Cerita ini merupakan cerita khas dari suku Dayak di Kalimantan Braat yang sudah turun menurun diceritakan kepda anak cucu dan hingga kini, cerita ini masih terus disampaikan oleh para orang tua kepda anak-anaknya sebagai cerita pengantar tidur. Tentu saja cerita ini hanyalah fiksi belaka, dan bisa dibilang perepisode emoticon-Big Grin (bukan banyak versi ya). Kenapa hal tersebut terjadi, hal itu karena cerita " Pak Alui " ini memiliki inti cerita yang sama, namun dikembangkan terus oleh orang-orang yang menceritakannya, hal ini bertujuan agar cerita dapat diterima oleh anak-anak mereka ataupun orang yang mendengar tidak akan merasa bosa, namun cerita yang beragam mengenai pak Alui ini tetap mimiliki inti dan akhir yang sama, yaitu " sifat pak Alui yang senang mengerjakan hal-hal aneh dan mengerjakan satu hal di ulang terus " saya mengetahui cerita ini melalui ayah saya sendiri yang asli suku Dayak hibun " Krubinus K Mobin " sewaktu saya masih kecil. Baiklah, saya akan menceritakan satu dari kisah " Pak Alui " yang berjudul " Pak Alui dan Kijang "
PAK ALUI DAN KIJANG
Pada zaman dahulu kala, hidup sepasang suami istri di sebuah telaga kecil dan jauh dari kehidupan masyarakat, pasangan suami istri ini adalah pak Alui dan ibu Alui. Kehidupan yang serdehana menemani kedua pasangan suami istri ini, dan mereka belum dikaruniai anak. Pada suatu hari ibu Alui menyuruh suaminya untuk mencari ikan disungai yang jaraknya kira-kira 1 KM dari pondok tempat tinggal mereka " oh..... pak Alui, coba kamu cari ikan di sungai. Seharian ini kita belum ada makan " kata ibu Alui kepda suaminya. Setelah mendengar perkataan istrinya, pak Alui bergegas mengambil terigai (keranjang tradisional suku Dayak yang terbuat dari rotan dan tali kulit pohon kapuak yang sudah dihaluskan) sepanjang jalan, pak Alui bersiu sambil memperhatikan sekitar. Tak lama dia berjalan, dia melihat seekor kijang sedang menikmati makan siang dipinggir hutan, perlahan-lahan pak Alui mengendap-endap memperhatikan kijang itu, dan pak Alui berbalik jalan kembali ke pondoknya dengan berlari tergesah-gesah sambil masih mengendong terigai miliknya. " Bu Alui oh...... bu Alui " teriak pak Alui dari kejauhan, memanggil istrinya. Ibu Alui yang mendengar teriakan suaminya segera keluar " ada apa pak Alui " jawab istrinya. Nafas pak Alui yang masih tidak beraturan, dan dia langsung terduduk ditanah " Bu Alui tadi saya melihat seekor kijang sedang makan siang di pinggir hutan, bolehkah saya bunuh kijang itu untuk makanan kita? Kijangnya besar " kata pak Alui kepda istrinya. Ibu Alui yang mendengar cerita suaminya begitu senang, karena akan mendapatkan daging yang lebih lezat dibandingkan ikan " tentu saja boleh pak Alui, ayo buru. Kita akan makan daging kijang itu " kata bu Alui kepada suaminya. Matahari yang semakin mencondong, dan hari mulai gelap. Pak Alui yang sudah kembali untuk mengintai kijang itu, terus saja menunggu dan menunggu. Namun kijang yang dilihatnya tadi tidak kembali sama sekali, hanya ada kijang lain yang dilihatnya " itu juga kijang, tapi bukan kijang yang saya lihat tadi. Saya harus tanya bu Alui, boleh atau tidak memburu kijang yang ini " gumam pak Alui dalam hati. Kemudian pak Alui berjalan kembali ke pondoknya, untuk menghampiri ibu Alui dan bertanya " oh bu Alui, kijang yang saya lihat tadi sudah tidak ada, tapi ada kijang lain yang saya lihat. Bolehkah saya memburu kijang yang itu? " ibu Alui yang sedang memasak air kaget mendengar ucapan suaminya " pak Alui, pak Alui. Tentu saja boleh kau buru kijang itu " dengan nada yang cukup tinggi, bu Alui menjawab pertanyaan suaminya. Kemudian pak Alui kembali bergegas, mencari kijang yang dia lihat. Namun hingga matahari tenggelam, tak satu kijangpun yang kelihatan. Alhasinya pak Alui pulang tanpa satupun buruan, dan akhirnya pasangan suami istri ini hanya makan dengan sayur mayur tanpa daging.
Sumber : https://www.kaskus.co.id/thread/5d20402f88b3cb5d377b5139/cerita-rakyat-kalbar/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja