Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana. Sumber: https://daradaeng.com/kesenian-dan-khas-budaya-sulawesi-selatan.html
Suling Panjang (Suling Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah punah. Sumber: https://daradaeng.com/kesenian-dan-khas-budaya-sulawesi-selatan.html
Suling calabai (siling ponco) suling jenis ini sering dipadukan dengan biola, kecapi dan dimainkan bersama penyanyi. Sumber: https://daradaeng.com/kesenian-dan-khas-budaya-sulawesi-selatan.html
Suling dupa Samping (musik bambu) musik bambu masih sangat terpelihara biasanya digunakan pada acara karnaval atau acara penjemputan tamu. Sumber: https://daradaeng.com/kesenian-dan-khas-budaya-sulawesi-selatan.html
Appakdekko merupakan salah satu tradisi yang dipegang teguh masyarakat Suku Makassar sejak dahulu kala. Jika suku Makassar menyebut tradisi ini dengan istilah Appakdekko, maka Suku Bugis biasa menamainya dengan istilah Mappadendang. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah rutinitas panen padi berlangsung. Awal tahun kisaran bulan Februari, Maret atau April menjadi waktu pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya tersebut, tradisi ini dilangsungkan selama sehari. Biasanya dari pagi hingga sore hari. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi Appakdekko ini berupa sebuah kayu panjang yang berbentuk seperti perahu. Kayu tersebut dinamai assung (lesung). Alat yang disediakan sebagai alat untuk menumbuk lesung berbentuk perahu tersebut adalah sebuah alu yang dipakai oleh enam orang wanita. Di dalam lesung, dimasukkan ase lolo (padi muda) sebagai bahan yang akan ditumbuk. Kemudian, terdapat satu orang laki-laki sebagai pemukul dua buah alu kecil....
Puwi-puwi atau juga disebut puik-puik adalah sebuah alat musik berupa terompet khas dari Sulawesi Selatan. Bentuk dan cara memainkan alat musik ini sama persis dengan beberapa alat musik dari daerah lain di Indonesia, seperti serunai di Sumatera, Sronen di Jawa Timur, dan Tarompet di Jawa Barat. Referensi: https://alatmusikindonesia.com/alat-musik-tradisional-sulawesi-selatan/
Suling Lembang merupakan suling yang paling panjang terdapat di daerah Toraja . Panjangnya sampai mencapai antara 40-100 cm, dengan garis tengah 2 cm. Pada bagian ujung diberi cerobong dari tanduk, hingga seperti terompet . Suling ini memiliki enam lubang nada, dan biasanya alat musik ini digunakan untuk lagu-lagu daerah Toraja terutama lagu-lagu kedukaan, juga dapat digunakan untuk menirukan alam sekitarnya. Suling Lembang tidak dimainkan secara solo melainkan diperlukan sokongan suara dari suling yang serupa lainnya,yakni suling deata . Hal ini dikarenakan, alat musik ini memiliki peran sebagai pengiring tarian Toraja yang dikenal dengan tarian Ma'marakka . Suling Lembang ini pun diperlengkapi dengan tanduk kerbau di bagian ujungnya sebagai corong pembesar suara. Suling Lembang merupakan suling tegak lurus...
Accera’ Kalompoang dalam makna harfiahnya adalah persembahan suci kepada kebesaran kerajaan Gowa. Acccera kalompoang rutin diadakan setiap hari raya idul adha di Istana Balla Lompoa ri Gowa. Prosesi ini berlangsung selama dua hari berturut-turut. Dimulai dengan pemotongan kerbau, barzanji, dan pemanggilan para leluhur di hari pertama. Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan air di sumur tua yang terletak di Katangka, Gowa. Air tersebut diarak oleh orang-orang dengan pakaian adat. Sulawesi Selatan, tepatnya Gowa juga punya tradisi hari raya Idul Adha yang sangat sakral, yaitu Accera Kalompoang. Tradisi ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, yang dimulai saat sehari menjelang Idul Adha dan hari raya itu sendiri. Ini adalah acara resmi untuk mencuci benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Gowa. Prosesinya dilakukan di Istana Raja Gowa atau Rumah Adat Balla Lompoa. Acara Idul Adha ini sendiri menjadi salah satu upaya untuk mempersatukan keluarga kerajaan...
Salah satu ritual di Tana Toraja yang cukup terkenal dan terbilang seram yakni sebuah ritual mayat berjalan saat prosesi pemakaman masyarakat Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Ritual mayat berjalan ini disebut Ma’nene, sebuah tradisi mengarak mayat yang telah diawetkan sebelumnya. Ritual ini dilakukan karena berdasar kepercayaan masyarakat Toraja, kematian menjadi sesuatu hal yang disakralkan dan harus dihormati. Kabarnya, tradisi ini tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang di Tana Toraja. Mereka yang bisa melakukan ritual tersebut memiliki ilmu khusus untuk membangkitkan orang mati. Orang-orang khusus ini memberi mantra kepada mayat hingga akhirnya orang yang sudah puluhan tahun meninggal bisa berjalan seperti layaknya manusia yang masih hidup. Bahkan binatang seperti kerbau yang sudah dipotong kepalanya dan dikuliti habis jika diberi mantera-mantera tersebut, mereka masih bisa dibuat berdiri dan berlari kencang ataupun mengamuk. Baca :Pererat silaturahmi Kesultanan Has...