×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Penghulu Tiga Lorong

Tanggal 17 Jul 2012 oleh tresna purnama dewi.

Pada zaman dahulu, ketika ibukota Kerajaan Indragiri berada di Pekantua, tersebutlah tiga orang bersaudara bernama Tiala, Sabila Jati dan Jo Mahkota. Ketiganya pandai, gagah perkasa dan mahir menggunakan senjata. Mereka hidup rukun dan saling membantu di suatu tempat bernama Batu Jangko.

Pada suatu hari, mereka pergi untuk mencari tempat yang lebih baik, yang tanahnya subur, airnya jernih, ikannya jinak, dan udaranya segar. Dari satu tempat ke tempat lain, tiga bersaudara ini akhirnya tiba di Koto Siambul dan memutuskan untuk menatap di tempat tersebut.

Sementara itu, di istana, Raja Indragiri sangat resah karena Datuk Dobalang yang berkuasa di negeri Sibuai Tinggi bertingkah laku semena-mena. Dia suka berjudi, menyabung ayam, bermabuk-mabukan dan memperlakukan rakyatnya dengan kejam. Raja Indragiri kemudian memanggil Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri untuk menaklukkan Datuk Dubalang.

Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri segera melaksanakan perintah Raja. Dia memudiki sungai, hingga akhirnya tiba di Koto Siambul dan bertemu dengan tiga bersaudara Tiala, Sabila Jati, serta Jo Mahkota. Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri sudah mendengar kehebatan ketiga bersaudara tersebut, dan bermaksud meminta bantuan mereka untuk mengalahkan Datuk Dubalang. Maka dimintanya tiga bersaudara tersebut pergi menghadap Raja di Pekan Tua.

Ketiga bersaudara tersebut pergi menghadap Raja Indragiri. Mereka menyanggupi permintaan Raja Indragiri untuk mengalahkan Datuk Dubalang. Sebagai bekal, masing-masing mengajukan perlengkapan yang diperlukan. Tiala meminta seekor ayam sabung betina dan dua buah keris bersarung emas buatan Majapahit. Sabila Jati meminta pedang Jawi yang hulunya bertatahkan intan dengan tulisan "Muhammad". Jo Mahkota meminta lembing dengan sarung emas dan suasa.

Setelah Raja memenuhi semua perlengkapan yang diminta, berangkatlah tiga bersaudara tersebut ke Sibuai Tinggi dengan sebuah perahu yang dikayuh oleh 12 orang. Setiba di Sibuai Tinggi, mereka langsung ditemui oleh Datuk Dubalang dan ditantang untuk bersabung ayam.

Dalam persabungan itu, Datuk Dubalang mengajukan empat pantang larang. Pertama, dilarang bersorak dan bertepuk tangan. Kedua, dilarang memekik dan menghentak tanah. Ketiga, dilarang menyingsingkan lengan baju. Keempat, dilarang memutar keris ke depan. "Siapa saja yang melanggar peraturan itu dianggap kalah." Kata Datuk Dubalang dengan pongahnya.

Datuk Dubalang memberikan taruhan tanah Inuman di sebelah kiri Sungai Indragiri, yang lebar dan panjangnya sejauh mata memandang dari gelanggang Sibuai Tinggi. Tiga Bersaudara pun memberikan taruhan tanah Koto Siambul di sebelah kiri Sungai Indragiri, lebar dan panjangnya sehabis mata memandang dari gelanggang Sibuai Tinggi. Inilah kecerdikan tiga bersaudara, sebab Koto Siambul tidak dapat dilihat dari Sibuai Tinggi, sehingga sesungguhnya mereka tidak mempertaruhkan apa-apa. Namun, Datuk Dubalang menerima taruhan itu tanpa menyadari kebodohannya.

Sabung ayam dilaksanakan pada hari ketiga. Semua penduduk berkumpul di gelanggang Sibuai Tinggi untuk menyaksikan pertarungan itu. Ayam milik Datuk Dubalang dan Tiga Bersaudara pun berlaga dengan seru. Dalam persabungan itu, ayam Tiga Bersaudara terkena kelepau hingga sayapnya patah. Datuk Dubalang sangat gembira hingga bersorak, bertepuk tangan, bahkan memekik dan menghentak tanah. Semua aturan yang dibuatnya, dilanggarnya sendiri.

Tiga bersaudara segera mengingatkan Datuk Dubalang bahwa siapa pun yang melanggar peraturan harus dianggap kalah. Namun, Datuk Dubalang tidak peduli. Dia bahkan menjadi berang dan menyerang Tiga Bersaudara dengan kerasnya. Tiga Bersaudara sudah siap, sehingga dengan mudah mereka mengelak dan balas menyerang Datuk Dubalang. Senjata yang mereka minta dari Raja Indragiri dikeluarkan, dan pusaka-pusaka sakti itu membuat Datuk Dubalang tewas jatuh tersungkur ke tanah.

Jasad Datuk Dubalang selanjutnya dimasukkan ke dalam peti dan dibawa ke hadapan Raja Indragiri. Sang Raja sangat gembira melihat keberhasilan Tiga Bersaudara mengalahkan Datuk Dubalang. Dia meminta Tiga Bersaudara untuk menyebutkan hadiah yang mereka inginkan. Tiala, Sabila Jati dan Jo Mahkota tidak meminta uang, emas ataupun harta benda yang lain.

"Kami hanya meminta sesuatu yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk karena hujan seumur hidup," kata Tiala mewakili saudara-saudaranya.

Selama delapan hari Raja dan para menteri serta orang-orang tua yang bijak mengadakan rapat untuk membicarakan permintaan Tiga Bersaudara. Mereka berpikir keras, mencari apa yang dimaksud oleh orang tiga beradik tersebut. Atas petunjuk Tuhan, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa yang diinginkan oleh Tiga Bersaudara tersebut adalah pangkat.

Ketiga kakak beradik tersebut selanjutnya diangkat menjadi Penghulu Tiga Lorong. Tiala diangkat menjadi Lelo Diraja, Penghulu Baturijal Hilir lawan Sungai Indragiri dengan bendera berwarna putih. Sabila Jati diangkat menjadi Dana Lelo Penghulu Pematang lawan Batanghari, dengan bendera berwarna hitam. Adapun Jo Mahkota diangkat menjadi Penghulu Baturijal Hulu dengan anugerah dua bendera, yaitu bendera merah dari Raja Indragiri dan bendera hitam dari Raja Kuantan.

Atas anugerah pangkat yang mereka terima, Penghulu Tiga Lorong bersumpah.

Tiada boleh akal buruk, budi merangkak

Menggunting dalam lipatan

Memakan darah di dalam

Makan sumpah 1000 siang 1000 malam

Ke atas dak bapucuk

Ke bawah dak baurat

Dikutuk kita Al-Qur'an 30 Juz

Tiga Bersaudara selanjutnya menerima hadiah tanah Tiga Lorong yang tanahnya subur, udaranya sejuk, airnya jernih, rumputnya segar, serta ikannya jinak. Mereka membangun wilayah Tiga Lorong sehingga hasil pertaniannya berlimpah, jalan-jalan dan bangunannya tertata rapi, perniagaannya maju, serta keseniannya berkembang pesat. Rakyat yang terdiri dari berbagai suku hidup rukun, saling menghargai, serta menjalankan syariat agama dengan taat.

DISKUSI


TERBARU


Makanan Khas Je...

Oleh Yaemmm | 10 May 2024.
Makanan daerah

Horog-Horog adalah makanan khas Jepara sebagai sumber karbohidrat dapat menjadi pengganti nasi. Bahan utamanya adlah tepung yang terbuat dari pohon a...

Tari Hudoq: Mer...

Oleh Firasalihaz | 03 May 2024.
Tarian Tradisional

Budaya Tari Hudoq dari Kalimantan Timur mempesona dengan keunikan dan kedalaman maknanya. Tarian ini berasal dari suku Dayak Basad, di mana penari la...

Candi Ijo - Sej...

Oleh Dewiarya | 02 May 2024.
Bangunan Bersejarah

Candi ijo terletak di kecamatan Prambanan Sleman DIY , kita harus melewati perbukitan Boko yang berbatu cadas, Candi Ijo merupakan situs seja...

Lumpia

Oleh Kyaya | 28 Apr 2024.
Makanan khas

Lumpia merupakan salah satu kuliner khas semarang yang banyak di gemari masyarakat. Ciri khas dari lumpia semarang yaitu berada pada isianya, rebun...

Kolintang: Alat...

Oleh Klasiktoto | 27 Apr 2024.
Alat Musik Tradisional

Sulawesi Tenggara, surganya keberagaman budaya, telah menjadi tempat bagi berbagai suku yang membentuk kehidupan dan kebudayaan yang kaya. Dalam jurn...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...