Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Timur Jawa Timur
Cindelaras
- 3 Mei 2021 - direvisi ke 3 oleh Bangindsoft pada 13 Oktober 2024

Alkisah, Raja Kerajaan Jenggala yang bernama Raden Putra, mempunyai dua orang istri cantik jelita.

Istri pertama adalah Sang Permaisuri yang berhati baik, sedangkan istri kedua Raja Jenggala adalah Sang Selir yang sayangnya ia memiliki sifat iri dan dengki.

Sang Selir selalu iri pada Sang Permaisuri.

Selir raja tidak puas dengan kedudukannya saat ini.

Apalagi dari seorang tabib ia mendapat kabar bahwa permaisuri kini tengah mengandung, yang tentu saja kelak akan menjadi putra mahkota kerajaan Jenggala.

Ia takut kalau posisinya di mata Raden Putra akan tersisih.

Ia memiliki rencana jahat untuk menyingkirkan Sang Permaisuri dari istana agar perhatian Raden Putra hanya tercurah padanya.

“Akulah yang seharusnya menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri dari istana.” pikir sang selir.

Diam-diam selir raja menyusun sebuah rencana jahat.

Dalam menjalankan aksinya, Sang Selir bekerja sama dengan seorang tabib.

Jika rencananya berhasil, maka si tabib dijanjikan akan diberi hadiah istimewa.

Sang Selir kemudian berpura-pura sakit.

Ketika Raden Putra bertanya pada tabib perihal sakit sang selir, si tabib membuat pernyataan palsu bahwa Sang Selir telah diracun oleh Permaisuri.

“Wahai tabib, sakit apa yang diderita oleh istriku?” tanya Raden Putra kepada tabib.

“Ampun Paduka. Beliau sakit karena memakan makanan yang mengandung racun.” jawab tabib.

“Kurang ajar! Siapa yang berani meracun selir wahai tabib? Tahukah Engkau siapa pelakunya?” tanya Raden Putra.

“Ampun Paduka. Hamba tidak bermaksud lancang. Permaisurilah yang telah meracun selir.” tabib membuat kesaksian palsu.

Raden Putra hampir tidak percaya mendengar perkataan tabib bahwa Sang Permaisuri telah bertindak jahat meracuni Sang Selir.

Akhirnya Raden Putra memerintahkan patihnya untuk membuang Sang Permaisuri ke hutan.

Tidak cukup hanya mengusir, Raja juga memerintahkan untuk membunuhnya setelah sampai di hutan.

“Hai Patih! Permaisuriku telah berbuat jahat dengan meracuni selir. Bawalah permaisuri ke hutan. Jika telah sampai di hutan, maka bunuhlah ia.”

“Baik Paduka. Hamba laksanakan.” jawab Patih.

Patih berfikir bahwa tidak mungkin wanita seagung permaisuri melakukan kekejian untuk meracun selir.

Justru patih curiga bahwa sang selir telah memfitnah permaisuri untuk menyingkirkannya dari istana.

Patih Kerajaan Jenggala merasa Sang Permaisuri tidak bersalah namun mau tidak mau ia harus menuruti perintah Raden Putra.

Segera Sang Patih membawa Sang Permaisuri untuk diasingkan di hutan.

“Maaf Gusti. Hamba tahu Gusti tidak bersalah. Tapi hamba harus melaksanakan titah Paduka Raja.” kata sang Patih.

“Lakukan saja tugasmu wahai Patih! Aku rela menerima hukuman ini.” jawab permaisuri.

Setibanya di hutan, Sang patih tidak membunuh Permaisuri, malahan ia membuatkan sebuah rumah untuk tempat tinggal bagi permaisuri.

Sang Patih juga mencarikan makanan yang cukup untuk beberapa hari sementara permaisuri belum mengenal hutan itu.

Permaisuri sangat berterima kasih kepada patih.

Untuk mengelabui titah raja, Sang Patih menangkap seekor kelinci, kemudian disembelihnya kelinci tersebut.

Kemudian ia mengusapkan darah kelinci pada keris pusakanya sebagai bukti pada Raja Jenggala bahwa ia telah membunuh Permaisuri.

“Hamba tinggalkan Gusti di tengah hutan. Hamba akan mengaku kepada raja bahwa hamba telah membunuh Gusti. Keris berlumur darah ini sebagai buktinya.” kata sang Patih.

“Terima kasih Paman Patih atas bantuanmu. Aku tidak akan melupakan kebaikan Paman Patih.” kata Permaisuri pada Patih Kerajaan.

Sepeninggal Patih Kerajaan, Sang Permaisuri tinggal sendiri di tengah hutan.

Saat itu Permaisuri dalam keadaan tengah mengandung.

Hari demi hari dilalui oleh permaisuri dengan berat di hutan.

Dalam keadaan hamil, ia harus mencari makan dan melindungi diri dari berbagai ancaman binatang buas.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya Sang Permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki tampan.

Ia memberinya nama Cindelaras.

Dengan penuh kasih sayang, sang permaisuri merawat Cindelaras sehingga menjadi anak yang cerdas dan tangkas.

Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak laki-laki tampan lagi tangkas.

Sejak kecil ia telah terbiasa bergaul bersama hewan-hewan di hutan.

Hewan-hewan tersebut menjadi dekat dan menurut pada perintahnya.

Cindelaras sangat menyayangi ibunya.

Setiap hari ia mencari makan di hutan untuk menghidupi dirinya dan ibunya.

Namun Cindelaras tidak habis pikir kenapa seorang wanita seperti ibunya tinggal di tengah hutan tanpa kerabat dan keluarga.

Dan ada satu hal lagi yang sangat mengganjal pikirannya, siapakah ayahnya?

Pada suatu hari, seekor burung rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam didekat Cindelaras.

Telur tersebut kemudian diambil oleh Cindelaras.

Ia mengeramkannya pada seekor ayam hutan betina sahabatnya. Tiga hari kemudian, telur menetas.

Cindelaras merawat ayam tersebut baik-baik hingga tumbuh menjadi seekor ayam jago kuat lagi kekar.

Paruhnya runcing dan kokoh.

Kedua kakinya terlihat kekar dengan kuku-kuku runcing tajam.

Ada satu hal aneh dari ayam jago milik Cindelaras adalah suara kokoknya. “Kukuruyuuuuk....Tuanku bernama Cindelaras, rumahnya di tengah hutan rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya adalah Raden Putra.”

Cindelaras merasa heran mendengar suara kokok ayamnya.

Ia tahu betul bagaimana cara berkokok seekor ayam jantan.

Tidak ada ayam yang bisa berbicara seperti ayam miliknya tersebut.

Cindelaras yakin ayamnya bukanlah ayam sembarangan.

Dan kata-kata ayam jagonya itu seakan menjawab sebuah pertanyaan besar yang selama ini mengganjal hatinya, siapakah ayahnya? Benarkah ayahnya bernama Raden Putra?

Ia kemudian menanyakan perihal kokok ayam tersebut pada ibunya.

Ibu Cindelaras kemudian menceritakan kejadian yang menimpa mereka.

Sang Permaisuri mengatakan bahwa Cindelaras adalah anak Raden Putra, Raja Kerajaan Jenggala.

Ibunya juga menceritakan bahwa ia terusir ke tengah hutan karena mendapat fitnah dari Selir Raden Putra.

“Cindelaras anakku. Ayahmu adalah Raden Putra, raja Kerajaan Jenggala. Ibu mendapat fitnah dari selir, sehingga ibu harus diasingkan ke hutan.” kata permaisuri.

Setelah mengetahui asal-usul dirinya, Cindelaras lantas meminta izin ibunya untuk pergi ke istana.

Ia ingin membersihkan nama ibunya dari fitnah Selir Ayahnya.

Ia membawa serta ayam jago miliknya. “Ibu, Cindelaras minta izin untuk pergi ke istana kerajaan Jenggala. Cindelaras ingin membersihkan nama baik ibu dari fitnah selir.” kata Cindelaras.

“Baiklah. Hati-hatilah Nak dalam setiap langkahmu. Ibu doakan agar Engkau selalu mendapatkan keberuntungan dalam perjalanan menuju istana kerajaan Jenggala.” kata permaisuri.

Di tengah perjalanan menuju istana Kerajaan Jenggala, Cindelaras bertemu beberapa orang tengah mengadu ayam.

Melihat Cindelaras membawa seekor ayam jago, mereka menantangnya untuk mengadu ayam.

Namun Cindelaras menolaknya karena tidak memiliki taruhan.

“Hai anak muda. Sepertinya Engkau memiliki ayam jago yang tangguh. Mari kita mengadu ayam.” kata seorang pengadu ayam.

“Ah tidak. Bagaimana aku bisa mengadu ayam jagoku melawan ayam kalian, sementara aku tidak memiliki taruhan.” Cindelaras menolak ajakan mereka karena tidak mau berjudi dan juga tidak ingin ayamnya terluka.

“Kalo begitu, taruhannya adalah dirimu sendiri. Jika engkau kalah, engkau harus bekerja padaku. Tapi jika engkau menang, aku akan memberimu banyak harta. Bagaimana setuju?” kata si pengadu ayam.

Sebenarnya Cindelaras ragu-ragu untuk mengadu ayam jagonya.

Tapi ayam jago miliknya meronta-ronta, terlihat seperti memintanya untuk menerima tantangan tersebut.

Akhirnya Cindelaras bersedia menerima tantangan para pengadu ayam. “Baiklah, Aku menerima tantangan kalian.”

Ketika ayam jago miliknya diadu melawan ayam lain, hanya dalam beberapa gebrak saja ayam jago milik Cindelaras dapat mengalahkan musuhnya.

Satu-persatu ayam milik para pengadu dapat dengan mudah dikalahkan oleh ayam jago Cindelaras.

Hasilnya, Cindelaras mendapat banyak uang dari adu ayam.

Sudah tidak terhitung berapa banyak uang dan perhiasan yang diperoleh Cindelaras dari adu ayam yang diikutinya.

Dalam waktu singkat, kehebatan ayam jago Cindelaras tersebar ke seantero negeri.

Sejumlah penyabung ayam berpendapat hanya ayam milik Prabu Raden Putra saja yang mampu menandingi ayam Cindelaras.

Kabar ayam Cindelaras akhirnya sampai juga ke telinga Raden Putra.

Sang raja Jenggala merasa penasaran dengan Cindelaras dan ayam jantannya.

Raden Putra ingin mengadu ayam miliknya melawan ayam jago Cindelaras.

Ia kemudian memerintahkan prajuritnya untuk mencari Cindelaras beserta ayam jagonya dan membawanya ke istana untuk pertarungan adu ayam.

“Hai para prajurit! Aku dengar ada seorang anak muda yang memiliki ayam jago yang tangguh. Panggilah anak itu kemari. Aku ingin mengadu ayam jagoku dengan ayamnya.” kata Raden Putra.

Singkat cerita, Cindelaras berhasil ditemukan oleh para prajurit kerajaan. Para prajurit membawanya ke istana Kerajaan Jenggala untuk bertemu Raja Jenggala.

“Engkaukah yang bernama Cindelaras pemilik ayam jago tangguh? Maukah engkau mengadu ayam milikmu melawan ayam jago milikku?” tanya Raden Putra.

“Hamba bersedia Gusti Prabu.” kata Cindelaras. Ia mengetahui bahwa Raja Jenggala di hadapannya adalah ayahnya.

“Kalo begitu apa taruhanmu?' tanya Raden Putra.

“Taruhannya, jika ayam jago hamba kalah, hamba serahkan nyawa hamba pada Gusti Prabu. Tapi jika ayam jago hamba menang, hamba meminta separuh wilayah Kerajaan Jenggala. Hamba harap Gusti Prabu tidak tersinggung dengan tawaran taruhan hamba.” ujar Cindelaras.

“Baik. Mari kita mulai duel ayam jago kita. Bersiaplah engkau untuk dipenggal oleh algojo kerajaan seusai pertarungan.” kata Raden Putra.

Pihak istana kemudian menyiapkan pertarungan kedua ayam jago tersebut di alun-alun istana.

Rakyat Jenggala berduyun-duyun ingin menyaksikan pertarungan ayam.

Tidak sedikit diantara rakyat melakukan taruhan mendukung ayam jago milik Cindelaras atau milik Raden Putra.

Tibalah kedua ayam jago tersebut saling dihadapkan di alun-alun istana.

Ayam jago milik Cindelaras terlihat kalah besar jika dibandingkan dengan ayam jago milik Raden Putra.

amun ayam jago Cindelaras nampak tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.

Dimulailah pertarungan kedua ayam dengan diiringi sorak-sorai rakyat yang menonton.

Meski bertubuh lebih kecil, ayam jago milik Cindelaras nampak sangat tangguh.

Ayam tersebut mampu membuat ayam jago milik Raden Putra kepayahan.

Patukan paruh juga tendangan kakinya sangat kuat dan bertenaga.

Berkali-kali ayam jago miliki Raden Putra jatuh terpental.

Serangan-serangan balasan dari ayam jago Raden Putra begitu mudahnya ditangkis.

Melihat kenyataan ini, Raden Putra mulai cemas.

Ia khawatir ayam jago miliknya akan kalah.

Tentunya Ia khawatir akan kehilangan separuh wilayah kekuasaannya.

Kekhawatiran Raden Putra akhirnya menjadi kenyataaan.

Tidak lama kemudian ayam jago miliknya berkaok-kaok kemudian lari meninggalkan arena pertarungan.

Nampaknya ia sudah tidak sanggup melawan ketangguhan ayam jago milik cindelaras.

Para penonton yang mendukung ayam Cindelaras bersorak-sorai gembira.

Raden Putra merasa terkejut hingga lemas tubuhnya.

Walaupun masih belum bisa menerima kekalahannya ayam jagonya, namun ia sebagai Raja Jenggala harus menjaga kehormatannya.

Ia harus menepati janjinya. Sang Raja harus rela menyerahkan separuh wilayah kekuasaan Kerajaan Jenggala pada Cindelaras.

Setelah selesai bertarung, mendadak ayam jago Cindelaras berkokok. “Kukuruyuk....Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah hutan rimba, atapnya daun kelapa, ayahandanya adalah Raden Putra...”.

Raden Putra keheranan dengan ayam jago Cindelaras. “Cindelaras, benarkah apa yang dikatakan ayam jago milikmu itu?” Tanya Raden Putra.

“Benar paduka. Menurut ibu hamba yang sekarang berada di hutan rimba, Hamba adalah anak Gusti Prabu. Ibu hamba adalah Permaisuri Paduka yang diasingkan ke hutan saat tengah mengandung. Beliau difitnah oleh Selir. Percayalah Gusti Prabu, Ibu Hamba tidak bersalah.” kata Cindelaras.

Melihat kejadian tersebut Sang Patih Kerajaan segera menghadap Raden Putra.

“Ampun Gusti Prabu. Hamba tidak melaksanakan titah Gusti Prabu untuk membunuh Sang Permaisuri. Karena hamba tahu Sang Permaisuri hanyalah korban fitnah Sang Selir. Ia bekerja sama dengan seorang tabib untuk menyingkirkan permaisuri dari istana, dan pemuda bernama Cindelaras ini adalah benar anak Gusti Prabu.” kata Sang Patih Kerajaan.

Mendengar pengakuan Cindelaras dan penjelasan Patih kerajaan, Raden Putra menjadi sangat marah. Ia segera memangil Sang Selir dan tabib.

“Wahai istriku dan tabib. Benarkah kalian berdua telah bersekongkol untuk memfitnah permaisuri?”

Di hadapan Raden Putra, akhirnya mereka mengakui perbuatan jahat mereka.

Keduanya memohon ampun pada Sang Raja Jenggala.

Raden Putra tidak dapat memaafkan mereka berdua.

Raja Jenggala segera menjatuhi hukuman mati bagi si tabib, sementara Sang Selir dijatuhi hukuman dengan diasingkan ke hutan rimba.

Akhirnya terbongkarlah kejahatan Sang Selir dan tabib.

Raden Putra segera memerintahkan para prajuritnya untuk menjemput Sang Permaisuri di hutan pengasingan.

Sang Permaisuri dan anaknya Cindelaras, kini hidup berbahagia di istana Kerajaan Jenggala.

Kebenaran pada akhirnya akan mengalahkan kejahatan.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline