|
|
|
|
Mohile didi Tanggal 11 Jan 2021 oleh Widra . |
Upacara ini ada hubungannya dengan pertanian pada masyarakat Gorontalo. Dengan adanya musim kemarau panjang semua tanaman mati, kegiatan bertani terhenti, maka mereka mengadakan upacara mohile didi. Sebelum agama Islam masuk di daratan Gorontalo, mereka menggangap bahwa hujan ditahan oleh setan-setan, dengan demikian tanah menjadi kering dan tak subur lagi. Untuk itu, setan-setan tersebut harus dibujuk dengan cara memberi santapan makanan yang lezat, diberi hiburan dengan mengadakan bunyi-bunyian gendang (towohu), kecapi, gambus sehingga mereka gembira dan membuka kembali pintu hujan bagi kesuburan tanah. Upacara minta hujan dilakukan apabila penduduk mengalami musim kemarau yang berkepanjangan sehingga tanah menjadi kering dan tandus. Pelaksanaan upacara adalah palenga, panggaba, wombuwu, pantongo dan tuwango lipu (penduduk desa) terutama para petani. Tempat pelaksanaan upacara yakni di pertemuan dua aliran sungai yang berlawanan arah (topanga lo hutaiyo). Bahan yang disiapkan antara lain bara api, kemenyan, 7 buah nyiru (titihe), berbagai jenis makanan diletakkan diatas nyiru yang dilapisi daun pisang. Waktu pelaksanaan dipilih hari dan dan bulan yang baik seperti senin, jumat dan ahad, bulan Rajab, Sa'ban, Rabiul Awal, Jumadie Awal dan Zulhijah. Upacara dilakukan pada malam hari saat bulan terang tanggal 11, 13, 15 dan 17. Pemimpin upacara (talenga) membakar kemenyan sambil bersiul memanggil raja setan dan anak buahnya. Setelah itu gendang dibunyikan sebanyak 7 kali dengan pukulan yang berbeda. Sementara gendang berbunyi, orang-orang yang kesurupan baik laki-laki maupun perempuan masuk ke balai (bantayo) dengan gerakan-gerakan setan (daya-dayango). T alenga dan pembantunya memasuki balai sambil memberikan sanjungan kepada setan dengan lagu yang artinyasebagai berikut: Bukan hanya dengan bunyi-bunyian kita bersukaria, tetapi biarlah dengan para setan kita beratu, asalkan hujan turun dengan deras.
Lagu berikutnya dinyanyikan secara berbalas-balasan yang artinya sebagai berikut: tempatmu para setan bukan disini, bangunlah kamu pagi-pagi benar dan pergilah beramai-ramai lepaskan hujan di tempat asalmu di gunung Boliohuto. Upacara ini berlangsung sampai turunnya hujan, kadang seminggu bahkan sebulan. Upacara diakhiri dengan mohilihu yaitu menghanyutkan segala kesialan, semua bahan makanan dan perlengkapan upacara dimuat di perahu
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |