Lasan dalam bahasa Bali berarti kadal atau sejenis binatang reptile. Kemudian diberi awalan “ma” (me) dan diucapkan berulang-ulang menjadi Malasan-lasanan . Biasanya permainan ini dimainkan pada saat terang bulan dalam suasana meriah dan mengasyikan. Permainan malasan - lasanan dapat melatih anak-anak untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan sejak anak-anak karena permainan ini dapat dimainkan oleh anak-anak dari berbagai lapisan tanpa membedakan asal-usul dan keturunan. Malasan-lasanan dimainkan oleh anak laki-laki dan/atau perempuan usia 6 sampai 10 tahun. Untuk bermain ini, anak-anak tidak perlu membuat peralatan khusus. Yang diperlukan hanyalah tempat bermain dan lagu pengiring. Tempat bermain bisa di halaman rumah atau tanah lapang yang cukup luas (kira-kira 6 x 6 m). Syair lagu yang dinyanyikan pada saat bermain adalah sebagai berikut: “La la sai nga lie ikut ” (dinyanyikan berulang-ulang) Cara Bermain:...
Berawal dari kisah Bali Kuno, yang menceritakan sebuah Kerajaan Balingkang. Dari sinilah kisah kemunculan Barong Landung dimulai. Ketika itu, seorang raja bernama Sri Jaya Pangus memerintah Kerajaan Balingkang. Pada masa pemerintahannya, kehidupan masyarakat amatlah makmur. Kerajaan tenteram dari segi ketahanan militer hingga perdagangannya. Dari hubungan perdangan inilah rumor tentang kemakmuran kerjaan ini terdengar hingga negeri cina. Para saudagar Cina pun memutuskan datang dan menjalin hubungan pertemanan dengan kerajaan yang diperintah oleh Sri Jaya Pangus. Dari hubungan ini, lambat laun Sri Jaya Pangus menemukan sorang wanita Cina pujaan hatinya. Wanita ini bernama Kang Ching Wie, putri seorang saudagar Cina yang kaya raya. Raja Balingkang ini akhirnya memutuskan meminang putri saudagar tersebut menjadi permaisurinya. Pinangan sang raja disetujui, hingga digelarlah upacara pernikahan yang amat megah. Seisi kerajaan dan seluruh rakyat ikut bersuka cita merayakannya. Bertah...
BILA Anda sempat melancong ke Bali dan melewati persawahan, anda akan melihat di atas petak-petak sawah yang kuning meriah dengan rumbai-rumbai plastik. Diantara rumbai-rumbai plastik yang dibentangkan dengan tali itu, anda juga akan melihat orang-orangan sawah yang terangguk-angguk ditiup angin. Suasana di persawahan itu mirip seni instalasi yang sepertinya digarap oleh seorang seniman. Di Bali, orang-orangan sawah atau hantu sawah atau memedi sawah disebut lelakut. Fungsi utama lelakut adalah untuk menakut-nakuti burung-burung pipit yang suka memakan biji padi. Namun, secara mistik, lelakut yang telah diberi mantra dan sesaji khusus, juga berfungsi sebagai alat penolak bala, menjaga agar sawah dijauhi dari gangguan orang yang ingin berbuat tidak baik. Misalnya, menjauhi sawah dari gangguan leak (ilmu tenung) atau orang-orang yang iri pada si pemilik sawah. “Lelakut yang dibuat dengan bahan pilihan dan telah diisi mantra dan sesaji biasanya sangat ampuh unt...
Makanan khas Bali berupa nasi putih yang disajikan dalam bungkus daun pisang dengan lauk pauk dan sambal. Nasinya disajikan seukuran kepalan tangan saja dan lauk pauknya biasanya adalah sambal goreng tempe, serundeng dan ayam suwir. Konon kata jinggo (jenggo) berasal dari bahasa Hokkien jeng go yang berarti seribu lima ratus. Sebelum krisis moneter tahun 1997, nasi jinggo ini memang dijual Rp 1.500,00 per porsi. Porsinya yang kecil mengingatkan pada nasi kucing khas angkringan Jawa Tengah.
Kain Gringsing berasal dari Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem, salah satu desa Bali Aga. Kain gringsing boleh jadi satu-satunya kain tradisional Indonesia yang dibuat menggunakan teknik dobel ikat. Keseluruhan prosesnya ditenun dengan tangan dan menggunakan pewarna alami. Proses pembuatannya membutuhkan waktu sekitar 2-5 tahun. Sejarah dan asal mula kain gringsing tidak diketahui pasti. Dari bukti Prasasti Ujung, kain gringsing telah dikenal sejak abad ke-11 Masehi. Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, adanya kain gringsing ini berawal dari Dewa Indra yang kagum akan keindahan langit di malam hari. Dewa Indra lalu mengajarkan para wanita Tenganan untuk menguasai teknik menenun kain gringsing yang melukiskan dan mengabadikan keindahan bintang, bulan, matahari, dan hamparan langit lainnya. Mitologi lainnya menyebutkan bahwa ketrampilan menenun gringsing diperoleh dari seorang nenek tua bernama Dadong Bungkut yang setiap hari menenun gringsing di bulan. Pengetahuan orang t...
Tarian manuk rawa pertama kali diciptakan pada tahun 1981 oleh I Wayan Dibia (koreografer) , dan I Wayan Beratha (komposer). Sebelum menjadi sebuah tari lepas, tari Manukrawa merupakan bagian dari sendratari Mahabharata Bale Gala-Gala karya tim sendratari Ramayana/Mahabharata Propinsi Bali yang ditampilkan dalam Pesta Kesenian Bali tahun 1980. Komposisi tari manuk rawa : Tarian yang dibawakan oleh sekelompok (antara 5 sampai 7 orang ) penari wanita ini merupakan tarian kreasis baru yang menggambarkan perilaku sekelompok burung (manuk) air (rawa) sebagaimana yang dikisahkan didalam cerita Wana Parwa dari Epos Mahabharata. Dari Sejarah tari Manukrawa, Gerakan nya diambil dari tari klasik Bali yang dipadukan dengan gerakan tari dari Jawa dan Sunda, yang telah dimodifikasikan sesuai dengan tuntutan keindahan. Filosofi Seperti halnya tari Cendrwasih dan Tari Belibis dari Bali. Tarian Manukarawa terinspirasi dari burung Manukrawa sendiri.Manukrawa diambil dari kata...
Mabuang atau tari abuang adalah tarian tradisional di karangasem bali, dilakukan saat upacara besar atau usaba puseh atau aci puseh di masing-masing desa. Tahun ini akan dilakukan pada tgl 1 Juli 2015 di desa pekarangan, ngis, manggis, karangasem
Omed-omedan adalah upacara yang diadakan oleh pemuda-pemudi Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar yang diadakan setiap tahun. Omed-omedan diadakan setelah Hari Raya Nyepi, yakni pada hari ngembak geni untuk menyambut tahun baru saka. Omed-omedan berasal dari bahasa Bali yang artinya tarik-tarikan. Konon, tradisi Omed-omedan berasal dari warga Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan. Para warga dulunya berinisiatif membuat sebuah permainan tarik-menarik. Lama-kelamaan permainan ini semakin menarik, sehingga berubah menjadi saling rangkul. Tapi karena suasana jadi gaduh, Raja Puri Oka yang sedang sakit keras pun marah-marah, sebab terganggu dengan suara berisik tersebut. Namun, begitu Sang Raja keluar dan melihat permainan omed-omedan ini, dia malah sembuh dari penyakitnya. Sejak saat itu, Sang Raja pun memerintahkan warga agar omed-omedan diselenggarakan setiap tahun, setiap menyalakan api pertama atau Ngembak Gni selepas Hari Raya Nyepi. Omed-omedan, saling ke...
Permainan guak ngalih taluh diperkirakan muncul sekitar abad 16-19. Permainan ini merupakan jenis permainan untuk anak-anak di bawah usia antara 4-6 tahun. Sebelum masyarakat mengenalkan pendidikan formal kepada anak-anak, mereka terlebih dahulu mengenalkan pendidikan informal melalui sistem bermain. Minat belajar anak-anak mulai diarahkan dengan sarana permainan. Dengan sistem bermain ini, anak-anak mulai diperkenalkan dengan berhitung, ketrampilan serta ketekunan menghargai hak-hak orang lain. Dasar-dasar permainan dalam guak ngalih taluh cukup sederhana karena pemainan ini khusus untuk anak-anak yang belum memasuki bangku sekolah. Para pemain sudah diarahkan untuk berusaha mencari kemenangan. Dasar-dasar kompetitif mulai diperkenalkan. Tetapi dasar-dasar ini belum begitu kelihatan karena untuk menarik minat anak unsur hiburan yang lebih ditonjolkan. Selain itu anak-anak mulai ditananamkan rasa tanggung jawab, tenggang rasa dan toleransi sebagai sik...