Dahulu lahir dua orang anak yakni Wetandiabe (di Konawe di kenal Wekoila) dan Sawerigading. Mereka lahir dari hasil buah pernikahan Batara Lattu dan Wetadu. Sejak dilahirkan Sawerigading dan Wetandiabe telah diasuh secara terpisah. Pada usia dewasa saat Sawerigading bermain sepak raga bolanya menyangkut di atas loteng tempat tinggal Wetandiabe, Sawerigading sangat terkejut dengan adanya perempuan cantik di atas rumah tersebut. Maka, serta- merta Sawerigading langsung memegang tangan Wetendiabe dan bermaksud menikahinya. Akan tetapi, Wetendiabe menolaknya dan menjelaskan bila mereka saudara sekandung. Untuk itu, diberitahukanlah Sawerigading bila tunangannya masih menunggu di negeri Cina, namanya I We Tudai. Wetandiabe menyuruh Sawerigading menebang kayu Welande untuk dibuat perahu dan berfungsi sebagai perahu menuju tanah kekasihnya I We Tudai di negeri Cina. Kayu tersebut tumbang selama tujuh hari tujuh malam dengan memakai kapak emas. Telur-telur yang berada di pohon tersebut berjatuhan dan menggelamkan satu kampong. Ujung pohon tersebut tenggelam ke dasar laut dan mengenai satu negeri yang bernama Moronene dan tempat terputusnya dinamakan Kotua. Kayu Welande tersebut terapung setelah tujuh hari tujuh malam tenggelam dan langsung berubah menjadi perahu yang lengkap dengan peralatan perangnya , juru mudinya yang bernama I Lamasora, panglima perang bernama I Lagonggoma, dan seekor ayam bernana I Landundu Sera.
Sawerigading berangkat ke negeri Cina bersama-sama dengan budaknya. Ia berperang dengan I latingginiwi di tengah perjalannya. Pasuka Sawerigading menghancurkan rombongan tersebut dan tiba di pelabuhan Cina setelah berlayar dan menghadapi rintangan selam tujuh hari tujuh malam. Raja Cina menerima Sawerigading untuk dikawinkan dengan putrinya. Namun, I We Tudai menolaknya karena Sawerigading berpakaian Oro yang kelihatannya seperti setan. Selanjutnya, Sawerigading mengembara kemana-mana dan kembali ke kampung halamannya menikahi I We Elosugi dan lahirlah I Tamborolangi dan Ia pula mengikuti pernikahan We Tandeabe dengan I Ramandalangi sehingga lahirlah We Petiri. Sawerigading berangkat kembali di negeri Cina untuk menikahi I We Tudai. Dari pernikahan tersebut lahirlah I Lagaligo. Selanjutnya, Sawerigading kembali ke kampung halamannya. Menginjak usia dewasa Lagaligo dari negeri Cina berlayar dan mengembara mencari ayahnya. Di Luwu ia mendapat berita bahwa ayahnya sudah lama berlayar dan Lagaligo pun melanjutkan pengembaraannya. Saweriganding dan Lagaligo bertemu dalam pengembaraan melalui kegiatan sabung ayam. Selanjutnya, Sawerigading dan Lagaligo ke Bone. Di Bone Sawerigading menikahi Wembinokati dan berputrakan I La Baso. Sedangkan, Lagaligo kembali ke Konawe dan menikahi We Petiri Dote. Dari pernikahan ini lahirlah tiga orang laki-laki yang menurunkan raja-raja dinegeri orang Tolaki. Dalam masyarakat suku Tolaki cerita Sawerigading mengandung unsur politik perluasan daerah, dengan melakukan perkawinan. Selanjutnya, bagi masyarakat suku Tolaki dianggap sebagai cerita yang menurunkan raja-raja di negeri orang Tolaki.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja