosial sederajat ketika ingin menghindari gaya infrormal, atau digunakan oleh kalangan dengan status sosial yang lebih rendah kepada lawan bicaranya yang berasal dari golongan sosial yang lebih tinggi, termasuk dari yang lebih muda terhadap yang ebih tua. 

 

Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1036/bahasa-jawa-dan-berbagai-variannya

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline