Pada perayaan hari raya pasti terdapat jenis makanan yang harus disajikan di meja makan. Setiap daerah memiliki makanan/hidangan khas yang berbeda-beda, seperti lepet pada masyarakat Jawa, ayam woku pada masyarakat Manado, Rendang pada masyarakat Padang, dan masih banyak hidangan khas lainnya. Salah satu makanan yang tidak boleh terlewatkan ketika hari-hari spesial masyarakat Bugis ialah Buras.
Buras atau burasa' merupakan makanan khas Sulawesi Selatan yang berbahan dasar beras. Rasanya yang gurih menjadikan makanan ini sebagai hidangan khas dari Suku Bugis yang selalu dinantikan setiap tahun. Pengerjaannya cukup menghabiskan waktu dan tenaga, oleh karena itu para anggota keluarga biasanya akan bekerja sama dalam proses pembuatan buras. Momen inilah yang membuat ma'burasa' atau proses membuat buras menjadi hal yang spesial.
Buras berbeda dengan lontong dan ketupat. Meskipun bahan dasarnya sama, bentuk, rasa, dan proses pembuatannya berbeda. Bentuk buras cenderung pipih dan lebih pendek dibandingkan lontong (keduanya dibungkus dengan daun pisang) sementara ketupat umumnya berbentuk jajar genjang (dibungkus dengan anyaman daun kelapa). Dari segi rasa, buras memiliki rasa yang lebih gurih sebab dimasak dengan campuran santan kelapa parut dan garam. Sedangkan lontong dan ketupat memiliki rasa yang hampir sama dengan nasi sebab tidak terdapat campuran lain ketika dimasak. Proses pembuatan dari ketiganya pun berbeda, buras harus dimasak setengah matang dengan santan kemudian ditiriskan dan dibungkus dalam daun pisang hingga matang. Proses pembuatan lontong hampir sama dengan buras, sedangkan untuk pembuatan ketupat beras yang telah dimasukkan ke anyaman daun kelapa langsung direbus hingga matang.
Tidak lengkap rasanya jika memakan buras tanpa hidangan pendamping. Buras sebagai pengganti nasi sering disantap bersama dengan hidangan berkuah seperti coto Makassar, sup konro, pallubasa, bakso, bahkan mie instan. Meskipun begitu, banyak juga masyarakat yang hanya mengkonsumsi buras dengan sambal atau abon sebab sudah ada rasa khas dari buras itu sendiri.
Seperti yang disebutkan diatas, buras terbuat dari beras yang dimasak dengan campuran santan dan garam hingga teksturnya cukup lembek atau setengah matang. Selanjutnya beras tersebut dibungkus dua lapis menggunakan daun pisang, kemudian diikat dengan tali rafia. Biasanya buras yang telah dibungkus akan digabungkan dengan cara diikat berulang menjadi satu bagian yang berisi 2 atau 4 buras. Buras yang telah diikat akan dimasak minimal 3 jam untuk mendapatkan hasil empuk dan pulen.
Tidak hanya untuk momen lebaran, buras umumnya juga dijadikan perbekalan ketika ingin berekreasi atau melakukan perjalanan jauh. Hal ini dikarenakan buras cukup tahan lama (tidak mudah basi) dan mudah untuk dipanaskan. Oleh karena, tidak perlu khawatir jika ingin merasakan buras dan tidak dalam rangkaian hari raya sebab kini terdapat banyak jasa pembuat buras atau orang yang menjual buras.
Referensi: Alsair, Ach. 2019. Buras, Gogos, dan Barongko: Hidangan Lebaran Khas Sulawesi Selatan. Diakses pada 3 Mei 2023 dari https://sulsel.idntimes.com/food/dining-guide/ahmad-hidayat-alsair/buras-gogos-dan-barongko-hidangan-lebaran-khas-sulawesi-selatan Tiofani, Krisda. 2021. 4 Beda Ketupat dengan Buras dan Lontong, Biasa buat Sajian Lebaran. Diakses pada 3 Mei 2023 dari https://www.kompas.com/food/read/2021/05/09/075300575/4-beda-ketupat-dengan-buras-dan-lontong-biasa-buat-sajian-lebaran Wijaya, Yana. 2020. Apa Itu Buras? Makanan Mirip Ketupat Khas Masyarakat Bugis. Diakses pada 3 Mei 2023 dari https://travel.kompas.com/read/2020/05/24/160200527/apa-itu-buras-makanan-mirip-ketupat-khas-masyarakat-bugis
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja