Nama saya Handika Munggaran, lahir di Sumedang, Tanggal 08 April 1999. Dari kecil sampai sekarang saya tinggal di Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Masuk SD pada tahun 2006-2012 di SDN Maruyung 2 yang tidak jauh dari rumah. Kemudian melanjutkan kejenjang menengah pertama, yakni SMPN 2 Tanjungsari pada tahun 2012-2015. Selanjutnya memilih SMA terbaik di Tanjungsari dan satu-satunya SMA Negeri di daerah saya, tahun 2015-2018 saya menjadi siswa di SMAN Tanjungsari. Baik di SD, SMP, dan SMA saya aktif dalam kegiatan kepramukaan sehingga mendapatkan berbagai kejuaraan. Tidak hanya itu, ketika SMP dan SMA pun saya aktif dalam kepengurusan OSIS. Setelah SMA saya memutuskan untuk melanjutkan Studi PTN melalui jalur SNMPTN. Alhasil saya masuk ke Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan yang sekarang namanya menjadi Perpustakaan dan Sains Informasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Di dunia perkuliahan pun saya cukup aktif dalam mengikuti berbagai kepanitiaan suatu event serta organisasi. Berhubung saya masuk UNPAD Jatinangor, yang tidak terlalu jauh dari rumah, saya memutuskan untuk PP dalam mengikuti perkuliahan. Didaerah saya khususnya Sumedang banyak sekali kebudayaan yang dimiliki. Baik dari segi kesenian ataupun makanan dan lain sebagainya. Pada tulisan ini saya akan membahas salah satu kesenian yang berada di kabupaten sumedang khususnya di Rancakalong.
"Tarawangsa" Sebagian orang mungkin heran bahkan tidak mengetahui kesenian Tarawangsa itu, tapi disisi lain justru ini merupakan langkah yang untuk memperkenalkan kesenian ini. Di berbagai daerah pasti memiliki sebuah ritual yang berbentuk rasa syukur atas hasil panen yang didapatkannya. Seperti Mappadendang di Bugis, Seren Taun di Masyarakat Sunda, Methik di Masyarakat Jawa dan lain sebagainya. Begitupun di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang memiliki sebuah ritual seperti itu yang di namakan Upacara Ngalaksa, upacara ini merupakan sebuah upacara untuk menghormati Dewi Sri/ Nyi Pohaci. Ngalaksa itu sendiri berasal dari kata "Laksa" yang di beri awalan "Nga" yang berarti "membuat bubur dari tepung beras". Upacara Ngalaksa merupakan Respons masyarakat agraris terhadap alam dan tuhan, yang kini berkaitan erat dengan peralihan fungsi lahan pertanian di banyak wilayah. Dilakukan tiap juli di Desa Wisata Rancakalong, diiringi musik tarawangsa dan kecapi jentreng selama 7 hari 7 malam nonstop dan malam ke-7 ditutup dengan tari-tarian.
sudah cukup mengenal dengan kesenian ini?
Tarawangsa sendiri merupakan kesenian pertunjukan yang memiliki kekhasan dalam hal instrumen musiknya yang menggunakan sebuah alat musik dimainkan dengan cara digesek. Dalam tulisan Teguh Permana mengutip pendapat Luki Hendrawan, secara etimologi, Tarawangsa berasal dari tiga gabungan kata yakni Ta - Ra - Wangsa. Ta merupakan akronim dari kata 'Meta' berasal dari bahasa sunda yang berarti pergerakan, lalu 'Ra' berarti api yang agung sama dengan Ra dalam bahasa Mesir analogi api yang agung adalah matahari. dan yang terakhir 'Wangsa' sinonim dari kata Bangsa, Manusia yang menempati suatu wilayah dengan aturan yang mengikat. Jadi Ta-Ra-Wangsa berarti kisah kehidupan bangsa matahari.
Sudah tau apa itu tarawangsa ? Masih Penasaran? Silahkan baca penjelasan berikutnya.
Tarawangsa merupakan sebuah kesenian penyambut bagi hasil panen padi tumbuhan yang sangat bergantung pada matahari sebagai simbol rasa syukur terhadap Tuhan YME. Tarawangsa ini merupakan 2 alat musik yang bunyinya berupa ruang resonator. alat musik pertama merupakan Tarawangsa itu sendiri yang dimainkan dengan cara digesek, dan yang kedua Jentreng yang dimainkan dengan cara dipetik. Bentuk alat musik tarawangsa ini berbeda dengan alat musik gesek lainnya, seperti rebab.
Kata Tarawangsa juga termuat dalam kitab-kitab kuno abad ke-10 yang ditemukan di Bali. Kata Tarawangsa dalam penemuan tersebut adalah 'trewasa' dan 'trewangsah. Pada masa itu pula kesenian ini sudah ada di masyarakat Sunda, Jawa dan Bali. Namun seiring berkembangnya jaman, kini bekas maupun artefak dari alat musik ini sudah tidak ditemukan lagi, bahkan masyarakat pun sudah tidak lagi mengenal alat musik tersebut. (Didi Wiardi: 2008 dalam Ahmad, 19 Februari 2019), terutama di wilayah Jawa dan Bali. Argumen tersebut muncul dari catatan Jaap Kunst dalam bukunya Hindu-Javanese Musical Instruments (1968).
Dengan demikian itulah pengertian dari Kesenian Tarawangsa. Saya harap pembaca dapat mengerti dengan apa yang dijelaskan.
Sumber: Setiawan, I. (2018). Tarawangsa, Kesenian Tradisional Kabupaten Sumedang. Kemendikbud. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/tarawangsa-kesenian-tradisional-kabupaten-sumedang/
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.