Dayango adalah salah satu bentuk diantara beberapa ragam budaya animisme di Gorontalo. Ritual ini, sejenis upacara memanggil roh-roh arwah untuk dijadikan mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang penyembuhannya dilakukan dengan gerakan-gerakan dan teriakan.
<p>
Dayango adalah salah satu bentuk diantara beberapa ragam budaya animisme di Gorontalo. Ritual ini, sejenis upacara memanggil roh-roh arwah untuk dijadikan mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang penyembuhannya dilakukan dengan gerakan-gerakan dan teriakan. Bebicara tentang awal mula lahirnya dayango, tidak terlepas dari sejarah lahirnya Gorontalo. Masyarakat sebagai pelaku sejarah dan para budayawan Gorontalo cenderung setuju dengan legenda bahwa asal-muasal nenek moyang mereka berasal dari seorang pengembara yang mereka sebut &quot;hulondalangi&quot; tokoh ini dikisahkan sebagai seorang laki-laki sang pengembara yang turun dari langit, mereka percaya pada waktu itu Gorontalo belum dalam bentuk dataran masih lautan yang luas dan hulondalangi berdiam di sebuah gunung di Gorontalo yaitu Gunung Tilongkabila. Kemudian dia menikah dengan salah seorang perempuan yang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang menjadi cikal bakal masyarakat keturunan penduduk Gorontalo, dan nama dari tokoh Hulondalangi dipakai terus sampai sekarang berubah menjadi Hulondalo(bahasa Gorontalo) dan akhirnya dipatenkan secara formal menjadi Gorontalo. Pada masa tersebut penduduk yang tercipta dari sang pengembara Hulondalangi turun dari gunung dan menempati dataran rendah yang ada di sekitar gunung Tilongkabila dan membentuk perkampungan kecil yang di namai mereka Kambungu (perkampungan) serta mulai bercocok tanam sebagai cara mereka untuk tetap bertahan hidup namun mereka tidak menetap di tempat tersebut mereka melanjutkan pencarian ke tempat baru lagi walaupun hanya sebagian kecil dari mereka dan di tempat yang baru tersebut terjadi kembali proses pembentukan komunitas baru begitu seterusnya sehingga mereka yang berpindah - pindah tersebut menjadi terpisah-pisah dan mereka di namakan Ambua. Kelompok yang memilih untuk tetap bertahan untuk menetap di namakan Linua walaupun kadang mereka terdiri dari gabungan beberapa Ambua, pada masa tersebut kelompok ini terus berkembang dan semakin besar dan memiliki kepala yang mereka namai Tauwa lo Linua dan pada akhirnya mereka menjadi sebuah desa (Comunity) yang dikepalai oleh seorang Tauda&#39;a (Kepala Desa). Dari penjelasan sejarah singkat tentang Gorontalo, dalam hubungan dengan lahirnya dayango, terdapat pula hikayat dalam bentuk pantun yang turun-temurun beredar di kalangan masyarakat Gorontalo. Hikayat ini bercerita pula tentang sejarah Gorontalo yang berasal dari lautan sehingga bertalian dengan pendapat J.G.F Riedel di atas. Bentuk pantun tersebut yaitu : Deheto ma yilohengu, hiudu Yi lumendego Hulontalo ma yilobongu, botu ma yilumelengo He&#39;alindayanga to tumbango, Huidu ma yilotango Ilimu lula-lulango, dulolo mamo &quot;dayango&quot; Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: Lautan telah mengering, gunung-gunung sudah tegak Gorontalo telah bangun, batu-batuan menggelinding Bergantung di tumbango, gunung sudah bercabang Ilmu sudah jadi pembersaih mari kita menari Pada hikayat di atas pada baris ke empat terdapat kata &quot;dayango&quot; hal ini dapat diasumsikan bahwa dayango sudah ada sejak lahirnya Gorontalo dan tetap tumbuh bersama dalam kehidupan serta masyarakat Gorontalo dan sangat beralasan, karena sebelum masuknya agama Islam pada sekitar abad ke-16, ke Gorontalo, Daerah ini termasuk penganut animisme yang memiliki kepercayaan kepada mahluk halus (motolohuta) dan kepada kekuatan-kekuatan gaib (hulobalangi). Bukti yang masih tertinggal adalah tradisi mopo&#39;a lati atau tradisi memberi sesajen pada setan di bawah pohon beringin (luluo), tradisi memberi sesajen pada acara panen (panggoba) yang masih kita jumpai di beberapa daerah di Gorontalo. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan SULUT, 1983). http://mshalid.wordpress.com/2012/09/24/ritual-dayango-di-gorontalo/</p>