|
|
|
|
Menengok Sejarah Berdirinya Gedung Sate Tanggal 20 Mar 2020 oleh Andhika irsyad . Revisi 2 oleh Andhika irsyad pada 20 Mar 2020. |
Gedung Sate atau dalam bahasa sundanya Gedong Sate adalah sebutan dari masyarakat Jawa Barat khususnya masyarakat Bandung untuk kantor pemerintahan provinsi Jawa Barat. Letaknya berada di Kota Bandung tepatnya di Jalan Diponegoro No. 22. Gedung sate mulai dibangun pada tanggal 27 Juli 1920 di zaman pemerintahan kolonial Belanda. Pada zaman pemerintahan kolonial dulu, bangunan ini disebut dengan Gouvernments Bedrijven. Bangunan ini diarsiteki oleh Ir. J. Gerber yang merupakan seorang arsitek muda ternama lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland serta Ir. G. Hendriks dan Ir. Eh De Roo yang menjadi sebuah tim ahli dari Belanda. Ide untuk membangun gedung Sate awalnya dari penilaian kolonial Belanda bahwa Batavia sudah tidak pantas menjadi Ibu Kota karena berbagai perkembangan yang terjadi pada saat itu. Rencana awalnya, Gedung Sate dibangun untuk dijadikan pusat pemerintahan kolonial Belanda, karena mereka berpendapat bahwa iklim di Bandung mirip dengan iklim di Perancis Selatan saat sedang musim panas.
Proses pembangunan diawasi langsung oleh pihak Gemeente van Bandoeng yang dipimpin oleh Kol. Pur. VL. Slors yang melibatkan 2000 tenaga kerja yang terdiri 150 orang pengukir kayu dan pemahat batu nisan yang berasal dari Kanton. Selain itu, 2000 tenaga kerja itu juga merupakan warga kampung sekitar Bandung pada saat itu. Peletakan batu pertama pada saat itu dilakukan oleh putri sulung dari wali kota Bandung Johanna Catherina Coops Gedung Sate selesai dibangun 4 tahun berselam tepatnya pembangunan selesai pada bulan September 1924 yang di dalamnya berupa bangunan induk, Kantor Pusat Pos, Telepon dan Telegraf serta gedung perpustakaan. Pada saat proses pembangunannya, Hendriks memberi saran kepada Gerber untuk memasukkan unsur tradisional Indonesia sehingga gedung ini memiliki gaya arsitektur unik yang merupakan perpaduan arsitektur Indo Eropa. Tim ahli dari Belanda tampaknya sungguh-sungguh ingin memadukan arsitektur Indo Eropa, pasalnya mereka memilih tema Moor dari Spanyol untuk jendelanya. Untuk keseluruhannya, bangunan ini bergaya Reinassance Italia, sedangkan untuk menaranya bergaya Asia. Di puncak Gedung Sate dihiasi oleh ornamen berupa tusuk sate dengan enam buah bulatan sebagai tanda dari biaya pembangunan yang mencapai 6 juta Gulden. Bagian depan gedung dibangun dengan menggunakan sumbu poros utara-selatan sehingga Gedung Sate dibangun menghadap gunung Tangkuban Parahu di utara. Batu-batu yang digunakan dalam pembangunan berukuran 1 x 1 x 2 m yang diambil dari perbukitan Bandung Timur dan dipasang menyesuaikan dengan standar teknik sehingga Gedung Sate masih kokoh sampai sekarang. Sejarah berdirinya gedung sate berlanjut pada tahun 1977 dengan membangun gedung baru karya Ir. Sudibyo yang gaya arsitekturnya menyerupai seperti gedung utama, gedung itu dibuat khusus untuk para anggota DPRD Jawa Barat. 3 tahun berselang, Gedung Sate digunakan sebagai pusat aktivis dari pemerintah provinsi Jawa Barat sehingga gedung ini lebih dikenal sebagai kantor Gubernur yang sebelumnya terletak di Gedung Kerta Murti di Jalan Braga. Gedung Sate memiliki banyak kabar burung yang beredar di masyarakat, salah satunya adalah rumor bahwa ada jalan rahasia yang berupa lorong yang menghubungkan Gedung Sate dengan Gedung Pakuan. Tetapi rumor itu dibantah oleh para pegawai yang ada di Gedung Sate. Untuk membuktikan kebenarannya memang cukup sulit, pasalnya pada masa peralihan gedung dari Departemen Pekerjaan Umum ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dokumen – dokumen arsip asli Gedung Sate juga ikut dipindahkan sampai saat ini kurang jelas keberadaannya. Peristiwa berdarah di Bandung bukan hanya peristiwa Bandung Lautan Api saja, namun di Gedung Sate pun pernah terjadi pertempuran pada masa perang kemerdekaan. Pada saat itu, gerakan pemuda PU mengambil alih gedung dari tangan Jepang. Untuk mempertahankannya, pemuda-pemuda ini membuat kelompok pertahanan yang dipersenjatai hasil rampasan dari tentara Jepang. Tanggal 4 Oktober 1945, situasi sedang tidak aman karena kota Bandung diinvasi oleh tentara Sekutu yang diboncengi tentara Belanda dan NICA. Pada tanggal 3 September 1945 pukul 1 dini hari terjadi penyerbuan oleh pasukan Gurkha yang didukung oleh Sekutu dan Belanda dan saat itu Gedung Sate hanya dipertahankan oleh 21 pejuang. Walaupun bertarung dengan pejuang yang sedikit, perang sengit tetap tidak terelakkan. Perang berlangsung hingga pukul 2 siang dan diketahui bahwa 7 pejuang hilang. Karena selama beberapa tahun tidak ditemukan keberadaan mereka, maka dilakukan pencarian pada tahun 1952 oleh beberapa mantan teman seperjuangan. Pencarian mereka membuahkan hasil, diketahui mereka menemukan empat jenazah yang sudah berupa kerangka kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Untuk mengenang perjuangan tujuh pemuda tersebut, dibuatlah sebuah tugu peringatan yang berbahan batu dan diletakkan di halaman Gedung Sate, yang akhirnya dipindahkan pada 3 Desember 1970.
Sumber : https://jabarprov.go.id/index.php/potensi_daerah/detail/5
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |