Tak ada yang tahu pasti tentang Kuhlan, namun ada segelintir orang yang mengatakan bahwa ia adalah Willem Hermanus Hooghland, pemilik Borderij N.V. Almanak. Ia adalah seorang kaya raya pemilik lahan di Pangalengan pada masa tersebut. Kala itu, Kuhlan tinggal menetap di Pangalengan.
Namun, demi alasan memenuhi kebutuhan listrik dan cadangan air bersih untuk warga Bandung, akhirnya kawasan tersebut kemudian dijadikan danau atau dikenal pula sebagai Situ. Pembangunan Situ Cileunca memakan waktu yang cukup lama, yakni sekitar tujuh tahun. Tepatnya sejak 1919 hingga 1926 silam.
Tempat wisata di Pangalengan itu dibangun dengan membendung aliran Sungai Cileunca. Ini pula yang menjadi alasan penamaan bagi danau buatan tersebut. Sementara bendungannya kini diberi nama Dam Pulo.
Lantas apa istimewanya? Keistimewaannya adalah mengenai alat yang digunakan untuk membangun Situ Cileunca dan membendung sungai.
Konon, pembangunan Situ Cileunca dikomando oleh dua orang pintar yang dikenal sebagai Arya dan Mahesti. Di bawah komando kedua pria tersebut, wisata Pangalengan itu dibangun dengan menggunakan alat penumbuk padi, atau yang dikenal pula sebagai halu (alu). Ya, kamu tak salah baca.
Entah apa alasannya, tapi warga setempat justru lebih memilih alu ketimbang alat berat atau cangkul untuk menyelesaikan danau buatan tersebut. Inilah yang menjadi alasan mengapa legenda Situ Cileunca selalu menarik dan terasa misterius bagi penikmat alam dan budaya. Secara logis, nampaknya tidak masuk akal, kan.
Bagaimana bisa danau seluas 1400 hektare dengan kedalaman 17 meter dibuat hanya dengan menggunakan alu selama tujuh tahun. Sampai saat ini, jawaban atas pertanyaan itu masih menjadi rahasia yang belum bisa terungkap.
Setelah pembangunannya selesai, kawasan ini langsung dijadikan sebagai tempat wisata oleh orang-orang Belanda di masa itu. Wisatawan biasanya datang ke danau untuk berenang atau sekadar menaiki perahu untuk berkeliling. Padahal saat itu, legenda Situ Cileunca masih belum terpecahkan,
Pada suatu waktu, sebuah kapal Belanda dilaporkan tenggelam di tempat wisata di Pangalengan ini. Kapal tersebut kabarnya dipenuhi orang-orang Belanda yang tengah berwisata keliling danau. Bangkai kapalnya baru dapat ditemukan pada 2015 lalu, selang berpuluh tahun dari waktu kejadian.
Bangkai kapal Belanda itu ditemukan warga secara tak sengaja ketika perbaikan bendungan Dam Pulo dilakukan. Kapal dengan panjang 1,8 meter itu diperkirakan memiliki bobot 500 kg dan terbuat dari logam. Kapal jadul itu kemudian disimpan di Camp Ground Citere.
Hal ini semakin memperkuat legenda Situ Cileunca yang selama ini hanya dianggap sebagai cerita-cerita ‘konon’ semata. Kamu boleh percaya atau tidak, tapi di luar legenda Situ Cileunca yang ‘ajaib’, rupanya danau ikonik Pangalengan ini menyimpan beragam mitos pula di dalamnya. Apa saja?
1. Mitos Rombongan Wayang yang Tenggelam di Dasar Danau Mitos pertama yang akan kita ulas adalah cerita tentang pemain wayang beserta dengan sinden dan penabuhnya yang dikabarkan tenggelam di dalam danau. Cerita ini merupakan yang paling ramai dan paling sering diceritakan.
Menurut cerita yang beredar, warga setempat bahkan sering mendengar seperti ada suara pertunjukan wayang pada malam hari. Namun, saat ini, suara itu sudah jarang terdengar.
Salah satu alasannya adalah karena kawasan ini sudah mulai ramai, baik oleh warga maupun wisatawan. Apalagi di masa sekarang, di sekitar Situ Cileunca, kamu bisa menemukan banyak penginapan dan aktivitas wisata.
2. Siluman Dongkol dan Lulun Samak Mitos kedua adalah tentang dua siluman, yakni Siluman Lulun Samak dan Siluman Dongkol. Menurut cerita warga, Siluman Lulun Samak memangsa korbannya dengan cara menggulung seperti samak atau tikar yang digulung.
Sementara Siluman Dongkol memiliki wujud berkepala kerbau. Meski begitu, kabarnya kedua siluman ini telah ‘pindah rumah’ ke Situ Bagendit dan Situ Patengan.
3. Tak Boleh Didatangi Warga Garut Mitos ketiga sekaligus terakhir adalah cerita bahwa Situ Cileunca tidak boleh dikunjungi oleh warga yang berasal dari Garut. Mitos tersebut kabarnya dimulai dari sebuah kisah yang menceritakan tentang sesosok penguasa danau yang bernama Abah Suta.
Abah Suta pernah bermusuhan dengan orang dari Garut. Kabar permusuhan tersebut kemudian menimbulkan efek dendam. Hal itu yang menyebabkan orang Garut dan keturunannya tidak diperbolehkan menyeberang atau bahkan datang ke Situ Cileunca. Menurut mitos yang beredar, apabila pantangan ini dilanggar, maka Abah Suta akan murka.
Ketika Abah Suta murka, perahu yang digunakan warga Garut akan tenggelam. Meski begitu, pada kenyataannya, ada saja orang-orang Garut yang datang dan berlibur ke Situ Cileunca. Ketiga mitos ini seakan menambah lengkap kesan mistis dan seru legenda Situ Cileunca yang beredar di masyarakat.
Source : https://c-rafting.com/legenda-situ-cileunca-dan-mitosnya/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...