MEKANISME PEMBELAJARAN SILAT BEKSI PETUKANGAN
Proses pembelajaran seorang murid dari guru dalam silat Beksi melalui tahapan tertentu, dimana tiap guru berbeda-beda. Ada tiga proses dalam mekanisme pembelajaran silat Beksi, dimulai dari tata cara penerimaan murid, proses pembelajaran seorang murid dan waisuda murid yang sudah paripurna belajarnya.
Pada awalnya masuknya silat Beksi di Petukangan, tidak ada syarat apapun dari H. Godjali dalam tata cara penerimaan seorang murid yang akan belajar silat Beksi. H Godjali sebagai guru awal, bahkan yang mengajak generasi awal silat Beksi di Petukangan, untuk ikut belajar, atau dalam bahasa saat ini sharing pengetahuan silat Beksi. Sehingga tidak ada status yang membatasi, tetapi mereka semua tetap dalam koridor guru dan murid dalam tataran keilmuan silat Beksi. Tata cara penerimaan murid, adalah sebuah mekanisme yang harus ditempuh, apabila sang murid menginginkan untuk mendapatkan sebuah ilmu silat Beksi dari seorang guru. Setiap guru mempunyai mekanisme sendiri dalam penerimaan seorang murid, yang secara umum sama, hanya kondisinya saja yang berbeda-beda. Hal itulah yang membuat tiap-tiap guru, menurut cerita dari narasumber, mempunyai tradisi tata cara penerimaan murid yang unik. Pada perkembangannya, seorang guru silat Beksi selalu menerima murid tanpa memandang bagaimana kondisi si murid. Namun biasanya seorang guru akan melihat kesungguhan si murid melalui serangkaian aktifitas ujian. Pener imaan seorang murid juga kadang-kadang seperti proses baiat dalam tarekat, tetapi ini tidak selalu terjadi dan kondisi ini lebih banyak dilakukan saat proses wisuda sang murid.
Jika menilik cerita-cerita para murid mengenai tradisi tata cara penerimaan murid dari para guru, kita akan melihat bahwa misalnya tata cara penerimaan murid dari H. Hasbullah. Tata cara penerimaan murid dari H. Hasbullah dalam beberapa cerita, menerima murid dengan cara, setiap kali datang, si murid diminta mengisi kolam/ bak air musholla atau rumahnya dari timbaan sumur. Biasanya si murid akan diuji seperti iu sebanyak tiga kali kehadiran. Hal ini untuk mempermudah si murid untuk sekaligus latihan fisik dan kesabaran sebelum benar-benar belajar silat Beksi dari jalur guru H. Hasbullah.
Lain lagi cerita mengenai tata cara penerimaan murid dari jalur guru Simin. Menurut penuturan narasumber, Simin menerima murid yang ingin belajar padanya tanpa melihat kondisi fisik si murid, tetapi si murid tetap diuji kesabarannya dengan kemampuan mengaji. Jika mengajinya sudah benar, maka itu akan mengimbangi belajar silatnya.
Kadang-kadang si murid membawakan suatu sajian untuk guru Simin sebagai rasa ta’dzhim atau yang sering terjadi, sang murid memberikan sesuatu untuk Simin seperti beras dan gula, sebagai permohonan izin untuk diterima sebagi murid. Hal itu bukanlah merupakan sebuah bayaran, tetapi bentuk penghargaan kepada sang guru, sekalipun bentuknya terlihat biasa. Murid juga akan memohon kepadanya, dengan mengucapkan secara lisan.
Mengenai tata cara penerimaan murid dari jalur guru M. Nur, yaitu diawali oleh doa-doa dalam tradisi rasulan dan menyediakan sajian dalam sebuah wadah dengan kelengkapan; kain putih, telur, kembang, daun kelor, kelapa hijau dan ayam bekakak dua ekor. Sajian tersebut sebenarnya hanya untuk pembuktian bagi si murid, bahwa dia sanggup menyediakan dan menyiapkan sesuatu yang dibutuhkan, selama proses belajar silat Beksi nanti. Si murid diantarkan oleh sang guru untuk mencapai yang terbaik sejak awal belajar hingga akhir, dalam bentuk-bentuk simbolis di dalam tatanan sajian tersebut.
Cerita mengenai Mandor Minggu dalam tata cara penerimaan murid, menurut putranya, adalah dengan cara penerimaan dengan si murid memohon kepada Mandor Minggu untuk belajar silat Beksi. Mandor Minggu kemudian memberikan penjelasan secara lisan, bahwa ketika seorang diterima menjadi muridnya, maka dia harus belajar secara bertahap. Kadang-kadang sang murid juga diminta mencari atau membawakan kayu bakar untuk bahan bakar memasak keluarganya. Ini juga merupakan bentuk kesungguhan hati dan kemampuan fisik si murid sebelum belajar silat Beksi.
Mekanisme tata cara penerimaan murid tersebut, dilakukan saat semua guru mengajar dan berada di rumahnya masing-masing saja, serta dalam kondisi yang memungkinkan. Hal tersebut tidak terjadi saat kondisi sedang genting, seperti saat masa Pendudukan Jepang, Perang Kemerdekaan hingga tahun 1960-an. Memang beberapa sumber menyatakan bahwa, saat para guru mengajar di luar wilayah Petukangan, diberikan sajian dan pemberian dari para muridnya, berupa beras dan bahan pangan lainnya. Ada kalanya murid datang secara pribadi dengan memberikan dan melakukan seperti yang diminta oleh gurunya, tetapi ada kondisi seperti yang dialami oleh guru Simin, yang diberikan gaji oleh pemerintah Pendudukan Jepang saat menjadi instruktur di dinas militer di Bogor.
Setelah masa di tahun 1970-an, mekanisme tata cara penerimaan murid seperti tersebut di atas, dapat dilakukan dengan baik. Pada saat ini, beberapa murid yang telah membuka perguruan setelah paripurna belajar silat Beksi dari para guru-guru awal, tidak selalu menerapkan hal tersebut, karena kondisi -kondisi tertentu atau karena alasan praktis dan dalam jumlah yang massal. Sehingga jika ada sajian yang diberikan, atau aktifitas tertentu yang biasa dilakukan oleh para guru awal dalam menerima murid, ditanggung bersama-sama atau dilakukan bersama-sama.
Semua guru pada awalnya mengajarkan satu tahapan jurus secara serempak, antara murid satu dengan murid lainnya, tetapi tidak semua murid dapat mengikuti sesuai arahan sang guru. Para murid yang memang secara bakat alami, dapat mah ir menggerakkan gerakan silat Beksi, akan secara cepat menerima maksud pengajaran sang guru. Biasanya para guru, akan mengajarkan sang murid yang telah mahir dan yang belum mahir dalam gerakan silat dengan kondisi terpisah, walaupun mereka diterima sebagai murid sang guru dalam waktu yang bersamaan.
Setiap guru menjalani proses pemberlajaran murid dengan cara yang berbeda-beda.
Terdapat tahapan-tahapan atau aktifitas tertentu, ketika murid belajar dari semua jalur guru.
Prinsip dalam olah batin pencak silat telah diresapi dalam doktrin agama, dalam hal ini Islam. Doktrin agama membentuk kepribadian seseorang maupun keseluruhan bidang, meskipun tidak semua menerapkan hal ini, tetapi pada dasarnya seorang pendekar pencak silat telah diberikan batasan-batasan mana saja yang menjadi hak dan kewajibannya. Nafas itulah yang kemudian menggerakkan langkah-langkah terbaik yang harus didapatkan dalam perjalanan hidup seorang pesilat, baik di dalam maupun di luar arena.
Hakikat pencak silat atau bela diri, adalah kemahiran teknis membela diri yang tidak semata-mata mengandalkan kekuatan jasmani, melainkan kecerdasan akal dan kepekaan rasa, yang diperoleh melalui latihan yang tekun (Hasil wawancara oleh R. A. Anggoro Seto pada 23 April 2010).
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja