Tolindo merupakan nama alat musik tradisional khas Sulawesi Selatan yang tepatnya berasal dari tanah Toraja, dengan bentuknya yang unik dan juga sederhana alat musik tradisional Tolindo atau Popondi digunakan dalam berbagai acara adat disana. Alat musik Tolindo juga cukup terkenal didunia, nama Tolindo merupakan sebutan alat musik tradisional ini di daerah Bugis sedangkan Popondi untuk sebutannya di daerah Makasar. Alat musik tradisional ini terbuat dari bahan yang bisa dicari dari alam yaitu kayu, tempurung kelapa dan tentunya senar karena kita memainkan Tolindo dengan cara dipetik. Tolindo atau Popondi memiliki bentuk seperti busur, alat musik ini juga termasuk ke dalam jenis sitar berdawai satu. Tempurung kelapa tadi nantinya akan dimanfaatkan sebagai resonatornya. Alat musik Tradisional Popondi / Tolindo biasanya dimainkan oleh para petani saat melakukan panen sawah mereka atau saat mengisi waktu senggang para remaja. Sumber : https://ilmuseni....
Alat musik berupa gendang, yang dipasangkan kulit dikedua sisinya, alat musik ini akan mengeluarkan suara jika ditepuk atau dipukul dibagian kulit tersebut. Gendang Bulo memiliki ukuran yang berbeda, salah satu sisinya berukuran lebih lebar pada bagian yang dipukul. Untuk memainkan Gendang Bulo, anda harus mengatur letaknya terlebih dahulu dan jika anda normal (tidak kidal) sisi yang lebih besar ada di sebelah kanan dan untuk memukulnya menggunakan seperti sebuah batang kayu atau stik drum, dan bagian kiri dipukul menggunakan telapak tangan. sumber : https://ilmuseni.com/seni-pertunjukan/seni-musik/alat-musik-tradisional-sulawesi-selatan
Bahan-bahan secukupnya Kerang 1 buah mangga muda 2 siung bawang merah secukupnya Garam 5 biji cabe rawit Langkah 10 menit Cuci bersih kerang matang. Didihkan air. Rebus kerang selama 3 menit. Sisihkan. Cuci bersih mangga, kupas kemudian parut. Gunakan parutan untuk pepaya muda. ...
Dalam hubungan dengan alam/hutan, masyarakat Konjo/Kajang meyakini bahwa hutan adalah kawasan adat yang memiliki tempat yang sakral bagi mereka. Pada masyarakat Konjo/Kajang, kawasan adat tersebut terbagi dalam tiga bagian: Hutan Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Adat. Masyarakat Konjo/Kajang mempunyai sebuah ajaran yang termuat dalam pesan-pesan leluhur mereka yaitu Pasang ri Kajang. Pesan-pesan tersebut merupakan pedoman hidup masyarakat Ammatoa yang terdiri dari kumpulan amanat leluhur. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pasang dianggap sakral oleh masyarakat Ammatoa yang bila tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak buruk bagi kehidupan kolektif orang Ammatoa. Apabila Pasang Ri Kajang tidak dilaksanakan dengan baik maka yang terjadi adalah kerusakan dan tidak seimbang ekologis dan sistem sosial yang kacau. Begitulah keyakinan masyarakat Ammatoa terhadap Pasang ri Kajang . Pasang mengandun...
Sumber: http://lamakkuraga.blogspot.com/2013/06/blog-post.html
Pepe' - Pepeka Ri Makka Pepe' berarti api, Rimakka adalah tanah suci Mekkah, tarian ini mengingatkan kita pada Nabi Ibrahim yang dibakar oleh kaum Quraiz. Karena iman dan keyakinannya kepada sang khaliq turunlah Do'a Qulna yaa naaru kuunii bardan wasalaaman alaa ibraahiim laa haula walaa kuwwataa illaa billaah.....kumfayakum. Para penari terinspirasi dan menuang dalam sebuah bentuk tari yakni tari pepe'-pepeka rimakka. Dengan penuh keyakinan dan Do'a para penari membakar sarung, tangan mereka tanpa merasa kepanasan, tarian ini adanya dikampung Paropo kecamatan panakkukang kota Makassar, sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang tahun 1942. Tarian ini berdasarkan adat kebiaasan dan sebagai Icon Budaya dikampung Paropo yang bersifat tradisional dan dimainkan pada saat menyambut pesta panen dalam acara Attontong Bulang (bulan purnama) dan Maudu' Lompoa (peringatan Maulid Nabiyyullah Muhammad SAW). Karena perkembangan zaman, modernisasi dan kurangnya perhatian pemerintah setempat, tarian in...
Tradisi mappano-pano adalah kebiasaan atau kepercayaan masyarakat bugis yang dilaksanakan secara turun temurun untuk menghormati atau mengenang roh nenek moyang yang apabila tidak dilaksanakan akan mendapatkan mala petaka dengan cara memberikan sesaji kepada makhluk gaib yang dipercaya dapat memberikan ketenangan kepada anak cucunya kepercayaan ini tergolong kepercayaan animisme, animisme adalah kepercayaan seseorang terhadap roh gaib. Mappano-pano juga merupakan upacara ritual adat turun temurun (warisan dari leluhur) yang dilakuan oleh orang-orang tertentu yang mendapat warisan dari leluhurnya/nenek moyangnya sebagai suatu kepercayaan yang mutlak harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan maka akan terjadi musibah pada orang yang bersangkutan. Mappano-pano merupakan suatu tradisi ritual persembahan sesajen oleh kelompok masyarakat pendukungnya dalam rangka berkomunikasi dengan makhluk halus penghuni alam gaib. 1. Tahap Persiapan Tahap dimana ma...
Maccera’ tasi’ berasal dari dua kata, yaitu cera’ yang berarti darah dan tasi’ artinya laut. Dalam mitologi I La Galigo disebut bahwa pada masa paling awal, bumi ini dalam keadaan kosong dan mati. Tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam dimuka bumi. Keadaan itu digambarkan oleh naskah I La Galigo, bahwa tidak ada seekor burungpun yang terbang di angkasa, dan tidak ada seekor semut pun yang melata di atas muka bumi ini, serta tidak ada seekor ikanpun yang berenang di dalam lautan dan samudra. Melalui suatu musyawarah antara Dewa- Dewa Penguasa dari seluruh lapisan alam ini, baik dari “Boting Langi” atau khayangan, maupun dari “Toddang Toja” atau dasar samudra yang ketujuh, maka To PalanroE atau Yang Maha Pencipta memutuskan akan menciptakan kehidupan dimuka bumi atau atawareng ini, dengan tujuan agar kelak mereka akan mengucapkan doa memohon keselamatan bila mereka ditimpa bencana dan malapetaka dan atau mengucapkan “Doa...
Di Indonesia, gambar cadas merupakan suatu hasil kebudayaan yang berkembang pada masa berburu tingkat lanjut, dan ditemukan di daerah Sulawesi Selatan, Kepulauan Maluku, Papua, Kalimantan dll. Gambar cadas merupakan bukti sejarah bahwa manusia pada zaman prasejarah mampu mencurahkan ekspresinya ke dalam lukisan. Menurut Kosasih (1983) lukisan gua di Indonesia berkembang pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Jadi ada persamaan dengan gambar cadas di Eropa, yaitu pada tahap yang sama, berburu dan meramu. Menurut H.R. Van Hekeren (1972, dalam Permana 2008) kemungkinan besar kehidupan gua di Sulawesi Selatan berlangsung sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Pada 1950, H.M. Heeren-Palm menemukan gambar cadas di Sulawesi Selatan tepatnya di Leang Pattae. Di gua ini ditemukan cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah, barangkali ini merupakan cap tangan kiri perempuan. Cap-cap tangan ini dibuat dengan cara merentangkan jari-jari tangan di dinding gua...