|
|
|
|
upacara tarapan Tanggal 05 Aug 2018 oleh OSKM18_16518175_Muhammad Zunan_Alfikri. |
UPACARA TARAPAN KERATON YOGYAKARTA INDONESIA
Tarapan adalah upacara untuk memeringati haid pertama (menarche) seorang gadis. Di keraton Yogyakarta upacara ini dilakukan di Bangsal Sekar Kedaton. Gadis yang sedang menarche memakai baju khas keraton Yogya dengan rambutnya disanggul. Keluarga membuat tumpeng, sesaji yang terdiri dari rempah-rempah dan bumbu dapur serta bubur merah putih. Sesaji itu dimaksudkan untuk menolak bala. Pada upacara ini tidak ada pria yang boleh ikut, termasuk Sultan. Upacara Tarapan di Surakarta sedikit beda. Dalam perayaan ini si Gadis mengenakan batik dalam ritual siraman. Kemudian si Gadis berganti baju dengan kain bermotif grompol sebagai lambang permohonan kebahagiaan dan kesejahteraan. Grompol (menggerombol) artinya agar selalu dikelilingi oleh teman-temannya. Perayaan diakhiri dengan syukuran bersama. Sedangkan masyarakat Jawa pada umumnya cukup memeringati menarche dengan membuat bubur merah dan putih. Bubur putih dibuat tanpa gula sedangkan bubur merah diberi gula aren. Orangtua (Ibu) kemudian berdoa untuk anak gadisnya.
Sebagai bagian dari melestarikan tradisi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, pasangan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Wironegoro dan GKR Mangkubumi menggelar upacara Tarapan. Bagaimana prosesi Tarapan itu ?
Tarapan adalah upacara untuk memperingati haid pertama (menarche) seorang gadis. Di Keraton Jogja ritual tersebut telah dilakukan turun-temurun sejak ratusan tahun. Tarapan kali ini untuk menandai menstruasi pertama Raden Ajeng (RA) Artie Ayya Fatimasari,12.
RA Artie adalah putri pertama pasangan KPH Wironegoro dan GKR Mangkubumi, yang juga cucu dari Raja Keraton Jogjakarta Sri Sultan Hamengku Bawono 10 dan GKR Hemas. Prosesi diawali dengan siraman RA Artie yang dilakukan oleh GKR Hemas yang kemudian dilanjutkan oleh GKR Mangkubumi. Dalam beberapa kali siraman, tampak bagaimana pelajar kelas 5 SD tersebut masih malu-malu.
Berkali-kali ia menutupi mukanya saat jepretan kamera mengarah padanya. Gadis bongsor itu juga selalu menggelayut di lengan ibundanya. Hal itu tentu saja mengundang tawa para undangan. ”Maaf ya, anak saya ndak fotogenik ya,” celetuk KPH Wironegoro seusai prosesi siraman kepada para pewarta.
Selanjutnya, setelah berganti dengan kebaya hijau dan bawahan batik cokelat, kakak dari Raden Mas Drasthya Wironegoro itu menjalani ritual pemberian ratus pada rambutnya. Rambutnya yang terurai panjang diberikan ratus dupa agar menjadi harum.
Setelah itu, proses terakhir yakni sungkem kepada kakek dan neneknya. Gadis manis kelahiran Singapura, 3 Oktober 2003 itu kembali malu-malu, kemudian sungkem kepada kakek dan neneknya yaitu Sultan HB 10 dan GKR Hemas serta kakek dari ayahnya Soedjatmoko.
GKR Mangkubumi menjelaskan, prosesi ini sebagai wujud dalam meneruskan budaya leluhur. Upacara ini secara simbolis sebagai wujud syukur atas limpahan dari Tuhan dan meminta restu sesepuh. ”Kita minta doa, semoga diberikan keselamatan dan pengayoman dari eyangnya, leluhur, dan utamanya Tuhan Yang Maha Esa,” ungkapnya.
GKR Mangkubumi menjelaskan, karena putrinya telah menginjak gadis harapannya dia menjadi lebih baik, sopan, dan bisa membantu orang tuanya. ”Memang masih manja, badannya saja bongsor, apa-apa masih ibunya. Semoga saja selanjutnya bisa menjaga sikap, bisa meneruskan teladan leluhurnya,” harapnya.
Sebagai pemandu rangkaian prosesi Tarapan, RAy Kusswantiyasningrum mengatakan, RA Artie mengenakan pakaian adat Jawa lengkap dengan pinjung, sampai cinde motif bulat-bulat. Hal itu, menurutnya, melambangkan guyub rukun. ”Agar nantinya dia banyak temannya, dikelilingi orang-orang yang baik,” terangnya kepada Radar Jogja.
Di samping itu, masih ada pethat gunungan nyawiji gusti, bros peniti renteng, kamus timang budiran, timang kupu-kupu, sangsangan susun dan gelang kono. ”Garis besarnya bertujuan mendekatkan pada Tuhan Yang Maha Esa. Intinya memohon berkah ridho Allah SWT doa restu pinisepuh supaya masa puber, peralihan ke gadis diberi keselamatan. Puber kan banyak godaan, agar masa itu dijauhkan dari perbuatan yang tidak diinginkan,” ungkapnya.
Dalam ritual tersebut, juga ada sesaji jarum. Hal itu melambangkan daya ingat yang tajam. Agar anak dapat memiliki kemampuan berpikir yang tajam. Dijelaskan, upacara ini hanya dilakukan sekali setelah masa haid pertama.
”Dilakukan seminggu setelah haid pertama. Di luar keraton sudah jarang sekali, hampir punah. Kalau tidak salah, terakhir dilaksanakan upacara Tarapan tiga tahunan lalu oleh keluarga keturunan HB VII,” kenangnya.
Puthutan=busana khas Jawa kangge lare (anak-anak)
Sumber : Ibu Triwik Damarjati (Guru SMAN 1 Yogyakarta)
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |