Jika dilihat dari postingan sebelumnya yaitu membahas tentang pemotongan jari yang dilakukan oleh wanita dewasa pada suku Dani Papua. Yang membedakan dari tradisi kali ini hanyalah bagian tubuhnya saja. Yaa.. benar sekali, kali ini pria dewasa (tua,bapak, kakek) yang merasa kehilangan atas meninggalnya sanak saudara/kerabatnya pasti akan memotong kulit bagian telingannya. Memang suku ini bisa dijuluki dengan sebutan suku anti-mainstream ya.. hehe.. Namun kembali lagi terhadap makna yang disampaikan dari tradisi tersebut terlihat begitu menyentuh hati, karena alasannya adalah pembuktian dari rasa cinta kasih sayang mereka terhadap sanak keluarga/kerabat mereka yang telah meninggalkan mereka. Berarti bahwa mereka merasakan pengalaman kehilangan yang begitu meyakitkan, maka mereka bersedia untuk memototong bagian tubuh yang penting juga. Sungguh penuh dengan rasa solidartas yang mendalam yaa, sampai-sampai merelakan bagia tubuh mereka.
Waroka Kamani atau main tali/hadang adalah salah satu permainan tradisional yang ada di daerah Mimika. Permainan Waroka Kamani ini, cukup digemari masyarakat Kamoro, karena permainannya cukup seru, dan juga melatih cara atau taktik bermainnya agar dapat memenangkan permainan ini. Permainan Waroka Kamani ini, dimainkan oleh dua tim, dimana setiap tim jumlah pemainnya sama banyak. Adapun cara bermainnya, dengan membagi tim A dan B, lalu menentukan siapa yang pertama kali menjaga dan siapa yang bermain. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6407
Amabutapu atau sagu bola dari daerah Mimika, dalam hal ini oleh suku Kamoro di Mimika, telah ada dan dibuat serta dikonsumsi sejak dahulu. Hal tersebut karena bahan dasar dari Amabutapu atau sagu bola ini banyak tumbuh di alam Mimika, dan ini menjadi salah satu makanan pokok masyarakat Kamoro di Mimika. Amabutapu atau sagu bola ini terbuat dari sagu, dimana cara pembuatannya dengan cara terlebih dahulu mengolah serat pohon sagu menjadi tepung sagu, lalu sagu tersebut dibentuk dan dimasak dengan cara dibakar hingga matang. Amabutapu atau sagu bola ini biasa disantap atau dimakan langsung, dan ada juga memakan Amabutapu atau sagu bola ini dengan ikan sebagai lauknya. Sumber : warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6411
Nada-nada indah terdengar mengiringi sebuah tarian khas Suku Moy yaitu Tari Wutukala. Tarian yang berasal dari wilayah pesisir Sorong ini bercerita tentang upaya penangkapan ikan dengan menggunakan air tuba. Lagu daerah yang mengiringi pun bercerita tentang hal yang tidak jauh berbeda dan lagu ini berjudul Atawenani. Sama seperti Tari Wutukala, Lagu Atawenani juga merupakan lagu daerah khas suku Moy. Lagu ini berirama cepat dan bernuansa gembira. Atawenani menceritakan tentang kisah para nelayan suku Moy yang mencari ikan dengan tombak, namun mengalami kesulitan. Hingga pada akhirnya, para kaum wanita membawa racun tuba yang membuat ikan-ikan pusing dan akhirnya mudah untuk ditangkap. Atawenani adalah sebuah lagu pengiring tari Wutukala dengan makna yang berisi ucapan syukur dan kebahagiaan Suku Moy. Lagu Atawenani akan dimulai dengan sebuah hentakan bertempo cepat di awal tarian Wutukala. Para Penari pria pun masuk dan menggambarkan usaha mereka dalam mencari ikan dengan to...
Kami adalah manusia berdosa. Kami mohon ampun padaMu ya Tuhan. Kami bersyukur atas semua kebaikanMu. Ya Tuhan, terimakasih atas Panen Sagu ini. Tuhan baik dan kami manusia berdosa. Syair di atas adalah terjemahan bagian dari sebuah lagu tradisional yang dinyanyikan oleh suku Asmat ketika masa panen sagu tiba. Kira-kira seperti ini lirik lagu tersebut apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Sebuah lagu yang penuh religiusitas dimana pengakuan dosa menyatu dengan ucapan syukur mendalam atas berkat panen sagu yang telah dianugerahkan Tuhan Semesta Alam. Nyanyian Pesta Ulat Sagu merupakan bagian dari Pesta Panen Sagu yang biasa dilakukan suku Asmat ketika mereka mulai menuai hasil perkebunan sagu mereka. Lagu ini biasa dinyanyikan bersamaan dengan tarian yang juga dilakukan atas dasar ungkapan syukur terhadap limpahan berkat Tuhan. Seperti kita ketahui, sagu adalah makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Papua, termasuk suku Asmat. Oleh karena itu, sagu memiliki ar...
Suku Asmat dikenal sebagai salah satu suku besar di Papua yang memiliki kearifan lokal luar biasa. Mereka sangat menghormati alam dan kehidupan para pendahulu mereka. Seperti halnya suku-suku lain di Papua, biasanya penghormatan ini ditunjukkan di dalam berbagai kesenian yang mereka miliki seperti tarian, lagu-lagu, dan ukiran kayu khas Asmat. Salah satu hasil kesenian yang mencolok dimiliki oleh suku Asmat adalah hiasan kepala yang begitu memukau. Hiasan atau mahkota khas suku Asmat ini memang tidak memiliki nama khusus. Masyarakat Asmat menyebutnya hanya sebagai hiasan atau mahkota yang mereka anggap bagian dari pakaian adat. Bentuk mahkota ini sebenarnya menyerupai sebuah anyaman pucuk daun sagu yang dapat diikatkan ke kepala. Beberapa bulu burung dipasang di sekitar anyaman dan menjadi aksesoris yang memperindah mahkota. Bulu-bulu ini diambil dari burung-burung yang mempunyai arti penting bagi suku Asmat seperti Kasuari atau Kakatua putih. Sepe...
Permainan ini berasal dari Kabupaten Biak Numfor. Untuk memainkan permainan ini, kita membutuhkan media kayu sebagai tongkat dan anak tongkatnya. Tempat bermain ini diusahakan di tanah lapang yang cukup luas untuk menghindari kerusakan barang atau kecelakaan dari permainan ini. Step-step permainannya: Bagi lah dua kelompok yang masing-masing kelompoknya berisi 3-5 orang. Kemudian menentukan kelompok yang akan bermain terlebih dahulu. Letakkan kayu yang memiliki panjang 20 cm di atas permukaan tanah yang telah di lubangi. Perwakilan pemain akan memegang kayu sepanjang 50 cm di salah satu ujung kayu dengan kedua tangannya. Kemudian ayungkan lah kayu tersebut hingga mengenai kayu yang telah di tancapkan diatas tanah. Tugas pemain lain dalam kelompok itu harus menangkap kayu yang telah dilempar sebelum mengenai permukaan tanah. Jika kayu tidak dapat tertangkap, kelompok yang bermain akan melanjutkan ke tahap berikutnya. Letakkan kayu 20 cm secara melintang di atas lubang atau didalam l...
Tidak jarang kita melihat pemain Timnas adalah orang-orang yang berasal dari papua. Ternyata, sebelum sepak bola atau futsal di kenalkan kepada masyarakat papua, mereka telah melakukan permainan serupa yang di sebut Patah Kaleng. Bedanya, peraturan permainan ini tidak mengenal pencetakan Goal karena tidak menggunakannya gawang. Dengan begitu istilah Out dari lapangan dan gawang tidak berlaku dalam permainan ini. Lalu? Bagaimana cara mencetak skor lapangannya? Tidak usah khawatir.. Disinilah letak keseruan dalam permainan ini. Step-step permainannya: Bagilah dua kelompok dengan jumlah pemain yang sama rata. Tentukan lapangan bermain atau jalan depan rumah yang cukup luas. Siapkan bola atau benda bulat lain yang cukup mirip untuk menggantikan bolanya. Dan untuk melengkapi permainan ini, siapkan dua kaleng atau dua botol sebagai titik poin pelemparan bola. Atur tempat kedua kaleng atau botol, sama seperti penempatan gawang. Seperti sepak bola pada umumnya, kaleng yang akan di te...
Inkaropianik adalah permainan rakyat Papua yang menggambarkan sangat kuatnya ikan dalam usaha untuk melepaskan jaring-jaring yang ingin menangkapnya. Disini semakin banyak pemain, semakin seru permainannya. Minimal jumlah pemain setidaknya 6 orang saja. Step-step permainannya: Salah satu pemain akan berperan menjadi Ikan dan pemain lain akan berperan menjadi jaring-jaring perangkapnya. Permainan akan dilakukan di sungai atau kolam renang yang tidak terlalu dalam. Pemain yang menjadi jaring-jaring akan menggandeng tangan satu sama lain hingga serupa dengan jaring-jaring ikannya.Ikan akan memasuki jaring-jaring melalui cela di bagian kaki-kaki pemain. Ikan harus berusaha keluar dari jaring-jaring dengan cara mendorong badan pemain agar mendapatkan cela untuk keluar. Dilarang melewati kaki-kaki pemain, karena akan di anggap sebagai curang. Dengan jatuhnya pemain (jaring-jaring), diumpamakan dengan jaring-jaring yang rusak akibat sang ikan. Jika ikan mampu keluar dari jaring-jaring, pe...