Benjang adalah jenis kesenian tradisional Tatar Sunda, yang hidup dan berkembang di sekitar Kecamatan Ujungberung, Kabupaten Bandung hingga kini. Dalam pertunjukannya, selain mempertontonkan ibingan (tarian) yang mirip dengan gerak pencak silat, juga dipertunjukkan gerak-gerak perkelahian yang mirip gulat.
Benjang merupakan suatu bentuk permainan tradisional yang tergolong jenis pertunjukan rakyat. Permainan tersebut berkembang (hidup) di sekitar Kecamatan Ujungberung, Cibolerang, dan Cinunuk yang mulanya kesenian ini berasal dari pondok pesantren, yaitu sejenis kesenian tradisional yang bernapaskan keagamaan (Islam), dihubungkan dengan religi, benjang dapat dipakai sebagai media atau alat untuk mendekatkan diri dengan Kholiqnya sebab sebelum pertunjukan, pemain benjang selalu melaksanakan tatacara dengan membaca doa agar dalam pertunjukan benjang tersebut selamat tidak ada gangguan.
Adapun alat yang digunakan dalam benjang terdiri dari Terbang, Gendang (kendang), Pingprung, Kempring, Kempul, Kecrek, Terompet (Tarompet), dan dilengkapi pula dengan bedug dan lagu sunda. Dari pondok pesantren, kesenian ini menyebar ke masyarakat biasanya di masyarakat diselenggarakan dalam rangka memperingati upacara 40 hari kelahiran bayi, syukuran panen padi, maulid nabi, upacara khitanan, perkawinan, dan hiburan lainnya, dan dapat pula mengiringi gerak untuk dipertontonkan yang disebut DOGONG. Dogong adalah suatu permainan saling mendorong dengan mempergunakan alu (kayu alat penumbuk padi).
Dari Dogong berkembang menjadi SEREDAN yang mempunyai arti permainan saling mendesak tanpa alat, yang kalah dikeluarkan dari arena (lapangan); kemudian dari Seredan berubah menjadi adu mundur, ini masih saling mendesak untuk mendesak lawan dari dalam arena permainan tanpa alat, memdorong lawan dengan pundak, tidak diperkenankan menggunakan tangan, karena dalam permainan ini pelanggaran sering terjadi terutama bila pemain hampir terdesak keluar arena. Dengan seringnya pelanggaran dilakukan maka permainan adu mundur digantikan oleh permainan adu munding.
(in english)
Benjang Art is Ujungberung exclusive art. Come from Rudat Art have been developed as Genjring Art and Islamic Art that is known as Gedut. Gedut Art was developed again as Terbangan Art and it was consist of Hujungan, Seredan, and Gesekan Art.
Benjang is a form of traditional games that are categorized as types of folk performances. The game is growing (living) around the District Ujungberung, Cibolerang, and Cinunuk the beginning of this art comes from the boarding school, which is a kind of traditional art of breathing religion (Islam), connected with religion, benjang can be used as a medium or tool to get closer to Kholiqnya because before the show, players benjang always carry out the procedure by reading a prayer - prayer for the survivors in benjang show no interference.
The tools used in benjang consists of Terbang, drum (drums), Pingprung, Kempring, kempul, Kecrek, trumpet (Tarompet), and is also equipped with drum and song Sunda. Of the boarding school, this art spread to the community generally in the community held a ceremony to commemorate the 40th birth day, thanksgiving harvest, the prophet's birthday, circumcision ceremonies, marriages, and other entertainment, and can also accompany the motion for reassembly called "DOGONG" . Dogong is a game of pushing each other by using a pestle (wooden rice pestle).
Of Dogong evolved into "SEREDAN" meaning games that have urged each other without tools, which lost out of the arena (field); later than Seredan turn into fights back, is still urging each other to push the opponent out of the playing field without tools, memdorong opponent with shoulder, not allowed to use your hands, because in this game violations are common, especially when the player is almost forced off the field. With the frequent violation is done then the game was replaced by shoot-down shoot-munding game.