Ritual
Ritual
Kepercayaan Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan
Tallasa Kamase-Masea
- 5 Januari 2019

Dalam hubungan dengan alam/hutan, masyarakat Konjo/Kajang meyakini bahwa hutan adalah kawasan adat yang memiliki tempat yang sakral bagi mereka. Pada masyarakat Konjo/Kajang, kawasan adat tersebut terbagi dalam tiga bagian: Hutan Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Adat.

Masyarakat Konjo/Kajang mempunyai sebuah ajaran yang termuat dalam pesan-pesan leluhur mereka yaitu Pasang ri Kajang. Pesan-pesan tersebut merupakan pedoman hidup masyarakat Ammatoa yang terdiri dari kumpulan amanat leluhur.

 

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pasang dianggap sakral oleh masyarakat Ammatoa yang bila tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak buruk  bagi kehidupan kolektif orang Ammatoa.

Apabila Pasang Ri Kajang tidak dilaksanakan dengan baik maka yang terjadi adalah kerusakan dan tidak seimbang ekologis dan sistem sosial yang kacau. Begitulah keyakinan masyarakat Ammatoa  terhadap Pasang ri Kajang. Pasang mengandung panduan bagi hidup manusia dalam segala aspek, baik itu apek sosial, religi, mata pencaharian, budaya, lingkungan serta  sistem kepemimpinan.

Dalam hubungan dengan alam/hutan, masyarakat Konjo/Kajang meyakini bahwa hutan adalah kawasan adat yang memiliki tempat yang sakral bagi mereka. Pada masyarakat Konjo/Kajang, kawasan adat tersebut terbagi dalam tiga bagian.

 

Pertama, hutan rakyat. Kedua hutan kemasyarakatan, hutan ini boleh digarap dengan persyaratan harus ada pengganti pohon sebelum pohon ditebang. Ketiga, hutan adat hutan pusaka. Hutan ini hanya diperuntukkan untuk kegiatan ritual pemilihan Ammatoa. Dalam tradisi masyarakat Konjo/Kajang, hukum mematahkan ranting adalah haram.

Dalam Pasang Ri Kajang yang terdapat dalam ajaran masyarakat Konjo/Kajang terdapat prinsip yaitu “tallasa’ kamase-masea” yang merupakan prinsip masyarakat Konjo/Kajang dalam melestarikan hutan yang berada di kawasan adat Amma Toa. Ibrahim (2006) menjelaskan hal ini secara gamblang.

“Prinsip hidup sederhana seperti Balla’ situju-tuju (rumah seadanya) berimplikasi pada pemakaian kayu yang efisien, menjadikan hutan sebagai tempat yang multi-fungsi dan memiliki peran yang sangat penting dan sakral menjadikan hutan terjaga dengan lestari. Hal tersebut dapat terlihat dari kawasan adat Amma Toa yang dimana pepohonan ada seperti sedia kala dan meski ada pohon yang tumbang dengan sendirinya, maka ia tetap tidak boleh diambil oleh masyarakat.

Selain prinsip hidup sederhana yang merupakan implementasi dari nilai-nilai Pasang, juga terdapat aturan-aturan pemanfaatan hutan yang juga berasal dari Pasang. Aturan-aturan ini secara jelas mengatur masyarakat adat Kajang dalam mengelola dan memanfaatkan lingkungannya. Aturan itu pun lengkap dengan sanksi yang jelas dan tegas di dalamnya. Dan masyarakatnya pun patuh terhadap aturan-aturan itu hingga hari ini.

 

Tamzil Ibrahim 2006, dalam penelitiannya mengatakan bahwa Ammatoa selaku pemimpin adat membagi hutan menjadi 3 bagian, yaitu:

Borong Karamaka (Hutan Keramat), yaitu kawasan hutan yang terlarang untuk semua jenis kegiatan, terkecuali kegiatan atau acara-acara ritual. Tidak boleh ada penebangan, pengukuran luas, penanaman pohon, ataupun kunjungan selain pengecualian di atas, termasuk larangan mengganggu flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Adanya keyakinan bahwa hutan ini adalah tempat kediaman leluhur (pammantanganna sikamma To riolonta), menjadikan hutan ini begitu dilindungi oleh masyarakatnya. Hal ini diungkapkan secara jelas dalam sebuah Pasang, yaitu:

Talakullei nisambei kajua,

Iyato’ minjo kaju timboa.

Talakullei nitambai nanikurangi borong karamaka.

Kasipalli tauwa a’lamung-lamung ri boronga,

Nasaba’ se’re wattu la rie’ tau angngakui bate lamunna

Makna:

Tidak bisa diganti kayunya,

Itu saja kayu yang tumbuh

Tidak bisa ditambah atau dikurangi hutan keramat itu.

Orang dilarang menanam di dalam hutan

Sebab suatu waktu akan ada orang yang mengakui bekas tanamannya.

Hutan keramat ini adalah hutan primer yang tidak pernah diganggu oleh komunitas Amma Toa. Dan kalau ternyata terjadi pelanggaran di dalam hutan keramat ini, maka akan dikenakan sanksi yang disebut Poko’ Ba’bala’. Poko’ Ba’bala’atau sanksi atas pelanggaran berat merupakan sanksi yang tertinggi nilai dendanya, yaitu sampulonnua real. (12 real) atau 24 ohang.

 

Denda ini jika dirupiahkan setara dengan Rp. 1.200.000 ditambah dengan sehelai kain putih dan kayu yang diambil dari hutan keramat harus dikembalikan. Jenis pelanggaran berat dalam hutan keramat itu, antara lain:ta’bang kaju (menebang kayu), rao’ doang (mengambil udang), tattang uhe’ (mengambil rotan), dan tunu bani(membakar lebah).

Borong Batasayya (Hutan Perbatasan) merupakan hutan yang diperbolehkan diambil kayunya sepanjang persediaan kayu masih ada dan dengan seizin dari Amma Toa selaku pemimpin adat. Jadi keputusan akhir bisa tidaknya masyarakat mengambil kayu di hutan ini tergantung dari Amma Toa. Pun kayu yang ada dalam hutan ini hanya diperbolehkan untuk membangun sarana umum, dan bagi komunitas Amma Toa yang tidak mampu membangun rumah. Selain dari tujuan itu, tidak akan diizinkan.

Hanya beberapa jenis kayu yang boleh ditebang, yaitu kayu Asa, Nyatoh dan Pangi. Jumlahnya yang diminta harus sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga tidak jarang, kayu yang diminta akan dikurangi oleh Amma Toa. Kemudian ukuran kayunya pun ditentukan oleh Amma Toa sendiri.

Syarat yang paling utama adalah ketika ingin menebang pohon, maka pertama-tama orang yang bersangkutan wajib menanam pohon sebagai penggantinya. Kalau pohon itu sudah tumbuh dengan baik, maka penebangan pohon baru bisa dilakukan. Penebangan 1 jenis pohon, maka seseorang harus menanam 2 pohon yang sejenis di lokasi yang telah ditentukan oleh Amma Toa.

Penebangan pohon itu memakai alat tradisional berupa kampak atau parang. Dan kayu yang habis ditebang harus dikeluarkan dari hutan dengan cara digotong atau dipanggul dan tidak boleh ditarik karena akan merusak tumbuhan lain yang berada di sekitarnya.

Pelanggaran di dalam kawasan hutan perbatasan ini, seperti menebang tanpa seizin Amma Toa atau menebang kayu lebih dari yang diperkenankan, akan dikenai sanksi. Sanksinya dikenal dengan istilah Tangnga Ba’bala’. Sanksi ini mendenda pelakunya sebesar Sangantuju real (8 real) atau 12 ohang, yang setara dengan Rp. 800.000,- ditambah dengan satu gulung kain putih.

 

Selain itu, dikenal juga sanksi ringan(Cappa’ Ba’bala’), yang dikenakan atas pelanggaran ringan, seperti kelalaian yang menyebabkan kayu dalam kawasan hutan mengalami kerusakan/tumbang.

Untuk pelanggaran ini dikenakan sanksi berupa denda sebesar Appa’ real (4 real) atau 8 ohang, setara dengan Rp. 400.000,- ditambah satu gulung kain putih. Sanksi terakhir ini dapat juga dijatuhkan kepada orang yang menebang pohon dari kebun warga masyarakat Amma Toa, yang selanjutnya mengenai hal ini akan dijelaskan pada bagian di bawah ini.

Borong Luara’ (Hutan Rakyat) merupakan hutan yang bisa dikelola oleh masyarakat. Meskipun kebanyakan hutan jenis ini dikuasai oleh rakyat, aturan-aturan adat mengenai pengelolaan hutan di kawasan ini masih berlaku. Tidak diperbolehkan adanya kesewenang-wenangan memanfaatkan hutan rakyat ini.

Selain sanksi berupa denda, seperti yang telah dijelaskan di atas, juga terdapat sanksi berupa hukuman adat. Hukuman adat sangat mempengaruhi kelestarian hutan karena ia berupa sanksi sosial yang dianggap oleh komunitas Amma Toa lebih berat dari sanksi denda yang diterima. Sanksi sosial itu berupa pengucilan. Dan lebih menakutkan lagi karena pengucilan ini akan berlaku juga bagi seluruh keluarga sampai generasi ke tujuh (tujuh turunan).

Hutan di kawasan adat Amma Toa diakui oleh masyarakatnya sebagai hutan adat karena adanya kepercayaan bahwa keberadaan mereka bersamaan dengan keberadaan hutan. Selain itu juga kehidupan mereka sangat erat dengan hutan, seperti pelaksanaan upacara adat yang dilakukan dalam hutan.

Masyarakat juga percaya bahwa hutan mereka adalah sebagai tempat turunnya To mariolo (manusia terdahulu) yang diyakini sebagai Amma Toa I (Amma’ Mariolo) dan kemudian lenyap di tempat tersebut.

Dan mereka juga meyakini bahwa hutan adalah tempat turun-naiknya arwah manusia dari langit ke bumi dan sebaliknya. Keyakinan atau kepercayaan inilah yang menyebabkan kuatnya keterikatan antara komunitas ini dengan hutan, sehingga tidak mengherankan jika hutan mereka relatif stabil dan lestari hingga hari ini.

sumber :http://www.wacana.co/2011/08/tallasa-kamase-masea-kearifan-dari-konjo-kajang/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Bobor Kangkung
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Tengah

BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline