Dahulu kala ada seseorang yang bernama Ki Sutaarga. Ia berniat menyelenggarakan tontonan wayang. Peran yang diinginkan olehnya untuk di tampilkan, yaitu peran yang paling di larang oleh dalang.
Peran itu di tampilkan, tetapi tidak boleh sampai akhirnya. Karena jika sampai akhir biasanya selalu ada kejadian yang tidak diinginkan. Tapi Ki Sutaarga ngotot ingin tahu peranan itu sampai akhirnya. Walaupun harus bayar berapapun, bukan burung bayaran asal peranan itu di tampilkan sampai ke akhirnya.
Ki Dalang pun berkata “Baik akan di tampilkan sampai ke akhirnya, asal ongkosnya di bayar duluan?”. Tidak banyak cerita, Ki Sutaagra bayar atas permintaan dalang tersebut. Karena didorong dengan ongkos yang besar, diselenggarakan tontonan wayang yang sangat ramai.
Penyanyi yang akrab disapa Nyai Astrakembang yang bersinar terang, kalau kata anak-anak sekarang seperti enyoy-enyoyan, menyanyikan lagu-lagu yang sangat membahagiakan. Para penonton pun tiba dari suklakna dari siklukna.
Ramai sekali, mendengar suara sinden yang berputar sangat baik. Saat peranan hampir selesai mendekati fajar, tiba dua orang yang menggunakan pakaian seragam upas kabupaten. Upas itu menyampaikan perintah Bupati supaya dalang, sinden, nayaga dan gamelan sapuratina, membawa penghormatan kepada Bupati.
Katanya ditunggu sekali. Jadi dalang itu berjalan mondar - mandir memerintahkan ke teman - temannya untuk beres - beres. Ia pun memberitahu Ki Sutaarga jika ia dipanggil oleh Bupati. Mereka semua pun pergi di iringi oleh dua upas itu ke kediaman Bupati.
Jalannya lurus, perjalanan sungguh menyenangkan karena jalannya tidak membuat bingung. Ceritanya sekumpulan itu sudah sampai ke tempat yang di tuju. Setelah melewati beberapa penundaan yang tidak berarti mereka pun tiba di gedung Kabupaten, saat itu kebetulan hari sudah tertangkap siang hari.
Tapi aneh bin ajaib! Dua upas itu tidak ada, kabupaten pun bolong hilang tanpa sebab. Seluruh yang hadir pun musnah tidak tahu kemana hilangnya. Yang tersisa hanyalah gamelan - gamelan itu. Bahkan kasur yang digulung bekas alas duduk sinden, berubah jadi batu.
Hingga saat ini, gunung tersebut bernama Gunung Kendang. Di masa lalu setiap malam selasa dan jum'at kliwon selalu ada yang ramai - ramai seperti ada acara hiburan. Baik itu suara sinden penahan angin, suara budak yang parau, suara gamelan nangnengnong. Dipukul oleh suara kendang, dung plak dung, sangat jelas terlihat.
Diakhiri dengan suara goong, sorakan yang nyaring, yang mana sungguh memekakkan telinga. Banyak orang yang tertipu dari bagian selatan Gunung Kendang, seperti Cikareo, Bantarpeundeuy, dan lainnya. Siapa yang akan nonton pergi ke lokasi asal suara, menurutnya ada pekerjaan di desa Cibitung.
Orang lembur di Utara Gunung Kendang, mengatakan mereka menganggap wayang itu ada di Cikarosea atau Bantar Peundeuy. Yang melihat langsung pergi ke bawah menuju ke sebelah selatan. Berjalan berdampingan yang dari utara dan yang dari pasanggrok selatan, lalu saling bertanya di mana pekerjaan. Masing - masing bengong, tidak ada yang bisa menjelaskan.
Dan kemudian berbalik dengan enggan hati karena merasa dicurangi. Keanehan Gunung Kendang adalah formasi batuannya yang terlihat seperti kendang, goong, bidadari, roll, dan kasur gulung. Yang seperti gulungan kasur berlimpah ada empat belas, tribun berdiri. Itu seperti gulungan sepanjang satu setengah meter.
Gunung Kendang terletak di Desa Sukamukti, Kecamatan Cisompét, Kabupaten Garut, sebuah kompleks kehutanan yang dikenal dengan Blok Jagasatru.
Source : https://basasunda.com/dongeng-sunda-legenda-sasakala-jawa-barat/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja