BUKU SILAT BEKSI PETUKANGAN
SEJARAH SINGKAT TRADISI MAENPUKULAN, TOKOH-TOKOH DAN UPAYA PELESTARIANNYA DI PETUKANGAN
Asal Usul Silat Beksi DiPetukangan
Toponim Daerah Petukangan
Nama Petukangan, diyakini berasal dari penyebutan sebuah tempat, dimana para pekerja atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh warga asli. Petukangan berasal dari kata tukang. Imbuhan “pe” dan “an” pada kata tukang, menghasilkan redaksi Petukangan. Redaksi tersebut kemudian merujuk pada pernyataan bahwa di tempat tersebut, terdapat subyek dan aktifitas yang berhubungan dengan pertukangan.
Peta Ulujami tahun 1840
(Sumber peta:https://upload.wikimedia.org)
Menurut buku karya Zaenuddin HM, toponimi Petukangan berasal dari aktifitas pertukangan seperti: pembuatan kusen dan mebelserta perkakas berbahan dasar kayu. Pada peta Jakarta di tahun 1943, terdapat dua nama daerah yang disebut Petukangan, pertama, terletak di Ulujami, kedua, ada di daerah yang sekarang letaknya antara Jatinegara dan Pulogadung. Menurut sumber lainnya, nama Petukangan memang sangat erat kaitannya dengan daerah sekitarnya yang bernama Kebayoran atau dahulu disebut Pabayuran dan Ulujami. Dinamakan Kebayoran, karena pada masa lalu daerah itu adalah daerah penghasil kayu Bayur (Acer Laurinum Hask), dengan tekstur kayu yang keras dan paling bagus untuk tiang bangunan rumah.
Toponimi Ulujami, belum ditemukan fakta kuat yang menyatakan asal-usul nama kata Ulujami. Terdapat dua nama Ulujami di pulau Jawa, satu di Kabupaten Pemalang, yang lokasinya berada di pesisir pantai, sedangkan satu lagi berada di Jakarta dan menjadi sebuah nama kelurahan. Posisi Ulujami yang berada di Jakarta, berada di pinggiran barat sungai Pesanggrahan. Ada sebuah dugaan, bahwa pada awalnya, daerah Ulujami adalah nama tempat orang-orang yang berasal dari Ulujami Pemalang. Mereka ditugaskan oleh Sultan Agung untuk mengepung kota Batavia pada tahun 1628-1629, dari arah laut bagian barat.
Kegagalan serangan Mataram ke Batavia, menyebabkan mereka takut jika kembali ke ibukota atau kampung halamannya, akan di hukum mati. Banyak daerah di sekitar Ulujami, seperti daerah Ciganjur, Gandaria dan Matraman (agak jauh), yang diketahui merupakan sisa-sisa pasukan Mataram yang enggan kembali. Mereka juga kadang-kadang terlihat masih beroperasi mengacau laut di sekitar pulau Onrust dan sekitarnya, yang dekat dengan muara sungai Pesanggrahan setelah kegagalan tersebut hingga tahun 1638. Warga Ulujami yang mungkin berasal dari Pemalang ini, membawa keahlian mereka dalam bidang pertukangan, terutama di bidang perkapalan. Sehingga dimungkinkan toponimi Ulujami memang berasal dari daerah Pemalang, sebab jika melihat posisi Ulujami dan Petukangan, berada tidak jauh dari daerah Aliran Sungai Pesanggrahan.
Catatan tertua mengenai nama Ulujami berasal dari tahun 1683, dimana daerah ini menjadi pos pengamatan prajurit VOC dalam perang melawan Kesultanan Banten. Menurut peta tertua dari tahun 1780, daerah Ulujami dan Petukangan telah tercatat dengan nama Lodjammie dan Padoekangan. Pada peta tersebut memuat catatan mengenai jumlah luasan tanah garapan. Hasil tanah garapan tersebut diberikan pada Gubernur Jendral Reinier de Klerk, sebagai pemilik besar lahan di barat daya Batavia.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja