Pecey adalah sebutan anak-anak di Desa Peraduan Waras, Lampung Utara, bagi benda yang dalam bahasa Indonesia berarti kelereng. Jadi, permainan pecey sama dengan bermain buah kelereng. Dalam permainan ini pecey yang dijadikan sebagai gacu akan dilontarkan ke dalam sebuah lingkaran yang di dalamnya terdapat pecey-pecey lain sebagai taruhannya. Permainan pecey dapat dikategorikan sebagai permainan anak-anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak lelaki berusia 7-15 tahun dengan jumlah antara 2-6 orang. Untuk dapat bermain pecey tidak membutuhkan tempat (lapangan) khusus. Ia dapat dimainkan di mana saja, asalkan di atas tanah. Jadi, dapat di tanah lapang atau di pekarangan rumah karena arena permainannya hanya sebuah lingkaran berdiameter 7-10 cm dengan jarak garis batas lemparan sekitar 6-10 meter. Aturan permainannya pun juga tergolong sederhana, yaitu pemain akan dinyatakan menang apabila gacunya dapat mengeluarkan pecey taruhan di dalam lingkaran lebih banyak daripada...
Asal usul permainan yang disebut sebagai Wak wak kung sudah sulit diketahui. Namun, yang jelas permainan wak wak kung telah dikenal oleh masyarakat Betawi sejak zaman penjajahan Belanda. Di dalam permainan yang juga disebut sebagai Ular naga ini terdapat dua orang penjaga berhadapan dan saling berpegangan tangan yang kemudian diangkat ke atas membentuk kerucut, sehingga jika diturunkan akan memerangkap pemain di dalamnya. Kedua orang penjaga itu diibaratkan sebagai bulan dan matahari. Pemain Permainan Wak wak kung pada umumnya dilakukan oleh anak-anak yang berusia 6--12 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah pemainnya 10--40 orang. Dari sekian banyak pemain tersebut, hanya dua orang yang menjadi induk ayam atau ulung, sedangkan sisanya akan dibagi dua grup setelah dalam permainan terjaring dan memilik salah satu induk ayam. Tempat dan Peralatan Permainan Luas arena permainan yang diperlukan bergantung dari banyak sedikitnya pemain. J...
Prasasti ini ditemukan di Desa Bungkuk, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung pada 8 Maret 1985. Penemuan prasasti ini terjadi secara kebetulan, ketika itu ada seorang warga pergi memancing di pinggir Way Batanghari yang melintas di Desa Bungkuk. Kail pancingnya tiba-tiba tersangkut oleh benda benda berat, sehingga pemancing menyempatkan diri turun ke sungai tersebut untuk melepaskan kail pancingnya agar supaya bisa digunakan lagi untuk memancing. Namun, ternyata pemancing menemukan batu berisi tulisan usai mau melepaskan kail pancing dari sangkutannya. Setelah dilaporkan kepada yang “berwajib”, diketahui bahwa batu bertulis tadi ternyata adalah prasasti. Prasasti ini dipahatkan pada batu andesit, dengan memiliki ukuran tinggi 63 cm, tebal 63 cm, diameter atas 70 cm, dan diameter bawah 61 cm. Keadaannya sudah aus sehingga tidak dapat terbaca dengan lengkap. Prasasti ini terdiri dari 13 baris beraksara Pallawa, dan berbahasa Melayu...
Prasasti Dalung merupakan prasasti yang terbuat dari lempengan tembaga. Bertuliskan aksara Arab Pegon, dan berbahasa Jawa Banten. Prasasti ini dikeluarkan oleh Sultan Banten untuk mengatur perniagaan dan pelayaran di daerah Lampung. Prasasti ini terdiri dari 32 baris yang dikelompokkan dalam 12 poin yang bisa disebut pasal. Tiap-tiap pasal ditulis pada baris baru dan diakhiri dengan tanda lingkaran kecil dengan titik di tengahnya. Pada pasal penutup berbunyi: “ Dhawuh undang-undang dalem Îki ing akhiring wulan Jumadil awal tahun Be’ séwu satus rong tahun lumaku saking hijrah Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wassalam” Prasasti yang sebenarnya berisi hukum laut dan perdagangan ini, ditetapkan pada akhir bulan Jumadil Awal Tahun Be 1102 Hijriyyah, atau bertepatan dengan akhir Februari 1691 M. Prasasti ini ditemukan oleh Abu Bakar Hasirah di Desa Bojong, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Lalu...
Ratu Ali adalah tokoh legendaris dalam masyarakat Tanggamus, di Provinsi Lampung. Ia dikenal sebagai ulama yang pandai, berilmu, dan berwibawa. Dengan kepandaiannya, ia melindungi penduduk Tanggamus dari berbagai ancaman bahaya. Hingga kini, namanya tetap dikenang oleh masyarakat setempat sebagai seorang yang suka menolong sesama. Pada zaman dahulu, di sekitar Teluk Lampung terdapat sebuah pantai yang indah dan subur. Pemandangan di sekeliling pantai merupakan perpaduan antara alam laut yang indah, perbukitan yang anggun, serta daratan landai yang subur. Gelombang lau di pantai tidak terlalu besar dan warna airnya biru jernih. Ikan-ikan pesisir banyak terlihat berkejar-kejaran di sekitar bibir pantai. Di daerah pantai, banyak terdapat tanaman pakis dan paku yang tumbuh secara alami. Tidak heran jikan pantai tersebut dinamakan Pantai Paku. Agak jauh dari Pantai Paku, terdapat sebuah perkampungan bernama Kelumbayun. Penduduknya hidup dengan bertani, berladang, dan...
Umbu adalah makanan khas Bandar Lampung yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan utama berupa rotan yang masih muda. Saat membuat umbu ini, rotan yang masih muda itu akan direbus sampai terasa lunak. Umbu sering dijadikan sebagai sayur oseng-oseng aau bisa juga dijadikan sebagai lalapan. Tidak hanya rotan, kita dapat membuat umbu ini dengan ditambahkan sayuran lain. Dulu, umbu ini dijadikan makanan sehari-hari, namun lama kelamaan orang-orang mulai meninggalkan umbu ini, sehingga pada saat ini umbu hanya dimasak pada saat ada acara-acara tertentu saja, atau pada saat upacara adat. Saat dimakan, umbu terasa pahit, mirip seperti pare. Namun anehnya, rasa pahitnya ini justru bisa membangkitkan selera makan. #oskmitb2018
Vihara Thai Hin Bio merupakan tempat ibadah umat Buddha Theravada terbesar yang ada di Bandar Lampung. Vihara ini terletak di kawasan Kampung Pacinan Teluk Betung, Kelurahan Pesawahan, kecamatan Teluk Betung Selatan, lokasinya dekat dengan tempat perbelanjaan oleh-oleh di Telukbetung Selatan. Vihara Thay Hin Bio merupakan salah satu vihara yang cukup bersejarah. Vihara atau kuil yang telah didirikan sejak 1850 oleh seseorang bernama Po Heng ini menjadi vihara pertama di Lampung. Vihara Thay Hin Bio menjadi salah satu destinasi wisata di Lampung yang cukup menarik karena arsitekturnya yang cukup unik dengan nuansa Tionghoa yang kental. Vihara ini masih aktif digunakan sampai saat ini sebagai tempat ibadah. Ada hal unik mengenai vihara ini yang ternyata tidak hanya berfungsi sebagai tempat peribadatan para umat Buddha saja, melainkan juga perayaan Imlek dan Waisak, sehingga vihara ini menjadi tempat beribadah untuk tiga agama yakni umat Hindu, Budha, dan Konghucu. Selain itu, Vihara...
Puncak Sai Indah adalah salah satu dari sekian banyak lagu Lampung, menceritakan tentang keindahan perbukitan dan pegunungan yang ada di daerah Provinsi Lampung. Berikut adalah lirik dari lagu tersebut Puncak Sai Indah Wawai bukit sai e jou Pusako gham jejamo Pemandangan cawo tian hou Dikenal jak jaman Belando Di Sukadanaham tempat nou Bandarlampung kota nou Puncak sai indah namo nou Pakai wisata agung nou Matei wawai pemandangan nou Teluk Lampung seluruh nou Bandarlampung sai di kiri nou Gunung Betung di kanan nou Puncak Sai Indah Puncak Sai Indah Puncak Sai Indah Gham bilang yoo #OSKMITB2018
Tidak hanya dikenal sebagai provinsi 'gajah', provinsi Lampung juga khas akan makanan daerahnya. Sebut saja Keripik Pisang khas Lampung. Setiap wisatawan yang berkunjung ke provinsi yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera ini, rasanya kurang puas apabila tidak menyempatkan diri membeli oleh-oleh khas lampung yang satu ini. Oleh karena itu, tak salah apabila makanan ini telah menjadi ikon nya Lampung. Bahan utama dari makanan ini yang mudah didapatkan setiap saat membuat keripik pisang menjadi makanan yang digandrungi oleh semua kalangan. Tak hanya itu, bahan utamanya yaitu pisang dapat diolah menjadi beragam jenis olahan, seperti pisang goreng. Begitu pula halnya dengan keripik yang memiliki banyak sekali jenisnya, seperti keripik pisang coklat, keripik pisang asin, keripik pisang manis, dll. Cara membuat keripik pisang bisa dikatakan mudah dan prosesnya tidak panjang. Bahan-bahan yang digunakan seperti pisang kepok, garam, air, minyak goreng. Seben...