Tari Keurseus merupakan tari yang erat kaitanya dengan tari tayub, yaitu tari pergaulan di kalangan menak (bangsawan) sunda. Di dalam tari Tayub, gerak tarinya tidak mempunya pola khusus, baik menurut kehendak maupun perbendaharaan gerak masing-masing penari. Oleh karena itu, tari Tayub yang bebas kadang kala tidak terkendalikan, sehingga tayuban dijadikan sebagai pertemuan silaturahmi antar penaridan menjadi arena perebutan ronggeng sambil mabuk pengaruh minuman keras. Sekelompok penggemar nayub tidak menyukai hal yang demikian, sehingga mereka berusaha menertibkan nayuban serta tariannya. Demikian pula minuman keras dilarang sampai memabukan serta ronggeng pun yang tugas utamanya sebagai sinden harus tetap duduk dan tidak perlu menari. Tarian mulai diberi struktur tertentu dalam gerakannya, sehingga terwujud sebuah tarian yang disebut ibing Patokan.
Salah seorang pelopornya adalah kerabat Bupati Sumedang, yaitu R. Gandakoesoemah, yang di kalangan seni tari Sunda dikenal dengan nama Aom Doyot, pada waktu itu ia Camat Leuwiliang Bogor. Salah seorang penganut gaya Aom Doyot adalah R. Sambas Wirakoesoemah yang juga masih kerabat bupati Sumedang. Oleh R. Sambas Wirakoesoemah, ibing patokan ditingkatkan lagi, baik gerakan maupun struktur tariannya, sehingga lebih mudah untuk disebarluaskan dan dari sinilah lahir istilah tari Keurseus. Tari Keurseus disusun oleh R. Sambas Wirakoesoemah, lurah Rancaekek (Bandung) tahun 1915-1920 dan 1926-1935. Beliau adalah putra Nyi Raden Ratnamirah dan Raden Mintapradjakoesoemah, wedana Tanjungsari, Sumedang. Pada tahun 1905-1913, Wirakoesoemah belajar tari kepada Uwanya, Rd. Hj. Koesoemaningroem, penari di Kabupaten Sumedang dan ia juga belajar pada Sentana (Wentar), pengamen Topeng dari Palimanan, Cirebon tahun 1914. Dari bekal belajar tari itu, kemudian ia menyusun dan merapikan tari Tayub. Perguruan tarinya diberi nama Wirahmasari yang didirikan tahun 1920 di Rancaekek dengan murid-muridnya yang kebanyakan berasal dari kalangan menak yang kemudian menyebarkannya ke seluruh Tatar Sunda. Pelajaran yang diajarkan secara sistematis pada muridmuridnya dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Cursus. Dalam lafal sunda menjadi Keurseus, sehingga tari yang diajarkan di Wirahmasari ini kemudian dikenal dengan nama Tari Keurseus. Tari keurseus merupakan perkembangan dari tari tayub.
Tarian ini merupakan lambang status kehalusan budi para menak. Para menak Sunda pada waktu itu biasa mengadakan pesta dengan menari. Menak yang tidak bisa menari akan sangat memalukan di mata umum. Oleh karena itulah setiap menak akan beusaha belajar dan meningkatkan keahliannya dalam menari. Tari susunan R. Sambas Wirakoesoemah ini diajarkan pula di Sakola Menak (Sekolah Umum Kaum Priyayi), karena sebagai calon pejabat mereka dituntut untuk bisa menari. Selain itu disebarkan pula oleh murid-muridnya, yaitu R. Soenarja Koesoemadinata yang mendirikan Wirahmasari cabang Bandung. R. Ranoeatmadja (Garut). R. Nataamidjaja (Cianjur dan Ciamis). R. Kosasih Sastrawinata (Jakarta). R. Muslihat Natabradja (Sukabumu dan Ciamis). R. E Hasboelah Natabradja (Subang, Garut, Dayeuhkolot). R. Roebama Natabradja Kini sering kita saksiksan pada acara tayuban, dengan tarian yang dibawakannya mengambil dari tari Keurseus seperti, tari Lenyepan naik Monggawa diteruskan Totopengan, atau Gawil naik Satriaan. Tingkatan tersebut berhubungan dengan watak gerak dan lagu atau musik tari. Gerakan-gerakan dalam tari Keurseus mempunyai nama-nama diantaranya : Sila Mando. Jengkeng. Adeg-adeg, Gedut, Gedig, Selut, Lontang, Jangkun Ilo, Mincid, Tindak tilu lengkah opat, engkeg gigir, laraskonda, baksarai, mamandapan dan sebagainya. Pakaian yang dipakai dalam tari Keurseus yaitu pakaian menak masa itu, baju dengan model takwa tutup, prangwadana atau jas buka.
Sinjang (kain panjang) menggunakan berbagai motif batik. Pada umumnya menggunakan motif Garutan atau motif lain yang ada di priangan. Tutup kepala model iket lohen (polontosan) atau Bendo citak. Keris diselipkan di ikat pinggang dipinggang kanan belakang, dan selendang dikaitkan dikeris. (MOSVIA dan HIK Bandung.). Goenawidjaja (Limbangan, Garut), serta R. Oe Joesoep Tedjasukmana. R. Nugraha Soediredja, Sari Redman dan Enoch Atmadibrata di Bandung. Tari Keurseus diantaranya: Tari Kawitan, Gunungsari, lenyepan, dengan tempo irama lambat (4 wilet). Tari Gawil, tempo irama sedang. Tari Monggawa bertempo irama cepat (1 wilet). Dan Totopengan atau Ngalana, memainkan tempo irama Gurudugan (sangat Cepat, ½ wilet).
JUDUL : Tari Keurseus
HEADLINE : Pertunjukan Tari Keurseus
DESKRIPSI : Tari Baksa yang ditarikan oleh penari putra-putri pada acara nayuban, namun gerak telah terpolakan sehingga termasuk kepada tari Keurseus.
Sumber gambar : Poto, Tahun 1991
Lokasi gambar : Gedung Sunan Ambu, STSI Bandung.
Copyright : Yayasan Kebudayaan Jayaloka
JUDUL : Tari Keurseus
HEADLINE : Pertunjukan Tari Keurseus
DESKRIPSI : Tari Lenyepan
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang