Misro (amis dijero) merupakan makanan khas bandung yang lezat, sama seperti combro (oncom dijero) namun yang membedakan adalah rasanya yang manis
Benjang adalah jenis kesenian tradisional Tatar Sunda, yang hidup dan berkembang di sekitar Kecamatan Ujungberung, Kabupaten Bandung hingga kini. Dalam pertunjukannya, selain mempertontonkan ibingan (tarian) yang mirip dengan gerak pencak silat, juga dipertunjukkan gerak-gerak perkelahian yang mirip gulat. Benjang merupakan suatu bentuk permainan tradisional yang tergolong jenis pertunjukan rakyat. Permainan tersebut berkembang (hidup) di sekitar Kecamatan Ujungberung, Cibolerang, dan Cinunuk yang mulanya kesenian ini berasal dari pondok pesantren, yaitu sejenis kesenian tradisional yang bernapaskan keagamaan (Islam), dihubungkan dengan religi, benjang dapat dipakai sebagai media atau alat untuk mendekatkan diri dengan Kholiqnya sebab sebelum pertunjukan, pemain benjang selalu melaksanakan tatacara dengan membaca doa agar dalam pertunjukan benjang tersebut selamat tidak ada gangguan. Adapun alat yang digunakan dal...
Di tempat kelahirannya, Cianjur , sebenarnya nama kesenian ini adalah mamaos . Dinamakan tembang Sunda Cianjuran sejak tahun 1930-an dan dikukuhkan tahun 1962 ketika diadakan Musyawarah Tembang Sunda sa-Pasundan di Bandung . Seni mamaos merupakan seni vokal Sunda dengan alat musik kacapi indung, kacapi rincik, suling, dan atau rebab.
Ngaleunggeuh dapat disaksikan pada persiapan sebelum acara-acara dilaksanakan, seperti Khitanan, Pernikahan, atau Tingkeban. Dalam Ngaleunggeuh terdapat seni Tutunggulan atau Ngarempug Nutu (menumbuk padi bersama). Perbedaannya, pada seni Tutunggulan, padi hanya merupakan Tamba Kadengda (hanya syarat saja), sedangkan pada seni Ngaleunggeuh, padi yang dipergunakan pada upacara Tutunggulan, berasnya sebagai bekal untuk selamatan tersebut. Sebelum kartu undangan populer dan dipergunakan oleh semua lapisan masyarakat, Ngaleunggeuh merupakan alat pemberitahuan kepada para tetangga baik di kampungnya sendiri maupun kampung tetangganya. Seperti halnya Tutunggulan di daerah lain, apabila kampung tersebut ada yang Ngaleunggeuh, maka kampung yang lainnya akan menyahut pula, akhirnya sambung menyambung. Orang-orang ketika mendengar Tutunggulan akan mengerti bahwa dalam beberapa waktu lagi (biasanya satu minggu) akan ada yang hajatan. Mereka mempersiapkan bahan-bahan yang akan disumbangkan....
Tari Keurseus merupakan tari yang erat kaitanya dengan tari tayub, yaitu tari pergaulan di kalangan menak (bangsawan) sunda. Di dalam tari Tayub, gerak tarinya tidak mempunya pola khusus, baik menurut kehendak maupun perbendaharaan gerak masing-masing penari. Oleh karena itu, tari Tayub yang bebas kadang kala tidak terkendalikan, sehingga tayuban dijadikan sebagai pertemuan silaturahmi antar penaridan menjadi arena perebutan ronggeng sambil mabuk pengaruh minuman keras. Sekelompok penggemar nayub tidak menyukai hal yang demikian, sehingga mereka berusaha menertibkan nayuban serta tariannya. Demikian pula minuman keras dilarang sampai memabukan serta ronggeng pun yang tugas utamanya sebagai sinden harus tetap duduk dan tidak perlu menari. Tarian mulai diberi struktur tertentu dalam gerakannya, sehingga terwujud sebuah tarian yang disebut ibing Patokan. Salah seorang pelopornya adalah kerabat Bupati Sumedang, yaitu R. Gandakoesoemah, yang di kalangan seni tari Sunda dikenal dengan...
R. Nugraha Soediredja adalah seorang penekun seni sunda yang serba bisa. Beliau lahir di Garut tanggal 15 Mei 1918, pendidikan beliau adalah HIS di Garut, kemudian melanjutkan ke Ambacht School (Sekolah teknik) di Bandung. Sejak usia sekolah beliau telah mengenal Karawitan sunda, karena orang tuanya mempunyai gamelan lengkap. Pada tanggal 1 juni 1954 beliau disahkan sebagi Guru Tari Sunda, serta berhak mengembangkan tari Keurseus dari Wirahmasari Pusat, Tahun 1955, beliau mendirikan Sanggar Tari sendiri dengan restu R.Sambas Wirakoesoemah, yang diberi nama Wirahma Sari Sunda Bandung. Tujuannya tiada lain untuk mengembangkan tari Sunda, baik yang telah ia pelajari ketika di Garut maupun tarian yang dipelajari di Wirahmasari Pusat, juga tarian karya-karya beliau. Karya pertamanya adalah Wayang Orang Jabang Tutuka, yang dibimbing langsung oleh R.Sambas W., yang dipagelarkan oleh DAMAS. Beliau pun belajar tari Topeng Cirebon dari Bi Dasih. Dari hasil belajarnya ini, menghasilkan...
Merupakan suatu perkampungan yang terdapat di dalam pulau di tengah kawasan Situ Cangkuang. Menurut cerita rakyat, masyarakat Kampung Pulo dulunya menganut agama Hindu, lalu Embah Dalem Arif Muhammad singgah di daerah ini karena terpaksa mundur pada saat mengalami kekalahan sewaktu menyerang Belanda. Karena malu kepada Sultan Agung maka Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau kembali ke Mataram. Pada saat itu beliau mulai menyebarkan agama Islam pada masyarakat Kampung Pulo. Sampai dengan beliau wafat dan dimakamkandi Kampung Pulo, beliau meinggalkan 6 orang anak dan salah satunya adalah pria. Oleh karena itu di Kampung Pulo didirikan 6 buah rumah adat yang berjajar saling berhadapan masing-masing 3 buah rumah di kiri dan di kanan ditambah dengan sebuah mesjid. Jumlah dari rumah tersebut tidak boleh ditambah ataupun dikurangi, serta yang tinggal di dalam rumah tersebut tidak boleh melebihi dari 6 kepala keluarga. Jika seorang anak laki-laki sudah dewasa dan menikah maka paling lamba...
1. Lokasi dan Lingkungan Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti \\\'kolot\\\' atau \\\'tua\\\' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model \\\'sistem kepemimpinan\\\' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti \\\'adat kebiasaan tua\\\' atau \\\'adat kebiasaan nenek moyang\\\'. Menurut Anis Djatisunda (1984), nama kasepuhan hanya merupakan istilah atau sebutan orang luar terhadap kelompok sosial ini yang pada masa lalu...
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar merupakan nama baru untuk Kampung Ciptarasa. Artinya sejak tahun 2001, sekitar bulan Juli, Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa melakuka...