Toleat dari Si Anak Gembala
Toleat merupakan jenis alat musik tiup (Aeropohone single ritz) yang digali dari tradisi masyarakat daerah Pamanukan, Subang Jawa Barat. Alat musik yang satu ini dimainkan dengan cara ditiup. Toleat ini terbuat dari bambu. Alat musik ini ditemukan oleh seorang pria bernama Parman. Mulanya beliau terinspirasi oleh sebuah mainan yang biasa dibuat anak-anak saat menggembalakan ternak mereka di sawah. Mainan itu berupa alat musik tiup, mereka memberikan nama alat musik tersebut sesuai dengan bunyi yang ditimbulkannya, yakni “empet-empetan” dan “ole-olean”. Beberapa orang mengatakan bahwa alunan suara yang ditimbulkan oleh toleat ini mirip dengan alat music Saxophone. Pada dasarnya, bentuk dari toleat ini hampir menyerupai suling. Tetapi, suara yang dikeluarkan oleh toleat ini tidak terlalu melengking seperti suling melainkan terdengar jauh lebih halus dan akan memberikan kesan ketenangan bagi setiap orang yang mendengarnya. Nadanya pun begitu sangat harmonis, seperti celempung maupun gembyung yang musiknya lebih dinamis. Alat musik yang satu ini merupakan master piece anak gembala di Pantura Subang, Jawa Barat yang mana wilayah ini merupakan wilayah dengan pertanian yang begitu luas. Saat waktu panen tiba, biasanya mereka membuat “empet-empetan” dari potongan batang padi sisa panen. Sedangkan pada musim padi usai, dikarenakan tidak ada batang padi maka mereka membuat alat musik yang lain yaitu “ole-olen” yang terbuat dari pelepah pohon pepaya. Karena bahan yang digunakan untuk membuat alat musik tersebut cepat rusak, maka Parman mencari alternatif lain untuk membuatnya. Mulanya, Parman menggunakan material seperti ujung bambu dan lidahnya (peniupnya) terbuat dari kayu pohon berenuk yang dililit rotan. Menurut seorang Ethnomusikolog dan Pegiat Seni, Nandang Kusnandar menuturkan bahwa alat musik toleat ini merupakan hasil dari pengerucutan pengalaman, serta pengetahuan yang dimiliki oleh Mang Parman saat kecil sampai dewasa selama beraktivitas di area pesawahan. Mang Parman ini tidak begitu saja menciptakan alat musik toleat, beliau membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menciptakan sebuah alat musik ini. Secara organologis, alat musik toleat ini termasuk ke dalam klasifikasi alat musik Aerophones Multiple Ritz. Toleat yang semulanya ganya alat musik hasil ciptaan seorang anak gembala, sekarang sudah sering dipertunjukkan dalam berbagai event pagelaran seni di Jawa Barat, bahkan sudah sampai mancanegara. Alat musik ini dapat dikolaborasikan dengan alat musik tradisional maupun alat musik modern. Sejarah Singkat Toleat Awal mulanya, Parman memakai bahan dari ujung bambu dan lidahnya terbuat dari kayu pohon berenuk sebagai sumber suara yang dililit rotan. Pada perkembangannya, toleat ini dibuat dari bambu tamiang lalu diberi lubang-lubang seperti halnya suling, sehingga dengan demikian dapat mengeluarkan banyak nada. Bambu tamiang ini merupakan bahan baku utamanya, bambu jenis ini relatif bisa tahan lama. Yang menjadi pembeda dengan suling yaitu terletak pada bagian peniupnya yang terbuat dari kayu pohon berenuk. Saat pertama kali toleat ini muncul, alat musik ini hanya berfungsi sebagai alat atau media untuk hiburan pribadi saja, untuk mengusir rasa jenuh saat menggembalakan ternak. Tidak ada lagu khusus yang dimainkan oleh anak gembala, hanya mengandalkan keunikan bunyi yang ditimbulkan dari alat musik tersebut. Ada pembeda antara suling dengan toleat ini, yaitu pada peniupnya dan jumlah lubangnya . Untuk toleat bahan peniupnya letah yang terbuat dari kayu pohon berenuk. Selain itu juga lubang pada toleat ini terdapat delapan buah lubang bunyi, satu lubang bagian bawah dan tujuh lubang di bagian atas dengan tangga nada berlaras salendro. Berbeda dengan suling yang berlaras salendro ada lima lubang dan berlaras pelog tujuh lubang. Sekitar tahun 2000, alat musik ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat. Baik masyarakat local maupun regional. Pengenalan local perlu dilakukan, mengingat masyarakat Subang dan Pantura Jawa Barat belum mengetahui adanya alat musik ini. Di tahun 2014 alat musik toleat ini memecahkan rekor muri 1000 toleat yang dimainkan oleh pelajar di Kabupaten Subang. Melalui pencapaian ini dapat dilakukan pengenalan alat musik toleat kepada masyarakat setempat.
Daftar Pustaka
(Tanpa nama). (2012, November 07). Toleat Alat Musik Khas Subang. Retrieved Maret 18, 2020, from kotasubang.com: https://www.kotasubang.com/20/toleat-alat-musik-khas-subang
Aprilia, T. T. (2017). Pertunjukan Toleat Oleh Grup Kesenian Toleatter Di Kabupaten Subang. repository.upi.edu , 2-3.
Husaeni, U. (2014, Oktober 25). Mang Parman, Anak Gembala Pencipta Musik Toleat. Retrieved Maret 18, 2020, from Sindonews.com: https://daerah.sindonews.com/read/915215/21/mang-parman-anak-gembala-pencipta-musik-toleat-1414231240
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja