Pawai Kuda Kosong bermula ketika seorang pimpinan Cianjur yaitu Raden Kanjeng Aria Wiratanurdatar yang merupakan Bupati Pertama di Cianjur (Dalem Cianjur). Saat itu daerah kasundaan di bawah pimpinan raja Mataram dan Cianjur harus selalu menyerahkan upeti ke Mataram. Upeti tersebut berupa 3 butir padi, 3 butir pedes (lada) dan 3 buah cabe rawit. Setelah berembuk, Dalem Cianjur mengirimkan perwakilan yaitu Aria Natadimanggala untuk menyerahkan, dan di setiap upeti yang diserahkan memiliki arti masing-masing dan Raja Mataram bisa memahami dan memberikan balasan berupa keris, kuda kerajaan dan juga pohon saparantu untuk dalem Cianjur. Akhirnya kuda tersebut dibawa pulang ke Cianjur dengan dituntun, tidak ditunggangi karena Aria Natadimanggala begitu patuh dan sangat menghargai bahwa kuda tersebut diberikan sebagai hadiah untuk kakaknya (Dalem Cianjur).
Pada saat sampai di Cianjur, kuda tersebut diarah mengelilingi kota Cianjur dan menjadi sebuah kebanggan bagi Kabupaten Cianjur. Kuda tersebut pada saat dibawa dari Mataram ke Cianjur tidak ditunggangi maka kuda tersebut akhirnya disebut sebagai Kuda Kosong. Di sisi lain, tradisi Kuda Kosing ini selalu dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang mistis karena ada beberapa ritual yang dijalankan sebelum dipertunjukkan kepada masyarakat (Elis, et.al, 2016) Makna Kuda Kosong oleh kebanyakan masyarakat Cianjur selalu dikaitkan dengan hal mistis atau gaib. Mereka memaknai Kuda Kosong ditunggangi oleh Eyang Suryakencana yang tak kasat mata. Dari segi pendidikan, melalui Kuda Kosong dapat diambil pelajaran untuk menghormati orang yang lebih tua sebagaimana dicontohkan oleh Aria Natadimanggala yang tidak menunggangi kuda yang diperuntukkan bagi kakaknya.
Dapat di maknain bahwa pada zaman dahulu para pemimpin sangat bijaksana dan mengerti apa yang dimaksudkan oleh pemimpin lainnya, jika kita maknai secara filosofis. Hal ini terbukti dengan Raja Mataram yang paham mengenai filosofi dari upeti tersebut, begitupun sebaliknya. Dari segi religi dan sistem kepercayaan, pawai Kuda Kosong ini sempat dicekal karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama tertentu. Pada perkembangannya, sepanjang dapat ditekankan bahwa Kuda Kosong tidak dikaitkan dengan sesuatu yang mistis dan mendekati musyrik, tradisi ini dapat kembali berlangsung. Adapun peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pawai Kuda Kosong terdiri atas aksesoris kuda yaitu penutup badan kuda, aksesoris kepala dan kaki, serta bunga wana-warni; payung untuk memayungi Bupati Cianjur dan memayungi kuda; pakaian penuntun kuda; dan perlengkapan para prajurit yang membawa upeti, keris, dan pohon saparantu.
Tahapan pelaksanaan pawai Kuda Kosong didahului dengan memandikan kuda menggunakan air yang berasal dari mata air Cikundul. Tahapan selanjutnya adalah berdoa agar pawai helaran Kuda Kosong keesokan harinya berjalan lancar. Berikutnya adalah pelaksanaan tawasul yaitu berdoa kepada Yang Maha Kuasa melalui suatu perantara dan menyalakan dupa untuk wewangian. Dewasa ini Pawai Kuda Kosong lebih mengedepankan aspek-aspek estetis yang bertujuan menarik minat para wisatawan untuk datang dan menyaksikan acara yang merupakan ciri khas daerah Cianjur ini. Melalui upacara ini diharapkan masyarakat Cianjur senantiasa mengingat jasa-jasa para pendahulu mereka serta mengambil nilai-nilai positif yang telah diajarkan secara turun menurun.
Tradisi kesenian kuda kosong dimulai sejak zaman RAA. Prawiradiredja I Dalem Cianjur yang memerintah antara tahun 1813-1833. Awalnya tradisi tersebut dilangsungkan saat ada 'kaulan' atau pesta di pendopo Cianjur. Sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur Cianjur terutama R.H. Surya Kencana anak Dalem Aria Wiratanu atau Jayasasana atau lebih dikenal sebagai Dalem Cikundul dan memerintah sekitar tahun 1677-1691. Pangeran Surya Kancana atau Eyang Suryakancana menjadi tokoh dalam babad Cianjur karena senantiasa dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Menurut cerita, Pangeran Surya Kencana dinikahkan oleh ayahnya dengan salah satu putri dari bangsa jin dan hingga kini bersemayam di Gunung Gede. Hal yang sama terjadi pula pada putri Jayasasana lainnya , Ny.R. Endang Sukaesih yang bersemayam di Gunung Ceremai dan R. Andika Wirusajagad yang menguasai Gunung Karawang. Saudara-saudara Surya Kencana dan Endang Sukaesih lainnya, secara turun temurun kemudian menjadi penguasa Cianjur. Beberapa Bupati pasca kemerdekaan hingga tahun 1966 masih dipimpin oleh keturunan Jayasasana ini. Dan biasanya usai upacara peringatan Kemerdekaan 17 Agustus tradisi menghadirkan leluhur terutama Eyang Surya Kenacana selalu dilakukan melalui pawai Kuda Kosong. Diiringi tabuhan gamelan dan kesenian khas Cianjur lainnya kuda kosong yang dipercayai ditumpangi Surya Kencana diarak keliling kota. Catatan tambahan untuk pawai tahun ini (2014) kuda kosong mulai di tampilkan lagi, memimpin pertama barisan pawai yang di iringi berbagai peserta pawai yang begitu semarak, karena tahun ini di ikuti peserta dari luar kota cianjur.
Kuda Kosong. (2018, Januari 1). Retrieved from warisan budaya web site: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=684 Kuda Kosong Ramaikan Pawai Pembangunan Hari Jadi Cianjur Ke-335. (2012, Juli 11). Retrieved from kabarcianjur.com: http://www.kabarcianjur.com/2012/07/kuda-kosong-ramaikan-pawai-pembangunan.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja