Sumber: Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Sumatera Barat
Dikia adalah suatu nyanyi rakyat di Sumatera Barat. Penyanyinya terdiri dari beberapa orang yang menyanyi secara berganti-ganti. Alat musik pengiring dikia adalah rabano (rebana) yang dipukul dengan ujung tangan. Nada suara rabano itu tergantung dari bahagian mana yang dipukul dari rabano itu. Kalau pinggirnya yang
.dipukul nadanya agak rendah. Tekanan nada rabano ini tergantung pada irama nyanyi dikianya sendiri, karena fungsi rabano adalah hanya sebagai alat pengiring semata, kadang-kadang malah rabano tidak dipergunakan sama sekali, jadi dikia termasuk jenis seni vokal.
Dikia berasal dari kata Arab "zikir", yang artinya mengingat, yaitu selalu mengingat Tuhan dan Rasulpya serta ajaran yang diberikannya dengan mengucapkan kata-kata yang berasal dari Qur'an dan Hadis sambil memegang tasbih yang selalu dihitung setiap mengucapkan suatu kata. Demikian dekatnya mereka dengan Tuhan sehingga tanpa terasa ucapan zikir itu sudah merupakan sebuah nyanyi. Oleh para ulama yang menyiarkan agama Islam nyanyian zikir itu dikembangkan bersama-sama dengan mengembangkan agama dan ditiru oleh murid-muridnya. Karena pemeluk Islam sudah bertambah banyak pula, maka untuk memudahkan dipahaminya arti kata zikir itu kata-kata yang semula dari bahasa Arab diganti dengan kata-kata daerah setempat. Karena ada yang menukar kata-kata itu dengan kata-kata nyanyian dari cerita rakyat, maka akhirnya kata-kata itu berkembang menjadi nyanyi dikia. Perkembangan nyanyi yang berasal dari dikia ini tidak hanya satu dikia itu saja, tetapi ada pula perkem bangan lainnya seperti si Jobang. Hal ini sesuai dengan selera daerah masing-masing.
Dikia itu sendiri terdiri dari dua macam yaitu dikia putiah (putih) dan dikia sirah (merah). Nada-nada dari dikia putiah sangat dipengaruhi oleh nada-nada dari jazirah Arab dan kata-katanya banyak dalam bahasa Arab sendiri, sedangkan dikia sirah sudah merupakan nyanyian rakyat setempat, karena nada-nadanya sudah me makai nada-nada daerah, begitu juga kata-kata dan bahasanya. Dikia jenis kedua inilah yang banyak berkembang di daerah Sumatera Barat. Tangga nadanya adalah pentatonis dengan susunan nada :
5. 6. I. 2. 3. (so. Ia. do. re. mi). Daerah yang paling banyak mendapat perkem bangan nyanyi dikia ini adalah daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Tetapi sayang nya pada waktu ini hampir diseluruh daerah Sumatera Barat dikia ini hampir hilang.
Hal ini mungkin disebabkan, karena nyanyi dikia kata-katanya kurang jelas diucapkan
oleh penyanyinya, sebab hal yang diutamakan adalah irama nyanyinya, bukan kata kata nyanyinya itu. Jadi agak sukar dirnengerti sehingga kurang menarik, lebih-lebih bagi para pemuda sekarang. Disamping itu pada penyanyi dikia juga sudah semakin berkurang karena peminat juga sudah sangat kurang sekali sehingga usaha-usaha untuk mewarisinyapun tidak ada lagi. Mungkin pada suatu ketika nanti dikia akan lenyap sama sekali.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.