Dahulu, hiduplah dua orang pemimpin yang bernama Bujang Beji dan Tumenggung Marubai. Kedua orang ini mempunya sifat yang sangat bertolak belakang. Tumenggung Marubai adalah orang yang baik hati dan tidak sombong. Sementara itu, Bujang Beji adalah orang yang sakti, tetapi serakah dan sombong. Keduanya mempunyai mata pencaharian sebagai pencari ikan dan mempunyai wilayah sendiri-sendiri. Tumenggung Marubai dan pengikutnya mencari ikan di Sungai Simpang Melawi, sedangkan Bujang beji di Sungal Simpang Kapuas.
Wilayah Sungai Simpang Melawi mempunyai banyak sekali jenis ikan, lebih banyak daripada ikan-ikan di Sungal Simpang Kapuas. ltulah sebabnya, basil tangkapan Tumenggung Marubai selalu lebih banyak daripada Bujang Beji. Tumenggung Melawi menggunakan bubu atau sejenis perangkap besar untuk menangkap ikan. Setelah terkumpul dalam perangkap, ia hanya memilih ikan-ikan yang besar, sementara ikan-ikan kecil dilepaskan kembali sehingga ikan-ikan di Sungal Simpang Melawi selalu berkembang biak dan tidak pernah habis.
Melihat hasil tangkapan Tumenggung Marubai, Bujang Beji merasa iri. la pun mencari cara mengalahkan Tumenggung Melawi. Lalu, ia menempuh cara yang kurang baik. la mulai menangkap ikan dengan cara menuba, yaitu meracun ikan-ikan tersebut dengan tuba, yaitu sejenis racun ikan dari akar tumbuh-tumbuhan hutan yang sangat memabukkan.
Pada awalnya, ia mendapatkan ikan yang sangat banyak. Lebih banyak dari hasil tangkapan Tumenggung Marubai. Namun, karena cara yang digunakan adalah membunuh ikan-ikan dengan racun, lama-kelamaan ikan-ikan di sungai Simpang Kapuas menjadi sangat berkurang. Sementara itu, Tumenggung Marubai tetap mendapatkan banyak hasil tangkapan. Ini membuat Bujang Beji menjadi semakin iri.
“lni tidak bisa dibiarkan!” pikir Bujang Beji, “Harus ada cara supaya Tumenggung Marubai tidak mendapatkan banyak ikan.”
Kemudian, Bujang Beji mulai berpikir keras. la menemukan cara yang menurutnya terbaik.
“Aku harus menutup aliran Sungai Melawi dengan sebuah batu besar di hulu sungai, dengan demikian ikan-ikan akan menetap di sana,” pikir Bujang Beji.
Bujang Beji bermaksud menggunakan puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kapuas Hulu untuk menyumbat Sungai Melawi. Dengan kesaktiannya, ia memotong puncak Bukit Batu tersebut dan membawanya menggunakan tujuh lembar daun ilalang.
Ketika sedang membawa bukit batu tersebut, tiba-tiba terdengar suara gadis-gadis sedang menertawakannya. Mereka adalah dewi-dewi di negeri khayangan. Ketika sampai di persimpangan antara Kapuas dan Malawi, Bujang Beji melongok ke atas untuk melihat siapa yang menertawakannya. Tanpa sengaja, kakinya menginjak duri beracun hingga la melompat dan menjerit kesakitan. Akibatnya, tujuh lembar daun ilalang yang dipakainya terputus. Puncak bukit batu tersebut pun terjatuh di sebuah aliran sungai yang disebut dengan jetak.
Bujang Beji sangat marah kepada dewi-dewi khayangan yang menertawakannya.
“Aku akan membalas kalian!” teriaknya sambil menghentakkan kakinya yang tertusuk duri beracun di salah satu bukit di dekatnya.
Kemudian, Bujang Beji berusaha mengangkat Bukit Batu yang sudah terendam di jetak dengan cara mencongkelnya menggunakan sebuah bukit memanjang. Namun, karena bukit batu tersebut sudah melekat di jetak, usahanya tidak berhasil. Bukit memanjang itu pun patah. Patahannya kini dinamakan Bukit Liut. Dengan demikian, gagallah usaha Bujang Beji menutup Sungai Melawi. Semua karena dewi-dewi khayangan. Aku akan membalas dendam,” kata Bujang Benji.
Bujang Benji merencanakan untuk menggapai negeri khayangan dengan menggunakan pohon kumpang mambu, yaitu sejenis pohon kayu raksasa yang ujungnya menjulang ke langit. la mulai menanam pohon kumpang mambu. Dalam beberapa hari saja pohon tersebut sudah tumbuh tinggi sekali, sampai puncaknya tidak terlihat mata.
Sebelum memanjat kumpang mambu, Bujang Beji melakukan ritual adat, yaitu memberi sesaji kepada roh-roh halus dan binatang-binatang di sekitarnya agar tidak mengganggu usahanya untuk mencapai negeri khayangan. Namun, ada dua jenis hewan yang lupa diberi sesaji oleh Bujang Beji, mereka adalah kelompok rayap dan beruang.
Rayap dan Beruang merasa marah, karena tidak diberi sesaji. Mereka pun berunding untuk menggagalkan usaha Bujang Beji.
“Kita gerogoti saja pohon kumpang mambu itu hingga terputus!” usul beruang. Kelompok Rayap pun setuju.
Ketika Bujang Beji mulai memanjat pohon kumpang mambu, segerombolan rayap dan beruang datang menyerbu dan menggerogoti pohon tersebut di bagian bawah hingga pohon tersebut terputus.
Pada saat itu, Bujang Beji sudah hampir mencapai negeri khayangan. la pun terhempas jatuh ke tanah dan tewas seketika.
Dengan demikian, usaha Bujang Beji mencelakai dewi-dewi khayangan pun gagal. Tumenggung Marubai pun terhindar dari niat jahat Bujang Beji.
Sementara itu, puncak Bukit Nanga Silat yang terlepas dari pukulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam. Kini Bukit Kelam menjadi salah satu objek wisata di daerah Sintang, Kalimantan Barat, dan menjadi kawasan hutan wisata dengan pemandangan yang sangat indah.
Pesan moral dari Dongeng Kalimantan Barat : Kisah Bujang Beji adalah jauhilah sifat iri, karena akan merugikan diri sendiri.
https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-kalimantan-barat-paling-populer/
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang