Alat Musik
Alat Musik
Musik Betawi DKI Jakarta Jakarta
Rebana Di Betawi Sejak Abad 18
- 6 Juli 2020

SELAYANG PANDANG REBANA DI TANAH BETAWI

PENGANTAR

Mengungkap fakta sejarah masa lalu tentu harus memiliki bukti secara konkret baik itu berupa tuturan, tulisan maupun bekas peninggalan yang masih ada secara fisik. Artinya membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan proses yang sungguh-sungguh dilakukan agar sejarah bisa terungkap. Meski tidak seutuhnya benar atau paling tidak mendekati kebenaran seperti yang dilakukan dalam menelusuri jejak kesenian rebana di Betawi.

PENDAHULUAN

Wan Abdurrahman dan anak kandungnya, Bang Budi selaku generasi IV Rebana Biang, Bung Dzun sebagai mahasiswa sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bang Rojak Sabeni Tanah Abang serta Ketua RT setempat di Kelurahan Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan beserta pengurus makam bersama rekan kampungsilat.com melakukan ziarah ke makam Pak kumis yang diyakini sebagai sang pembawa awal rebana ke tanah Betawi.

Napak tilas tersebut dilakukan dalam rangka riset sejarah seni budaya Betawi Kampung Silat Petukangan bersama mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Minggu, 5 Juli 2020 ke makam keramat Pak Kumis bin Kandang di Jl. Maleo Residence Bintaro Sektor IX Pondok Pucung, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten.

REBANA BETAWI ABAD 18

Wan Abdurrahman selaku generasi ke IV Rebana Biang Pusaka Ciganjur dan sekaligus pewaris rebana pusaka Pak Kumis bin Kandang mengatakan bahwa konon beliau (Pak Kumis bin Kandang) yang mengenalkan pertama kali musik rebana ke tanah Betawi di awal abad 18 an dan diyakini sebagai maha guru rebana.

“Beliau membawa rebana ke tanah Betawi sekitar abad 18 an, dan itu telah saya telusuri secara nasab dari generasi ke generasi,” ungkap Wan Abdurrahman.

Wan Abdurrahman dan warga sekitar menyebut bahwa beliau yang dimaksud dengan Pak Kumis bin Kandang adalah waliyullah keturunan Sheikh Maulana Hasanuddin Sultan Banten. Kerap kali ketika telah diketahui nasabnya, keluarga besar Rebana Biang Pusaka Ciganjur dan masyarakat sekitar yang mengetahui rekam jejak sang wali, saban bulan mulud rutin berziarah ke makamnya.

“Dan alhamdulilah bertepatan dengan bulan Dzulqaidah ini kami dapat bermunajat dan mengungkapkan rasa takzim dengan beliau,” jelasnya.

Dikesempatan yang sama, Saiful selaku Ketua RT. 005/03 Kel. Pondok Pucung Kec. Pondok Aren Kota Tangerang Selatan, Banten mengatakan bahwa mengenai Pak Kumis bin Kandang, dirinya kurang tahu persis namun yang jelas dirinya diberi tahu dan diamanahkan untuk menjaga keberadaan makam tersebut oleh orangtuanya.

“Jujur saya pribadi memang banyak kurang tahunya. Saya hanya dititipkan oleh almarhum Bapak saya bahwa yang dimakamkan disitu namanya Pak Kumis bin Kandang,” ungkapnya.

REBANA BETAWI ALAT PERJUANGAN PENDAKWAH ISLAM

Saiful selaku pengurus makam keramat Kumis bin Kandang mengungkapkan bahwa menurut cerita selentingan atau desas-desus dari orang tuanya dulu dan tokoh masyarakat setempat, kalau orang dahulu itu yang suka berkelana kebanyakan penyebar agama Islam.

“Pak Kumis ini dikenal sebagai seorang juara, pejuang sekaligus pendakwah kemudian meninggal di sini, bikin kandang di sini setelah itu terjadi pertempuran dahsyat melawan penjajah hingga menewaskan Pak Kumis bin Kandang. Lalu dinamakanlah makam keramat Pak Kumis bin Kandang,” katanya.

Menurutnya lagi, bahwa orang tua beliau tidak cerita banyak mengenai sosok Pak Kumis bin Kandang atau dikenal juga Pak Tua Kumis, karena pada saat itu dirinya masih kecil hanya saja beberapa kali kesempatan melihat Pak Haji dari Ciganjur selalu datang dalam beberapa bulan sekali yang hingga sekarang masih diingatnya.

“Kebetulan sekarang masih ada saksi kunci, sekaligus sempat kenal dengan keluarga besar Ciganjur,” kata Saiful.

REBANA BETAWI TERKUBUR DALAM TUMPUKAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

Selanjutnya, Bung Dzun sebagai mahasiswa sejarah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menambahkan bahwa dengan napak tilas ini, mudah-mudahan menjadi sebuah perjalanannya dalam menguak sejarah seni budaya tradisi, khususnya Betawi yang Islami yang akan dituliskannya sebagai tugas akhir atau skripsi.

“Dimana seni budaya Betawi banyak yang belum terungkap. Dan seni budaya tradisi, khususnya Betawi masih banyak yang terkubur dalam tumpukan sejarah bangsa Indonesia,” pungkasnya.

KERAMAT KUMPI KUMIS BIN KANDANG "WALIYULLAH TERSEMBUNYI" DIPINGGIRAN JAKARTA

Saiful selaku pengurus makam "keramat" Kumis bin Kandang" mengungkapkan bahwa menurut cerita "selentingan" dari alm orang tua dulu dan tokoh masyarakat setempat, kalau orang dulu itu kebanyakan penyebar agama Islam, di tambah lagi Pak Kumis ini adalah seorang "juara, pejuang, pendakwah" meninggal di sini terus bikin kandang di sini.

"Lalu dinamakanlah makam "keramat" Pak Kumis bin Kandang," jelasnya disela Napak tilas pada Minggu, 5 Juli 2020 di Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Jl. Maleo Residence RT. 005/03 Kel. Pondok Pucung Kec. Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten.

Ditegaskannya bahwa kebetulan makam "keramat" Pak Kumis bin Kandang posisinya persis berjarak 300 meter dari rumah saya. Namun, setelah ramainya pembangunan diwilayah kami banyak penggusuran dan terputuslah jarak antara makam dengan rumah kami.

Terus terang saya selaku Ketua Pengurus makam memberitahukan di area makam itu sebagian ada tanah keluarga yang diwakafkan oleh leluhur kami jaman dulu.

"Hingga kini keluarga kami banyak yang dimakamkan di TPBU tersebut," tegasnya.

Ditambahkannya bahwa kata orang tua dulu, kumpi kumis ini "juara, pejuang, pendakwah" yang bikin kandang di sini setelah terjadi pertempuran dahsyat melawan penjajah, hingga menewaskan Pak Kumis bin Kandang.

"Setelah peristiwa tersebut, dinamakanlah "keramat" kumpi Kumis bin Kandang," paparnya.

NAPAK TILAS KUMPI KERAMAT KUMIS BIN KANDANG "WALI TERSEMBUNYI" PENYEBAR REBANA DI TANAH BETAWI ABAD 18

Menurut Wan Abdurrahman sebagai generasi ke IV Rebana Biang Pusaka Ciganjur bahwa pada tahun 1825 itu, Pak Kumis bin Kandang mulai mengenalkan rebana ke Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

"Beliau wafat sekitar tahun 1900 an," ungkapnya disela Napak tilas ziarah makam kumpi "keramat" Kumis bin Kandang pada Minggu, 5 Juli 2020 di Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Maleo Residence RT. 005/03 Kel. Pondok Pucung Kec. Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten.

Turut hadir Wan Abdurrahman bersama Bung Budi anak kandungnya, Saiful selaku Ketua RT. 005/03 dan sekaligus Ketua Pengurus makam, Bang Rojak Sabeni Tanah Abang, Jajang Suryana dan Abdul Aziz dari Kampung Silat Petukangan serta Bung Dzun selaku mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dijelaskannya bahwa Pak Kumis bin Kandang wafat sekitar tahun 1900 an. Wafatnya itu sekitar abad 19an dengan analisa per generasi dihitung 50 tahun .

"Terhitung mulai dari tahun 1825 dikalikan 50 tahun. Jadi sekitar abad 19 kebawah," jelasnya.

MENELUSURI JEJAK SANG MAESTRO REBANA BETAWI YANG BUKAN LAGI MITOS

Membahas sejarah budaya tentunya perlu banyak observasi baik secara lisan maupun tulisan. Dalam sejarah kebudayaan Betawi misalnya, seseorang harus benar-benar menjadi seorang Betawi agar semua informasi didapatkan dengan detail dan sejelas-jelasnya termasuk dalam menelusuri perkembangan musik rebana, kesenian yang berkembang di Betawi.

Pada kali ini kampungsilat.com menemukan salah satu tokoh musik rebana Betawi yang masih jarang diketahui orang padahal pada masanya gaya permainan rebananya sangat dikagumi banyak orang.

“Namanya Dehir aja, gak ada panjangannya. Orang kadang manggil Ki Dehir, Uwa Dehir, atau Bapak Dehir,” kata Bapak atau Baba Markasanih, anak kandung yang terakhir dari Dehir ketika berhasil ditemui dikediamannya di Jalan Masjid Darussalam RT 11/02, Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Nama Dehir memang tidak begitu populer dikalangan masyarakat Betawi luas, tetapi bagi masyarakat Betawi pinggir terutama di Kebayoran Lama, Pondok Pinang, Petukangan, Ciganjur hingga ke timur Jakarta permainan rebananya sangat dinanti-nantikan banyak orang pada masanya.

“Kakek Dehir namanya H. Ajir, bapaknya namanya H. Ateng Soma. Bapaknya ini orang Garut, Dehir ke Jakarta dapet orang sini asli yaitu ibu saya namanya Fatimah,” jelasnya.

REBANA GEDIGDUG/BERANTEM REBANA ORANG BETAWI

Rebana yang dikenal saat itu bentuknya cukup besar, berdiameter sekitar 40 cm. Pola permainannya pun saling beradu atau saling berbalasan lagu. Lalu musik rebana yang dimainkan berasal dari zikir-zikir yang dilagukan sedemikian rupa yang membuat tertarik penonton.

“Biasanya main di acara pernikahan, orang manggil bakal hiburan. Dulu ya masih jarang hiburan belum ada lenong, layar tancep. Ya sebelum merdeka lah sekitar tahun 1940-an udah ada tuh rebana,” jelasnya lagi yang kini usianya telah memasuki 74 tahun.

Menurutnya Dehir pernah bergabung dengan grup Yusuf Gambus Kebayoran Lama namun oleh ayahnya disarankan agar keluar dari grup tersebut dan dinasehatinya agar menciptakan karya sendiri. Hal itu dilakukannya yang kemudian menempatkan hatinya pada rebana.

“Pokoknya orang bilang rebana, kalo udah di panggung pada berantem ada juga yang nyebutnya Rebana Berantem, Rebana Gedigdug. Panggungnya tinggi sekitar 2,5 meter,” katanya lagi sambil memperagakan gaya dan suara permainan sang maestro.

REBANA SELALU MENGHIBUR DI SETIAP KERIYAAN ORANG BETAWI

Baba Markasanih menambahkan bahwa selain mahir dalam memainkan rebana, Dehir juga pandai dalam bercerita sampai-sampai orang yang mendengarnya terharu bahkan hingga menangis dibuatnya.

“Jadi orang manggil misalnya dinikahan suruh maen rebana, nah nanti tengah malemnya dia cerita, dulu bilangnya gesa, kisah-kisah nabi, ampe kisah-kisah yang bikin sedih,” tambahnya.

Riwayat akhir kisah Dehir cukup menyedihkan, di masa tua, kedua matanya buta sampai akhir hayatnya. Hal ini diperkuat oleh salah satu saksi, Baba Abdul Syakur atau Aba Mardjani, penulis Betawi yang sewaktu kecil melihat Dehir masih melakukan pementasan meski matanya buta. Dehir meninggal dalam usia 72 tahun dan jejak kuburanya kini telah hilang, yang dapat ditemukan hanya letaknya saja yang berada di kompleks pemakaman keluarga.

(Tim Riset Kampung Silat Petukangan, kampungsilat.com)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline