Ogoh-Ogoh, Dari Filosofi Hingga Eksistensinya
Malang - Jelang Hari Raya Nyepi, warga Dusun Jengglong, Desa Sukodadi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, disibukan membuat patung berukuran besar atau umum disebut ogoh-ogoh. Menelusuri seputaran ogoh-ogoh tersebut, Klikwarta menyambangi salah satu sesepuh Pura Patirtan Taman Pasupati, Romo Mangku Irwai (rabu,28/2/2024).
"Tahun ini, warga membuat 7 ogoh-ogoh, rata-rata proses pembuatan sudah 80%. Pembuatannya sudah warga lakukan sebulan lalu."
Bahan dasar ogoh-ogoh umumnya terdiri dari bambu, kayu, kertas dan ada sebagian yang menggunakan besi atau logam lentur. Diawali dari kerangka sebagai desain awal, alas bawah, badan hingga kepala, semua sudah tergambar sejak proses pembuatan.
"Gambar ogoh-ogoh dibuat dulu, lalu direkap, kira-kira butuh berapa banyak bahannya, butuh berapa lama dibuatnya. Waktu selesai sangat penting, jangan sampai terlalu mepet, paling tidak 2-3 hari sebelumnya sudah rampung semua."
Semua ornamen terhubung satu sama lain yang mengikuti bentuk kerangka, dan bahan lem sebagai perekat, menjadi bahan wajib ketika kerangka tertutup rapat.
"Membuat ogoh-ogoh bagi yang tidak pernah, ini sulit, gambaran awal bisa sampai jauh berbeda dengan hasil akhir. Butuh pembelajaran, butuh penularan seni, yang sudah berkali-kali membuat, mengajarkan yang pemula. Kalau awalnya sudah ada regenerasi, nantinya tidak putus di tahun-tahun berikutnya."
Menurut Romo Mangku Irwai, butuh 4-5 orang yang sudah bisa disebut ahli, dan 3-4 orang yang membantunya. Kerjasama tim mutlak dan absolut harus dilakukan saat proses pembuatan, karena desainnya cukup rumit, butuh kecermatan disetiap detail bagian ogoh-ogoh.
Karakter ogoh-ogoh, umumnya antagonis atau tokoh jahat, sekaligus visualisasi dari angkara murka. Ogoh-ogoh dibuat berbeda-beda sesuai keinginan perancang dan kemampuan membuat besar kecil yang menyesuaikan jumlah personal.
Tinggi ogoh-ogoh yang sudah jadi, rata-rata mencapai 4-5 meter. Lantaran berat saat diangkat, butuh 8 sampai 12 orang mengangkatnya, bahkan bisa lebih, tergantung besar kecilnya ogoh-ogoh.
"Ogoh-ogoh masuk dalam agenda Nyepi, yaitu ritual Bhuta Yadnya. Ritual ini bagian dari menghadang atau mengusir Bhuta Kala. Bhuta Kala ini manifestasi segala unsur negatif, serakah, sombong, iri dengki, dan banyak lagi."
Dikatakan Romo Mangku Irwai, kekuatan alam semesta atau "bhu" dan waktu atau "kala" divisualisasikan dalam wujud Bhuta Kala.
Terkait ritual Bhuta Yadnya, ada 2 tahapan, ritual "mecaru" atau pecaruan, atau persembahan sesajian kepada Bhuta Kala, dan "ngrupuk" atau pengerupukan, dilakukan sehari sebelum Nyepi yang bertujuan menghalangi gangguan Bhuta Kala terhadap manusia. Ngrupuk sendiri diadakan tepat “tilem sasih kesanga” atau bulan mati yang ke-9.
Lanjutnya, pengerupukan dilakukan dengan menyebar nasi tawur, mengobori rumah dan seluruh pekarangan, serta memukul benda-benda apa saja.
"Ogoh-ogoh yang sudah dibuat warga, nantinya dibakar. Ini gambaran unsur negatif yang ada dipikiran, dihati, diperasaan manusia dimusnahkan, angkara murka yang menguasai manusia dilenyapkan."
Dijelaskan Romo Mangku Irwai, tradisi ogoh-ogoh adalah visualisasi yang tidak nampak lalu ditampakan dalam kesadaran diri manusia untuk kembali berjalan berdampingan dengan waktu, dari yang semula manusia itu ada hingga manusia itu tidak ada.
Lanjutnya, kesadaran itu mengingatkan adanya kekuatan lain di kehidupan manusia, kekuatan "Bhuana Agung" atau alam semesta dan "Bhuana Alit" atau diri manusia. Keduanya bisa menjadikan bumi ini lebih baik atau sebaliknya, menghancurkan bumi.
Mengenai hari H pelaksanaannya, Romo Mangku Irwai optimis semua berjalan sesuai agenda, khususnya penyelesaian proses pembuatan ogoh-ogoh hingga diarak keliling desa.
"Kalau waktu ogoh-ogoh diarak, banyak orang dari desa lain, kecamatan lain, malah ada dari daerah lain datang kesini. Kalau dihitung kira-kira, dari tahun ke tahun, yang menyaksikan, yang mengikuti ogoh-ogoh ini diarak, jumlahnya bisa 3.000 sampai 4.000 orang, dari start sampai finish, kendaraan tidak bisa lewat, karena jalan dipenuhi orang." (dodik)
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...