|
|
|
|
Cerita Nenek Pakande Tanggal 04 Jan 2021 oleh Sri sumarni. |
Dahulu kala, mungkin jauh sebelum kita dan juga bahkan mungkin ibu dan ayah kita lahir, ada sebuah kisah mistis yakni seorang nenek-nenek yang doyan untuk memakan bayi dan juga anak-anak kecil. Dia disebut-sebut biasa berkeliaran di sekitar daerah Soppeng, yaitu salah satu kabupaten yang ada pada Provinsi Sulawesi Selatan. Sebenarnya penampilan dari nenek tersebut biasa sekali. Dia sama saja seperti halnya para perempuan tua lain yang memiliki kulit keriput dan juga rambut yang sudah beruban. tidak ada yang terkesan mencurigakan dari fisik dia.
Namun aksi jahatnya dalam menculik dan juga memakan anak-anak kecil yang dilakukannya hanya pada malam hari ini. Siapa sajakan para korbannya? Ternyata korbannya bukan anak-anak yang sedang terlelap tidur dalam kamarnya atau juga yang sedang duduk manis nonton Televisi. Tetapi anak-anak yang tengah asyik berkeluyuran dan bermain di luar rumah. Karena menurutnya mudah menculik mereka itu yang tengah berkeliaran di luar rumah ketimbang menyusup masuk dalam rumah. Masyarakat biasa menyebutnya dengan nama Nenek Pakande. Nama tersebut yakni berasal dari kata ‘manre’ yang dalam bahasa Bugis, mempunyai arti ‘makan’. Dan kata Pakande kurang lebih dapat diartikan sebagai seorang yang ‘tukang makan’.
Sesudah sebanyak tiga orang anak berhasil dia jadikan sebagai menu makan malam, kejahatan dari Nenek Pakande ini perlahan mulai ketahuan. Masyarakat menaruh rasa curiga pada Nenek Pakande karena kejadian kehilangan itu mulai terjadi yakni sejak nenek ini datang. namun bagaimana caranya untuk menghentikan aksinya ini?
Masyarakat mengira kalau Nenek Pakande ini pasti memiliki ilmu gaib yang tinggi. Dan dipercaya hanya takut dengan Raja bernama Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale, yakni seorang raksasa pemakan para manusia jahat yang juga memang pernah berkeliaran di sekitar sana. La Beddu, seorang pemuda sekitar yang dikenal dengan kecerdikannya, memiiki ide. Dia meminta agar disiapkan seekor kura-kura, belut, salaga dan juga kulit rebung kering, satu ember penuh berisi busa sabun, serta sebuah batu besar. Warga awalnya hanya menganggap Beddu cuma sumbar. Warga menilai mana mungkin ia akan mampu mengalahkan seorang Nenek Pakande yang terkenal sakti hanya bermodalkan seember busa sabun dan beberapa bahan lainnya? Namun La Beddu dapat meyakinkan masyarakat itu.
Warga kemudian menyiapkan sebuah pancingan yakni seorang bayi yang lucu. Bayi yang montok tersebut tak dibiarkan berada di luar, tetapi disimpan dalam sebuah rumah sendirian yang pintunya terbuka. Nenek Pakande ternyata berhasil terpancing. Mungkin saja karena ia merasa bosan sudah berkeliling tapi tak berhasil menemukan salah satu anak maupun bayi di luar rumah
ketika sudah bersiap akan menggendong bayi itu, secara tiba-tiba terdengar suara keras dari atas atap rumah. “Hei, jangan kau bawa bayi itu. Enyah kau dari tempat sini atau kau akan kumakan!” teriak dari La Beddu, yang menyamar menjadi Raja Bangkung. Suaranya terdengar begitu menggelegar karena sudah memakai kulit rebung yang kering yang berbentuk semacam terompet seperti corong. Namun Nenek Pakande itu tak langsung percaya. Dia yakin itu hanyalah seseorang yang sedang berpura-pura menyamar menyerupai Raja Bangkung.
La Beddu selanjutnya menumpahkan satu ember berisi air sabun dari atas atap rumah. Nenek Pakande tersebut kaget, dengan mengira air sabun itu merupakan tetesan air liur dari si raksasa jahat itu. Namun dia tetap saja tak begitu percaya kalau itu memang benar Raja Bangkung. Maka La Beddu kemudian menjatuhkan lagi salaga yang bentuknya mirip menyerupai bentuksisir besar dan juga beberapa ekor kura-kura bagaikan seekor kutu dari raksasa.
Akhirnya Nenek Pakande menjadi benar-benar merasa ketakutan. Dia langsung berlari kencang menuju keluar dari rumah panggung itu, namun terpeleset belut-belut yang sengaja diletakkan warga yang dekat dengan tangga. Nenek Pakande langsung terjatuh dengan berguling-guling ke tanah. Dan kepalanya pun membentur batu besar yang sudah disiapkan.
Namun dia tetap tak mau menyerah begitu saja. Berdiri dengan terhuyung-huyung, Nenek Pakande mengucapkan sumpah, “Suatu hari saya pasti akan kembali lagi! Dan akan saya pantau semua anak-anak kalian dari kejauhan dengan menggunakan cahaya bulan.” Dia juga kemudian berteriak mengancam, “Saya pasti akan memakan anak-anak kalian yang masih saja berkeliaran di luar rumah pasa saat malam hari!”.
Dan kemudian Nenek Pakande pergi meninggalkan Daerah Soppeng dan entah akan kembali atau tidak.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |