Tentang Kraton Yogyakarta Bangunan Kraton dengan arsitektur Jawa yang agung dan elegan ini terletak di pusat Kota Yogyakarta . Bangunan ini didirikan oleh Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I, pada tahun 1775. Beliau yang memilih tempat tersebut sebagai tempat untuk membangun bangunan tersebut, tepat di antara sungai Winongo dan sungai Code, sebuah daerah berawa yang dikeringkan. Bangunan Kraton membentang dari utara ke selatan. Halaman depan dari Kraton disebut alun-alun utara dan halaman belakang disebut alun-alun selatan. Desain bangunan ini menunjukkan bahwa Kraton, Tugu dan Gunung Merapi berada dalam satu garis/poros yang dipercaya sebagai hal yang keramat. Pada waktu lampau Sri Sultan biasa bermeditasi di suatu tempat pada poros tersebut sebelum memimpin suatu pertemuan atau memberi perintah pada bawahannya. Yang disebut Kraton adalah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kat...
Batik kraton merupakan wastra batik yang menggunakan pola tradisional yang berkembang di kraton-kraton yang berada di pulau Jawa. Ragam corak batik tulis dengan perpaduan yang mengagumkan antara seni, pandangan hidup, adat, dan kepribadian lingkungan kraton yang melahirkannya. Batik Kraton ini pada awalnya dibuat hanya oleh para putri raja dan abdi dalemnya saja, serta hanya diperuntukkan keluarga raja saja. Selanjutnya berkembang menjadi industri yang dikelola oleh para saudagar dan mulai berkembang di luar Kraton dalam bentuk batik Sudagaran dan Batik Pedesaan. Batik Kraton terdapat di Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura Pakualaman. Perbedaan utama dari keempat Batik Kraton terletak pada bentuk, ukuran, patra dan nuansa warna soga (coklat). sumber
Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.
Jemparingan, lomba panahan gaya Mataram yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta diselenggarakan di belakang Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad di Alun-Alun Selatan, Yogyakarta, Selasa 24 Februari 2015. Jemparingan diselenggarakan setiap hari pasaran Selasa Wage untuk memperingati hari kelahiran Raja Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X. Setiap kali ada anak panah yang mengenai target, petugas akan membunyikan alat musik tradisional bonang sebagai penanda. Para peserta lomba wajib mengenakan busana adat jawa. Lomba ini menjadi ajang regenerasi pemanah tradisional. Regenerasi ini menjadi sangat penting karena kesempatan bagi pemanah tradisional untuk berkembang semakin sulit karena dihapuskannya panahan tradisional dari Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun 2012. Sumber Berita
Dewi Sri awalnya adalah seorang putri yang disihir menjadi ular akibat ulah keserakahan manusia. Dewi Sri bisa kembali menjadi wujud manusia karena pertolongan seorang petani. Oleh karena itu, Dewi Sri memberikan panen yang berlimpah kepada petani. Hingga kini, Dewi Sri dikenal sebagai Dewi Padi dalam tradisi budaya Jawa.
Para petani dari Desa Timbulharjo, Bantul menyelenggarakan Kirab Budaya Mapak Toyo. Kirab Mapak Toyo, yang berarti menjemput air, ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia. Kirab budaya diramaikan dengan pawai budaya. Para petani mengenakan busana tradisional Jawa. Iring-iringan juga membawa 17 gunungan. Gunungan merupakan simbol dari persembahan tiap dusun atas berkat dan hasil panen raya yang didapat. Kirab budaya ini juga bertujuan untuk mengkampanyekan irigasi bersih. Para petani dan komunitas irigasi bersih ingin menyadarkan masyarakat bahwa air kali yang bersih adalah sebuah kebutuhan dan harus dijaga bersama-sama. Air kali penting untuk pengairan sawah, dan diharapkan dengan air kali yang bersih dapat meningkatkan produksi sawah.
Museum Ullen Sentalu adalah museum budaya Jawa yang berlokasi di kawasan Taman Kaswargan, Kaliurang, Sleman. Di dalam museum ini terdapat banyak karya masyarakat Jawa peninggalan masa silam. Karya-karya ini kental dengan tradisi budaya Jawa, terutama budaya keraton Mataram. Museum Ullen Sentalu memiliki tujuh ruangan, yakni ruang pintu masuk, ruang guwo selo giri dan 5 ruangan lain di Kampung Kambang. Museum Ullen Sentalu adalah kependekan dari istilah “Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku” . Kaliamat tersebut memiliki arti “Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan”.
Ny. Maria Magdalena Rubinem Yogyakarta, 11 Maret 1925 Ny. Maria Magdalena Rubinem adalah seorang pesinden yang sudah cukup senior. Beliau mempelajari sinden dari kecil di rumah Pangeran, antara lain Pangeran Suryaputra dan Pangerah Hadinegara selama tiga bulan. Sejak saat itu, beliau langsung terjun sebagai pesinden sejak tahun 1942. Sebagai pesinden, beliau sudah mengabdi selama lebih dari 70 tahun dan sejak tahun 1951 pernah berkali-kali tampil di hadapan Presiden Soekarno di Istana Negara. Di samping sebagai swarawati (seniman karawitan), beliau juga bisa menari. Semenjak zaman Jepang, tepatnya sekitar tahun 1943, beliau sudah mengabdi sebagai Pegawai Tidak Tetap di RRI (Radio Republik Indonesia) Stasiun Yogyakarta semasa Bapak Ali Murtopo menjabat sebagai menteri Penerangan, namun karena tidak segera diangkat dan kesibukan pentas di luar semakin padat akhirnya Ny. Rubinem mengundurkan diri sebelum diangkat sebagai PNS. Baginya, tahun 1960-an adalah masa keemasa...
Asal mula Gunung Kidul terjadi pada masa berdirinya Kesultanan Yogyakarta. Kala itu yang menjadi raja adalah Sultan Hamengku Buwono I. Pada waktu pemerintahannya, daerah sepanjang pesisir Laut Selatan masuk ke dalam wilayah Kesultanan Yogyakarta. Namun, pada waktu itu namanya bukan Gunung Kidul, tetapi Sumengkar. Karena wilayahnya sangat luas, daerah Sumengkar dipimpin oleh seorang adipati. Oleh karena itu, disebut daerah Sumengkar. Lalu mengapa Kadipaten Sumengkar kemudian berganti nama menjadi Kadipaten Gunung Kidul? Ceritanya sebagai berikut: Pada suatu hari, di Kadipaten Sumengkar sedang diadakan sebuah pertemuan yang sangat penting. Pertemuan itu dipimpin oleh Adipati Sumengkar sendiri, yaitu Adipati Wironegoro. Saat itu, Sang Adipati dihadapkan oleh orang-orang kepercayaannya, seperti Patih Panitipraja, Rangga Puspowilogo, Panji Semanu Harjodipuro, dan para punggawa Kadipaten Sumengkar lainnya. Namun, sampai sekian lama para punggawa itu menunggu, Adipati Wironegoro belum juga m...