 
            Sumatera utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kebudayaan yang beragam, kekayaan suku-suku serta adat istiadat di dalamnya. Provinsi ini menjadi jendela yang memperlihatkan betapa kaya dan indahnya warisan budaya Indonesia dengan keberagaman budaya yang ada dan selama ini telah hidup bersama kehidupan masyarakat di sana. Suku Batak, yang terdiri dari kelompok etnis Toba, Karo, Simalungun, Angkola, Mandailing, dan Pakpak merupakan salah satu suku terbesar dan paling terkenal di provinsi Sumatera Utara. Setiap etnis dalam suku batak ini tentunya memiliki kebudayaan masing-masing yang sangat khas dan menarik untuk diketahui orang banyak. Salah satunya adalah tradisi “Mangongkal Holi” yang merupakan salah satu tradisi unik masyarakat Suku Batak Toba. Mangongkal Holi adalah salah satu tradisi membongkar kembali makam (udean) orang yang sudah lama meninggal untuk diambil sisa tulang-belulang (holi-holi) dan dipindahkan ke tugu (tambak). Ini merupakan salah satu bu...
 
                     
            Pangir Harambir Sitonggitonggi merupakan minuman khas Pulau Samosir yang dibuat dari bahan dasar Jeruk Purut, Air Kelapa, Pemanis (Gula atau Madu), dan Telur Ayam Kampung Mentah). Menurut sumber yang kami terima dari Abang Sepwan Sinaga (Pegiat Budaya Batak Toba), minuman ini biasanya disajikan dalam upacara ritual adat, dan disarankan untuk hasil yang lebih maksimal dalam pembuatan dan pengolahan minuman Pangir Harambir Sitonggitonggi, Sitonggitonggi-nya (rasa manisnya) sebaiknya menggunakan madu murni.
 
                     
            Menurut sumber dari Abang Sepwan Sinaga pada Acara "Merayakan Gastronomi Indonesia" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, tanggal 3 Februari 2024, Itak Nihintang Ni Andalu merupakan makanan khas Pulau Samosir yang proses pembuatannya diangkat menggunakan Alu (alat tumbuk padi). Kenapa bentuknya bulat? Karena nama prosesnya Manggalapang, jadi harus ada kesatuan doa antara orang yang menumbuknya dengan beras yang ditumbuknya. Nah, Itak Nihintang Ni Andalu biasanya diberikan sebagai penghormatan kepada Boraspati Ni Tano (Dewa Kesuburan). Jadi, penyajian Itak Nihintang Ni Andalu umum digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dalam upacara membangun rumah dan menebar benih padi, atau misalnya meminta berkat agar kita dilindungi oleh yang Maha Kuasa. Itak Nihintang Ni Andalu ada dua jenis, yang pertama berwarna kuning, dan yang kedua berwarna coklat. Itak Nihintang Ni Andalu yang berwarna kuning rasanya manis karena berbahan dasar pisang, sedangkan Itak Nihintang Ni An...
 
                     
            Dari sumber yang kami dapat melalui Abang Sepwan Sinaga sebagai Pegiat Budaya Batak Toba, Dengke Na Nisorbuk memiliki citarasa yang dominan pedas. Dulu makanan ini sengaja dibuat seperti ini supaya tahan disimpan dalam waktu yang lama. Jadi semakin lama disimpan, rasanya semakin enak. Makanan Dengke Na Nisorbuk muncul karena sulitnya mencari ikan di danau, jadi agar dapat dikonsumsi dalam waktu yang lama, muncullah metode memasak Dengke Na Nisorbuk.
 
                     
            Menurut Narasumber kami, Ibu Hotni br. Simbolon pada acara MERAYAKAN GASTRONOMI INDONESIA di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, tanggal 03 Februari 2024, makanan Itak Sipitu Barimbing merupakan salah satu hidangan manis yang terbuat dari tepung beras mentah dengan kunyit dan pisang, lalu ditumbuk dan dibentuk seperti jengger ayam. Itak Sipitu Barimbing merupakan makanan khas dari Pulau Samosir.
 
                     
            Naskah ini berisi petunjuk di dalam penggunaan rambu siporhas . Rambu Siporhas biasa digunakan untuk peramalan dalam konteks berperang, dan naskah ini merupakan salah satu koleksi dari Museum aan de Stroom di kota Antwerp, Belgia . Diduga, naskah ini diperoleh dari Hans Christoffel , dia yang membunuh Raja Si Singamangaraja XII . Wichelboek 'pustaha laklak' | AE.1922.0001.1007 | Toba-Batak [volk] | Sumatra [eiland] Verwervingsdatum : 1958 | Formaat : breedte: 22.8 cm | hoogte: 14 cm | diepte: 6.3 cm Het boek is gemaakt van een met rijstwater behandelde strook bast van de alimboom, in harmonika gevouwen tot 56 bladen. Met zwarte, in water onoplosbare kleurstof, werden rijen schrifttekens aangebracht, op enkele bladzijden ook half-mens-half-dier-figuren, naast magische motieven. Van alle Batak-groepen zijn de Toba veruit de meest talrijke ; op het schiereiland Samosir, in het Tobameer, hielden zij hun oorspronkelijke cultuur lange tijd ongeschonden. In het dagelijks leven sp...
 
                    Pagar ni Huta (Pangulubalang) di Desa Hutaraja, Kabupaten Samosir ini dibuat oleh keturunan dari Ompu Sipungka Batu yang bertujuan untuk menjaga kampung agar terhindar dari segala bentuk gangguan yang membahayakan warga kampung serta kejahatan yang dapat membuat kampung menjadi rusak dan tidak terkendali. Menurut sumber yang kami peroleh ketika Tim Survey Batakologi melakukan ekspedisi, Pangulubalang sendiri diartikan sebagai tumbal dari pengawal raja yang setia kepada raja dan memberikan hidupnya untuk menjaga kampung. Pada saat kunjungan Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Pagar ni Huta ini "dipercantik" dengan menambahkan oranamen patung yang berpasang-pasangan (ornamen patung di depan berjenis kelamin pria dan di belakang berjenis kelamin wanita) serta diberi pembatas agar Pagar ni Huta tetap terjaga dan tidak sembarang orang dapat menyentuh Pagar ni Huta.
 
                    Komunitas Rumahela Raja Isombaon menggelar festival budaya di Desa Simullop dan di Desa Sitaotao, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, persiapan dari tanggal 1 Juli 2024 hingga acara yang digelar dari tanggal 3 sampai dengan tanggal 9 Juli 2024. Dan di pada tanggal 6 Juli 2024, sebelum diadakan acara Gondang Bolon Sahala di tanggal 7 s/d 8 Juli 2024, diadakan Acara Patapehon di Rumah Batak Situs Padepokan Rumahela. Menurut sumber yang kami peroleh ketika Tim Survey Batakologi melakukan kunjungan ekspedisi ke Samosir, Rumah Batak Situs Padepokan Rumahela memiliki hiasan dan ukiran yang diyakini sebagai hiasan dan ukiran (gorga pertama) yang ada pada Rumah Batak .
 
                    Menurut sumber yang diperoleh dari hasil ekspedisi Tim Survey Batakologi di Samosir, Situs Parhutaan Raja Isombaon (Rumahela) ditemukan pada tahun 2010 dan sampai pada Festival Wisata Edukasi Leluhur Batak tahun 2024, Situs Parhutaan Raja Isombaon (Rumahela) tetap dijaga dan dirawat oleh Komunitas Rumahela. Ketika Tim Survey Batakologi mengunjungi acara festival yang diselenggarakan dari tanggal 1 Juli hingga tanggal 10 Juli 2024, pada tanggal 5 Juli diadakan acara Misa Inkulturasi yang diselenggarakan menurut Agama Kristen Katolik. Hal ini menjadi informasi yang menarik dimana perpaduan antara agama dan budaya berkolaborasi dalam perayaan suatu ibadah. Adapun Situs Parhutaan Raja Isombaon (Rumahela) berada di bagian timur Pusuk Buhit (Habinsaran) dan diyakini sebagai awal mula peradaban masyarakat Batak yang berasal dari keturunan-keturunan dari Raja Isombaon (anak kedua dari Si Raja Batak), sedangkan di bagian barat (Hasundutan) dihuni oleh keturunan dari Guru Tatea Bulan.
