Kesenian Cing Po Ling merupakan salah satu kesenian tari asal Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah lebih tepatnya di desa Kesawen, Kecamatan Pituruh. Kesenian ini sudah ada semenjak kurang lebih abad ke XVII masehi (seperti yang dikutip dari https://pdkpurworejo.wordpress.com/2010/05/04/kesenian-cing-poo-ling, http://den-bagoez-sigit-pamuji.blogspot.com/2015/01/kesenian-cing-po-ling-tunggal-wulung-kesawen-pituruh-purworejo.html, dan http://reviens.media/2016/12/30/jejak-cing-po-ling-dari-kesawen ). Kesenian ini merupakan kesenian tradisional sejenis atau reogan yang mengalami perkembangan sebagai tari perang dan bertemakan kepahlawanan. Kesenian ini bercirikan tentang keprajuritan sebagai pengawal.
kesenian ini bermula ketika Demang mengikuti Pisowanan (tradisi dalam kerajaan-kerajaan Jawa, di mana bawahan-bawahan raja / sultan datang ke istana untuk melaporkan perkembangan daerah yang dipimpinnya), di Kadipaten Karangduwur. Sambil menunggu acara pisowanan tersebut dimulai, Demang bersama 3 (tiga) prajuritnya yang bernama Krincing, Dipomenggolo dan Keling melakukan latihan bela diri di lapangan Kadipaten. Ketika mereka sedang asyik berlatih bela diri dan diketahui oleh Adipati Karangduwur, rupanya beliau tidak berkenan jika Demang Kesawen dan anak buahnya melakukan latihan bela diri di Alun - Alun Karangduwur.
Untuk itu, Adipati memperingatkan kepada Demang dan anak buahnya, agar tidak mengulangi kegiatan serupa lagi di masa yang akan datang. Walaupun telah ditegur oleh Adipati Karangduwur, ternyata Demang tidak jera. Pada pisowanan yang akan datang dia berkeinginan untuk kembali melakukan kegiatan latihan bela diri di Alun - Alun kawedanan. Untuk itu dia berdiskusi dengan dua orang kepercayaannya yaitu Jagabaya dan Komprang. Hasil diskusi tersebut adalah Krincing, Dipomenggolo dan Keling akan ikut lagi dalam pisowanan. Untuk itu Komprang akan membuat kegiatan latihan bela diri menjadi sebuah tarian dengan diiringi tetabuhan / musik. Akhirnya terbentuklah tim kesenian yang terdiri dari para prajurit kademangan dengan susunan :
1. Komprang sebagai sutradara;
2. 4 (empat) orang prajurit sebagai pemukul bunyi-bunyian;
3. 1 (satu) orang prajurit sebagai kemendir [6];
4. 2 (dua) orang prajurit sebagai pemencak [7];
5. 4 (empat) orang prajurit lainnya sebagai pengombyong [8].
Pada waktu pisowanan, gerak bela diri yang disamarkan dalam bentuk tarian dan musik oleh para prajurit Demang terbukti tidak menimbulkan kecurigaan dan kemarahan Adipati Karangdwur. Mereka dianggap sebagai sebuah kelompok kesenian biasa, padahal dibalik penyamaran itu mereka adalah pengawal pilihan dari Demang. Semenjak itulah setiap pisowanan ke Kadipaten Karangdwur, Demang selalu membawa “Kelompok Kesenian”-nya yang terdiri dari para pengawalnya. Setiap kelompok kesenian ini tampil di acara pisowanan, banyak petinggi Kadipaten yang ikut menontonnya. Hingga Adipati Karangdwur meminta kepada Demang untuk melestarikan kesenian tersebut sekaligus menanyakan apa nama kesenian yang mereka bawakan. Demang yang merasa tidak tahu menyerahkan jawabannya kepada Jagabaya. Jagabaya menamai kesenian ini Cing po ling. Diambil dari nama 3 (tiga) orang pengawal Demang, yaitu :
Dari nama Krincing diambil suku kata terakhir “CING”
Dari nama Dipomenggolo diambil suku kata terakhir “PO”
Dari nama Keling diambil suku kata terakhir “LING”
Sepulang dari Kadipaten, Demang mengadakan syukuran yang meriah untuk merayakan diterimanya Kesenian Cing po ling oleh Adipati.
Hingga sekarang kesenian ini masih dilestarikan di wilayah setempat khususnya untuk kalangan anak-anak dan remaja. Tarian ini diadakan di ruang terbuka, misalnya lapangan, halaman depan rumah. Walaupun pada awalnya hanya di lingkungan kadipaten tempat pisowanan berlangsung. Penonton dan penari dalam jarak yang dekat. Diurasi waktu pementasan sekitar 1 – 2 jam.
#OSKMITB2018
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang