|
|
|
|
Appakdekko, Nikmati Budaya Lewat Gema Pukulan Lesung Tanggal 15 May 2018 oleh Nurvayanti . |
Appakdekko merupakan salah satu tradisi yang dipegang teguh masyarakat Suku Makassar sejak dahulu kala. Jika suku Makassar menyebut tradisi ini dengan istilah Appakdekko, maka Suku Bugis biasa menamainya dengan istilah Mappadendang. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah rutinitas panen padi berlangsung. Awal tahun kisaran bulan Februari, Maret atau April menjadi waktu pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya tersebut, tradisi ini dilangsungkan selama sehari. Biasanya dari pagi hingga sore hari.
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi Appakdekko ini berupa sebuah kayu panjang yang berbentuk seperti perahu. Kayu tersebut dinamai assung (lesung). Alat yang disediakan sebagai alat untuk menumbuk lesung berbentuk perahu tersebut adalah sebuah alu yang dipakai oleh enam orang wanita. Di dalam lesung, dimasukkan ase lolo (padi muda) sebagai bahan yang akan ditumbuk. Kemudian, terdapat satu orang laki-laki sebagai pemukul dua buah alu kecil. Sepasang alu kecil tersebut nantinya akan dipukul-pukulkan di badan lesung. Kemudian, lubang kecil pada bagian belakang alu akan ditumbuk menggunakan sebuah alu yang ukurannya sama dengan alu yang dipakai oleh enam orang penumbuk badan alu, namun suara tumbukannya tidak diseiramakan dengan suara tumbukan alu-alu yang digunakan oleh 6 wanita tersebut. Biasanya dilakukan oleh laki-laki. Namun, tidak menutup kemungkinan, perempuan juga bisa mengambil posisi tersebut. Dari kedelapan orang tersebut, semuanya akan menumbuk lesung tersebut dengan suara khas lewat masing-masing alu yang ditumbukkan. Semua suara yang dihasilkan akan terdengar indah satu sama lain dengan kombinasi yang pas.
Ase lolo yang telah ditumbuk hingga kulitnya terlepas dan menjadi beras, selanjutnya akan ditaruh pada wadah lain, kemudian diganti dengan gabah baru. Beras hasil tumbukan tersebut selanjutnya akan disangrai hingga menjadi seperti popcorn beras, namun sebelumnya dipisahkan dahulu dengan kulitnya.
Tradisi tahunan di Kelurahan Mattompodalle, Takalar, Sulawesi Selatan ini berdampak pada peningkatan tali silaturahmi antarmasyarakat di tempat tersebut. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa juga tertarik serta berantusias menikmati jalannya acara ini. Dan terlebih dari itu, dengan adanya tradisi, semangat melestarikan budaya leluhur juga dapat terus terjaga sebagai ciri dari kebhinekaan negara Indonesia sebagai negara dengan beragam tradisi di tiap etniknya, namun tetap menjunjung tujuan yang satu, yaitu kebhinekaan tanah air Indonesia.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |