Bahan-bahannya: 1 ekor bandeng, ukuran sedang, 4 sdm minyak untuk menumis Bumbu yang dihaluskan: 7 butir bawang merah, 4 siung bawang putih, 4 buah cabai merah kriting, 1 ½ sdt ketumbar, ½ sdt jintan, 2 cm lengkuas, 2 cm kunyit 50 gram kelapa sedang, parut, sangrai, 1 sdm gula pasir, 30 ml air asam jawa, 2 butir telur, kocok lepas, 100 ml santan kental, Daun pisang untuk membungkus, batang bambu untuk menjepit Cara membuat : bersihkan bandeng, kemudian patahkan tulang ekornya. Tarik keluar tulang punggung bandeng melalui lubang insang. Pukul-pukul badannya supaya daging terlepas dari kulitnya, kemudian keluarkan dagingnya dengan bantuan sendok kecil. Cincang daging bandeng, kemudian sangrai dengan api kecil sampai agak kecil. Sisihkan dan haluskan. panaskan minyak, tumis bumbu halus sampai harum dan matang. Masukkan ikan sangrai, kelapa sangrai, garam, gula pasir, dan air asam jawa. Aduk rata, angkat, biarkan uapnya menghilang. Masukkan telur dan sant...
Prasasti Munjul adalah sebuah prasasti bertuliskan aksara Pallawa yang terletak di tepi Sungai Cidangiang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Prasasti dengan bahasa Sansekerta tersebut ditulis oleh raja ketiga Kerajaan Tarumanegara, Raja Purnawarman (395-434 M.). Menurut cerita, Purnawarman menulis prasasti itu untuk mengabadikan sebuah peristiwa besar yang terjadi di daerah Munjul.
Dahulu, perairan Ujung Kulon di sekitar Selat Sunda dikuasai oleh para bajak laut yang menjadi ancaman bagi para nelayan di daerah itu. Kaum perompak itu sering merampas ikan hasil tangkapan para nelayan. Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, terdapat suatu gerombolan bajak laut yang beranggotakan 80 orang. Kelompok bajak laut yang sering beraksi di perairan wilayah Kerajaan Tarumanegara itu dipimpin oleh seorang yang sakti, ia bisa berubah wujud sesuai kehendaknya. Pada suatu hari, gerombolan bajak laut itu sedang merampok perahu yang ditumpangi oleh tiga orang nelayan. Namun, baru saja para perompak itu memindahkan ikan hasil rampasan ke kapal mereka, tiba-tiba dari kejauhan terlihat sebuah kapal besar berbendera naga sedang menuju ke arah mereka. Kapal besar itu ternyata adalah kapal milik Kerajaan Tarumanegara. Pemimpin bajak laut justru merasa senang karena akan memperoleh harta rampasan yang banyak. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera m...
Propinsi Banten merupakan satu diantara sentra industri emping melinjo yang relatif besar di Indonesia. Sentra tersebut tersebar di hampir seluruh kabupaten di Banten, salah satunya adalah Kabupaten Pandeglang. Usaha emping melinjo di Kabupaten Pandeglang baru dirintis pada tahun 1960-an. Sebelumnya, biji melinjo yang dihasilkan di daerah ini masih belum dimanfaatkan. Data Dinas Perkebunan Banten, hingga akhir tahun 2004, secara keseluruhan luas lahan melinjo di Propinsi Banten sekitar 6.610 ha dengan produksi 14.011 ton buah melinjo. Dari total luas lahan tersebut, sebagian besar (48%) berada di Kabupaten Pandeglang, sisanya tersebar di Kabupaten Lebak dan Serang. Pada awal-awal produksinya, hasil produksi emping melinjo dari Banten tidak dipasarkan di daerah setempat, melainkan dipasarkan di Jakarta. Potensi bahan baku biji melinjo yang banyak tersebut, menempatkan Pandeglang sebagai sentra industri emping yang penting. Data dari Dinas Perindustrian,...
Bumi Nusantara ini kaya akan budaya, juga kaya akan benda pusaka yang legendaris dan tak tergerus zaman, salah satunya adalah Golok Ciomas. Golok Ciomas adalah salah satu benda pusaka legendaris, khususnya di kalangan masyarakat Banten karena merupakan salah satu senjata andalan para pendekar Banten. Berbeda dengan golok pada umumnya, Golok Ciomas masuk dalam kategori benda pusaka karena bukan sekedar senjata tajam tetapi juga memiliki daya magis yang melekat di balik keindahan dan ketajamannya. Salah satu keunikan Golok Ciomas adalah waktu pembuatannya. Golok Ciomas hanya dibuat pada bulan mulud menurut kalender Jawa atau bulan Rabi’ul Awal dalam kalender Hijriyah. Melihat sejarahnya, tradisi pembuatan yang diturunkan secara turun-temurun ini demi menjaga kelestarian kearifan lokal warga Pondokkaharu Banten sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi yang telah membawa ajaran islam yang lahir pada tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Golok Ciomas memang sangat ind...
Lamak Suat merupakan tenunan songket masyarakat Baduy. Biasanya, lamak suat dipakai oleh masyarakat laki-laki suku Baduy dengan mengikatkannya di pinggang, sedangkan bagi kaum perempuan digunakan sebagai selendang (diselempangkan di pundak). Motif yang terdapat pada Lamak Suat adalah kotak-kotak kecil dengan warna benang yang digunakan bebas, namun warna dasar tetap hitam. Panjang dan lebar lamak suat kurang lebih sama seperti panjang dan lebar kain pashmina/ selendang pada umumnya.
Baju kampret merupakan pakaian tradisional masyarakat suku Baduy luar. Sedangkan masyarakat Baduy dalam menyebutnya dengan Elel Anjing. Pakaian tradisional suku Baduy luar dan dalam ini pada dasarnya sama, dibuat dengan sulaman tangan. Namun terdapat perbedaan pada warna dasar dan letak kantong. Warna dasar yang dipakai untuk baju Kampret adalah hitam, sedangkan untuk Elel Anjing adalah putih. Letak kantong pada baju kampret terdapat di dada bagian luar sebelah kiri, sedangkan untuk Elel Anjing letaknya di dada bagian dalam sebelah kiri. Warna dasar hitam menunjukkan bahwa suku Baduy gagah berani, sedangkan warna putih menunjukkan bahwa masyarakat suku Baduy percaya Tuhan itu Maha Suci. Di bagian leher dan kedua pergelangan tangan terdapat 3 baris sulaman benang, warna benang yang digunakan bebas. Sarung Samping Poleng merupakan sarung khas Suku Baduy, sarung ini bermotif kotak-kotak kecil dengan warna dasar hitam dan motif kotak-kotaknya berwarna biru.
Loman merupakan ikat kepala khas Suku Baduy luar, ikat kepala ini hanya diperuntukkan oleh laki-laki. Motif nya seperti daun, dengan warna dasar hitam dan motif daun nya berwarna biru. Arti dibalik warna dasar hitam itu sendiri adalah lambang bahwa masyarakat suku Baduy luar gagah berani, dan warna biru pada motif daun melambangkan masyarakat suku Baduy luar memiliki pemikiran yang sejernih air. Sedangkan ikat kepala khas masyarakat suku Baduy dalam dinamakan Telekung. Berbeda dengan warna yang terdapat pada Loman, warna Telekung hanya putih polos.
Ukuran : l : 20 cm t : 28 cm Asal : Baduy, Banten Bentuk trapesium, warna cokelat. Bagian wadah dianyam rapat sedang bagian mulut diwengku dengan anyam jarang.Bagian bibir agak panjang melebihi permukaan mulut kemudian disambungkan dengan tali gantungan yang bermotif kepang. Hiasan bermotif cakar ayam yang dianyam rapat,diletakan pada sambungan tali dengan kedua sudut bawah kantung masing-masing berjumlah 8 buah.Koja biasanya dipergunakan untuk menyimpan barang atau benda.