Dalam mengungkapkan rasa syukur, setiap orang memiliki cara masing-masing. Begitu pun dengan para petani di setiap daerah yang mempunyai caranya tersendiri dalam mencurahkan rasa syukurnya pada Tuhan dan alam. Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal tradisi methil yang merupakan salah satu produk kebudayaan berupa ritual perwujudan rasa syukur petani atas hasil panen padi yang didapat.
Tradisi methil masih cukup banyak dijumpai di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, terutama di desa-desa di Kecamatan Sine, Widodaren, Ngrambe, Kasreman, dan lain-lain. Selain itu, pelaksanaan tradisi ini juga dapat ditemukan di beberapa wilayah di Magetan, Madiun, dan Karanganyar. Spesifiknya, prosesi methil ini akan dilakukan di sawah yang siap panen.
Banyak dari masyarakat yang masih melestarikan budaya ini karena ingin meminta keselamatan dan hasil panen yang melimpah, melestarikan warisan kearifan lokal, menghindari hal-hal buruk, serta masih mempercayai keberadaan Mbok Sri atau Dewi Sri (Septiana, 2013). Namun, seiring perkembangan zaman, pemaknaan terhadap tradisi methil juga berubah. Saat ini, methil juga dilakukan sebagai ajang silaturahmi dan ruang diskusi bagi petani untuk membahas solusi atas masalah-masalah yang mereka hadapi (Setyawan, 2022).
Pihak-pihak yang terlibat dalam tradisi ini adalah pemilik sawah dan para buruh tani yang bertugas memanen padi. Secara umum, hampir keseluruhan proses pelaksanaan tradisi methil akan dilaksanakan oleh pemilik sawah sendiri. Di sisi lain, tenaga panen biasanya hanya ikut berpartisipasi dalam melakukan bancaan atau doa bersama dan tentunya memanen padi.
Rangkaian proses pelaksanaan tradisi methil dilaksanakan sejak pagi hari atau bahkan beberapa hari sebelum panen padi dilakukan. Hal ini mengingat banyaknya hal yang perlu dipersiapkan, mulai dari menyiapkan makanan untuk bancaan hingga pelaksanaan panen itu sendiri. Sedangkan untuk proses panen padi secara keseluruhan akan dilaksanakan sekitar pukul 9 pagi.
Lantas, bagaimana tahapan pelaksanaan methil itu? Menurut penuturan Ibu Mayang, pelaksanaan tradisi tersebut melewati beberapa tahapan. Pertama, pemilik sawah akan menyiapkan makanan untuk dibawa ke sawah. Kedua, sesampainya di sawah, pemilik sawah akan mengelilingi sebidang sawah yang akan di-pethil dan menandai setiap sudutnya dengan membuat simpul tali pada daun padi. Ketiga, pemilik sawah akan menaruh rumah-rumahan yang terbuat dari betek bambu di tengah sawah. Keempat, pemilik sawah akan memanen sedikit padi menggunakan ani-ani sebagai simbolisasi tradisi methil. Kelima, dilaksanakan bancaan atau memanjatkan doa sekaligus makan bersama yang dilakukan pemilik sawah dan para tenaga panen. Setelah kelima tahapan ini selesai, barulah dilakukan panen seperti biasa.
Referensi: Hasil wawancara penulis dengan Ibu Mayang (Ngawi, 31 April 2023)
Septiana, I. (2013). Tradisi Methil sebagai Salah Satu Warisan Kearifan Lokal di Desa Karangmalang Kecamatan Kasreman Kabupaten Ngawi (Studi Fenomenologi Masyarakat Desa Karangmalang Mengenai Tradisi Methil). (Skripsi Sarjana, Universitas Sebelas Maret). https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/31039/
Setyawan, D. (2022). Tradisi Methil, Sarana Sosialisasi Pertanian Ramah Lingkungan Berkelanjutan di Ngawi. Diakses pada 17 April 2023, dari https://suara.ngawikab.go.id/2022/10/31/tradisi-methil-sarana-sosialisasi-pertanian-ramah-lingkungan-berkelanjutan-di-ngawi/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja