×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Tradisi Lisan

Elemen Budaya

Seni Pertunjukan

Provinsi

Jawa Barat

Asal Daerah

Majalengka

Kesenian Gaok dari Majalengka

Tanggal 16 Mar 2020 oleh Dhiyaa fauziyyah . Revisi 2 oleh Dhiyaa fauziyyah pada 16 Mar 2020.

Gaok adalah sebuah kesenian tradisional di Kabupaten Majalengka tepatnya di Desa Kulur dan Burujul yang memiliki unsur budaya Islam. Melalui Kabupaten Cirebon, Seni Gaok masuk ke wilayah Majalengka seiring dengan masuknya ajaran agama Islam yang disyiarkan oleh Pangeran Muhamad dari Cirebon.

Kesenian Gaok adalah kesenian yang menampilkan unsur vokal atau tembang yang paling dominan. Biasanya menampilkan suatu cerita yang diambil dari kesusastraan Jawa, berupa Wawacan. Umumnya ditampilkan pada acara syukuran 40 hari kelahiran bayi. Dalam perkembangan masa kini ternyata kesenian Gaok mengalami kemunduran. Kesenian ini termasuk ke dalam tradisi lisan karena adanya kandungan pupuh dan wawacan di dalamnya.

Menurut keterangan yang ada di masyarakat, istilah gaok merupakan istilah kesenian Beluk yang ada di daerah Majalengka, yang lahir dan berkembang dari kebiasaan masyarakat pada jaman dahulu yang kebanyakan bermatapencaharian dengan bercocok tanam di huma. Pada masa itu, secara tidak sengaja orang memainkan keindahan suara, yaitu saat mereka saling berkomunikasi dari huma satu ke huma lainnya, yang pada saat itu merupakan hutan belantara.

Pengertian Beluk masa sekarang umumnya dianggap orang sebagai pertunjukan seni suara atau vokal yang hanya dilakukan oleh laki-laki dengan menggunakan sebuah Wawacan tatkala selamatan bayi. Padahal jika dikembalikan pada pengertian asal Beluk dalam pementasan Seni Beluk sekarang, tidak seluruhnya berbentuk Beluk. Beluknya itu sendiri baru ditampilkan setelah jauh malam, jika dipentaskan semalam suntuk. Beluknya itu sendiri merupakan dinamika pertunjukan agar tidak monoton hanya melagukan Rancag Buhun saja, yang dalam pertunjukan di daerah Dago disebut Silio.

Gaok merupakan seni tradisional yang telah mengalami singkritisme antara nilai budaya etnis Sunda Buhun yang bernuansa Islam, yang dibawa dari Cirebon. Di dalam pertunjukan selalu diawali dengan bacaan Basmalah, sedangkan bahasa yang disampaikan adalah bahasa Sunda. Terkadang gayanya seperti orang sedang mengumandangkan Adzan.

Gaok diambil dari kata ngagorowok artinya ‘berteriak’. Dalam kesenian ini para pemain secara bergantian melantunkan pupuh (Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula) dengan suara keras (berteriak) seperti cara mengumandangkan adzan sehingga dikenal kata gaok. Para pemain Gaok mengenakan pakaian khas Sunda, yaitu baju kampret dan berikat kepala. Selain berunsur budaya Islam, dalam Gaok terdapat pula unsur budaya leluhur Sunda, berupa upacara persembahan sesajen kepada para leluhur yang dilaksanakan sebelum memulai Seni Gaok.

Perlengkapan Kesenian Gaok adalah naskah wawacan, sesajen, dan waditra pengiring. Wawacan yang ada serta yang selamat, setelah banyak yang musnah terbakar waktu jaman penjajahan, antara lain : Wawacan Manakab, Ahmad Muhammad, Samawi, Sulanjana, Sejarah Ambiya, Babad Talaga Manggung, dan Babad Majalengka.

Pelaksanaan pertunjukan ada aturan-aturan tertentu. Para penonton tidak boleh berbicara, merokok, dan makan. Jadi, harus mendengarkan dengan saksama jalan cerita dalam Wawacan tersebut. Sesajen harus tersedia lengkap, mulai dari makanan kecil sampai dengan makanan pokok. Untuk Wawacan lain bebas. Sesajen yang disajikan adalah kesukaan leluhur, di saat ia masih hidup.

Cara penyajian Kesenian Gaok adalah ketentuan yang sudah ada sejak dahulu, yaitu berupa etika penyajian yang tidak hanya ditampilkan di atas panggung, juga di tengah rumah/serambi rumah, duduk bersila di atas gelaran tikar, yang dipimpin oleh seorang dalang/tukang ilo/pangrawit, yang bertugas untuk membacakan kalimat-kalimat yang ada dalam cerita, yang selanjutnya untuk diulang oleh Tukang Gaok. Tetapi yang lebih penting lagi, yaitu untuk menekankan kejelasan jalannya cerita dalam Wawacan kepada penonton. Karena bila lirik atau rumpaka sudah disampaikan oleh Tukang Gaok, yang terdengar oleh penonton bukan lagi kejelasan ejaan atau lafal kata yang diucapkan, melainkan kemudian suara dari penembang tersebut yang ditonjolkan. Selain etika penyajian, cara pengulangan disampaikan baris demi baris, sementara penonton harus tertib dulu.

Pemain harus memiliki kualitas suara yang bagus, ambitin suara yang memadai, napas yang panjang, dan harus hapal semua pupuh, termasuk cara menembangkannya. Dulu, jumlah yang memainkannya 12 sampai 13 orang. Sekarang pemain Gaok sekitar 4 sampai 6 orang laki-laki sebagai juru mamaos dan seseorang sebagai dalang atau pangrawit yang menjadi pemimpinnya. Adapun cerita yang dibawakan selain cerita-cerita Wawacan di atas adalah Cerita Umar Maya, Baejah, dan Sarmun. Selain sebagai juru mamaos, setiap pemain memainkan tetabuhan/waditra dari bambu, yang masing-masing memiliki nama: kecrek, gendang bambu atau buyung, dan gong bambu.

Pergelaran Kesenian Gaok dipimpin seorang dalang/pangrawit. Ia yang membacakan Wawacan, kemudian dibeuli oleh antara juru mamaos (pencoba) yang satu dengan yang lain. Tukang meuli tak ditentukan, siapa saja yang ingin meuli kalimat yang dibacakan dalang. Selain tukang meuli, ada lagi tukang naekkeun, yang menaikkan nada yang ditembangkan ke nada yang lebih tinggi, sehingga persiapan yang paling penting bagi tukang gaok adalah mempersiapkan suara agar tidak sampai kehabisan nafasnya.

Waktu penyajiannya dari pukul 20.00 – 04.00, semalam suntuk. Jika belum tamat, dilanjutkan jika empunya hajat memintanya.

Teknik pementasan Kesenian Gaok adalah sebagai berikut :

  1. Sambutan empunya hajat.
  2. Ceramah dari tokoh masyarakat.
  3. Sebelum Dalang Gaok memberitahukan ceritanya, terlebih dahulu memeriksa kelengkapan Dalang.
  4. Membaca doa, membakar kemenyan, dan meminta izin Allah SWT, meminta maaf kepada leluhur, jika sesajen tidak lengkap dan mempersilakan untuk hadir dalam penjajiannya.
  5. Prolog Wawacan oleh Dalang.
  6. Tukang Gaok/tukang meuli menembangkan baris demi baris.
  7. Setiap akhir pada diiringi dengan alok secara rampak, dipandu fungsi buyung dan songsong, yang dipakai sebagai madakeun atau ngagoongkeun.
  8. Tema sesuai dengan tujuan penyajian.
  9. Ditutup dengan permintaan maaf dan ucapan terima kasih.

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...