Berkunjung ke Sumatera Barat tidak cuma menyuguhkan keindahan alamnya saja, melainkan juga keindahan budaya yang menyangkut tentang hal makanan tradisonal, upacara adat, ataupun tarian tradisional. Seni-seni tradisional kini memang jarang diminati, jarang ditelusuri yang mengancam akan ada negara lain yang mengklaim ataupun sekedar budaya itu akan terlupakan. Salah satu upaya cara pelestarian dari senibudaya tradisional ini adalah dengan cara mengenal budaya itu dengan baik, mulai memahami asal usul dari budaya tersebut, ataupun mulai mengetahui apa latar belakang adanya budaya tersebut.
Menurut UU no 5 Tahun 2017 tentang 10 Objek Pemajuan Kebudayaan, Tari piring dapat digolongkan menjadi objek yang no 8 adalah tentang Seni. Seni adalah ekspresi artistik individu, yang berbasis warisan budaya maupun berbasis kreativitas penciptaan baru, yang terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan dan/atau medium. Seni antara lain seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, seni musik, dan seni media. Tari Piring merupakan salah satu kesenian dari Sumatera Barat yang masih banyak kita jumpai di acara adat ataupun sekedar pementasan.
Tari Piring atau di dalam bahasa Minangkabau disebut dengan sebutan Tari Piriang adalah salah satu seni tarian tradisional dari Minangkabau, yang tepatnya berasal dari kota Solok, Sumatra Barat. Tarian ini ditarikan dengan menyertakan piring sebagai alat atau media utama dalam menarikannya. Kemudian piring-piring tersebut diayunkan dengan gerakan yang cepat dan teratur tanpa terlepas dari cengkaraman tangan. Tari Piring adalah sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Di dalam paduan tari dalam gerakan dasar tari piring terdapat langkah-langkah silat Minangkabau atau Siek.
Asal usul menjadikan piring sebagai bahan utama dalam pementasan adalah pada zaman dahulu keberadaan piring porselen yang didatangkan dari China mempunyai bentuk desain yang indah dan memiliki nilai estetis. Hal ini menjadikan piring piring tersebut aka dibawakan sebagai alat utama dalam tarian untuk menambah nilai estetis dengan gerakan-gerakan khas Minangkabau itu sendiri.
Ragam gerak keunikan dari tari piring adalah geraknya ini dilakukan diatas pecahan piring dan ditarikan langsung oleh penarinya. Beberapa ragam gerakan yang sering digunakan dalam pementasan tari piring adalah:
Jika di perhatikan, gerakan tari piring ini mendekati dengan hasil panen karena pada awalnya tari piring adalah suatu tradisi yang dilakukan untuk rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah masyarakat mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah.
Properti yang dipakai untuk pertunjukan tari piring ini ialah dua buah piring yang digenggam dengan dua telapak tangan dengan gerakan tari yang begitu cepat dengan gerakan berpola diayunkan ke depan dan belakang. Dua cincin dan dentingan piring adalah sebuah selingan bunyi pada saat jari penari diketukkan kebagian bawah piring. Tari Piring ini memiliki makna nilai transendental yang tergambarkan pada saat pelaksanaan tata cara tari piring. Piring-piring itu disusun di atas yang mana menunjukkan simbol yang ditunjukkan ke arah tuhan, selain itu tari piring ini juga sebagai simbol rasa ucap syukur kepada Tuhan.
Dalam perkembangannya, pagelaran tari piring tidak cuma dipertunjukkan pada upacara adat saja melainkan juga ditampilkan untuk membuat meriah hari-hari besar lainnya, semisal peringatan hari kemerdekaan Indonesia, festival, pameran, dan juga di pertunjukkan untuk menyambut tamu-tamu agung.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja