Setelah peninggalan kedua orang tuanya, I Kukang, yang masih berumur 15 tahun, harus hidup seorang diri, dan untuk melanjutkan hidupnya, I Kukang , bekerja sehari-hari sebagai pemungut kotoran Sapi dan Kerbau, yang di jual kepada orang yang mempunyai sawah ataupun kebun untuk dijadikan pupuk. Hari demi hari di lewati sebagai pemungut kotoran hewan, I Kukang, terkenal sebagai seorang anak yang rajin serta jujur dan mudah bergaul, membuat semuah orang simpati kepadanya dan banyak Karaeng yang mau memintanya untuk tinggal bersamanya akan tetapi, I Kukang tidak mau dan memilih tetap tinggal di rumah peninggalan orang tuanya.
Perna suatu saat I Kukang, di Tanya oleh Karaeng, oh..Kukang, kenapa kamu tidak mau tinggal bersama kami dan memilih untuk tinggal seorang diri di gubuk mu. I kukang pun menjawab, oh..Karaeng, Aku tinggal di rumah ku tidak seorang diri akan tetapi Aku tinggal bersama orang tua ku. Karaeng pun menjawab, oh..Kukang, kenapa kamu berkata demikian, sedangkan kamu tahu ke-dua orang tua mu suda meninggal? I Kukang pun menjawab, oh..Karaeng, memang benar orang tua ku suda meninggal akan tetapi bagi Saya, mereka masi hidup, mereka hidup di dalam hati ku dan di gubuk ini sebagai peninggalan mereka. Mendengar perkataan I Kukang, Karaeng itu pun berkata kamu telah membuat ke-dua orang tua mu bangga memiliki anak seperti kamu.
Dan pada akhirnya I Kukang pun tumbu dewasa,dan masi tetap menjual kotoran hewan, dan pada suatu saat I Kukang, bertemu dengan seorang pedagang Cina, karena melihat I Kukang rajin dan jujur , I Kukang pun di beri modal untuk membuat usaha, tanpa menyia-nyiakan kesempatan, I Kukang pun mengambil modal itu dan menjadi seorang pedagang sarung akan tetapi dia masi tetap mencari kotoran hewan. Hari demi hari usaha I Kukang berkembang sedikit demi sedikit yang pertama hanya menjual sarung buatan orang lain, kini dia telah punya tempat pembuatan sarung. Usahanya pun berkembang terus-menerus dan akhirnya, I Kukang menjadi orang kaya dengan jumlah perahu untuk di gunakan ber dagang mencapai puluhan.
Pada suatu malam I Kukang, sedang duduk di teras rumah nya sambil menatap rembulan, I Kukang berkata; kini Aku telah menjadi orang kaya apa pun yang Aku inginkan semua bisa kudapatkan akan tetapi kenapa Aku tidak merasa bahagia berbeda degan ketika Aku masi hidup dalam keterbatasan. Ke esokan harinya. I Kukang pun bertanya kepada salah seorang pekerjanya mengenai perasaan yang sedang di rasakannya, pekerja yang ditanyainya itu pun berkata, mungkin anda suda memiliki semuanya akan tetapi ada satu hal yang Anda tidak punya, I Kukang pun bertanya apakah itu? Bukankah harta adalah segala-galanya, pekerja itu pun menjawab, bukan-bukan itu segala-galanya akan tetapi keluarga, yang Anda butuhkan, keluarga tempat dimana kita saling berbagi baik suka maupun duka. I Kukang pun terdiam dan merenung sejenak dan berkata; mungkin selama ini, Aku terlalu sibuk berdagang memikirkan kekayaan dan lupa untuk memikirkan seorang wanita yang dapat kutemani berbagi baik suka maupun duka, dan Aku juga telah lupa akan kedua orang tua ku yang selama ini Aku anggap ada kini telah hilang.
Kesokan harinya I Kukang pun mencari seorang wanita yang akan dijadikan Istri, pekerja itu kembali menasehati I Kukang, jika kamu mencari calon istri jangan cari yang mempunyai segala-galanya akan tetapi carila calon istri yang merasa dia punya segala-galanya dengan kata lain dia adalah orang yang pandai bersyukur. I Kukang pun bertanya; dimanakah Aku akan menemukan wanita itu? Pekerja itu berkata; Carila wanita yang soleha. I Kukang pun mengingat kembali teman sebayanya yang taat beragama dia pun, mengingat jikalau dia mempunyai seorang teman perempuan yang mempunyai nasib yang sama dengannya dan taat beragama. I Kukang pun pergi melamar perempuan itu dan akhirnya I Kukang pun menikah dengan perempuan itu, dan memiliki dua orang anak, dan saat itulah I Kukang, baru merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.
Sumber : http://haeruddin-kumpulanceritabugismakassar.blogspot.com/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja